SPCI-Konfederasi KASBI Memperhebat Perlawanan Dengan Mogok Nasional

Rabu, 31 Agustus 2011

Serikat Pekerja Carrefour Indonesia-Konfederasi KASBI melancarkan pemogokan secara nasional sebagai bagian dari perjuangan untuk mendapatkan Perjanjian Kerja Bersama. Demikian pula untuk menghapus sistem kerja kontrak yang gencar diterapkan oleh PT Carrefour Indonesia. Pemogokan ini juga merupakan bentuk perlawanan terhadap pemberangusan serikat yang dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia. Terhitung hingga kini lebih dari 200 pekerja Carrefour anggota SPCI-Konfederasi KASBI yang aktif memperjuangkan hak-hak pekerja Carrefour mendapatkan berbagai macam sanksi dan skorsing.

Ditengah panas terik matahari serta menahan lapar dan dahaga dalam bulan puasa kemarin pekerja anggota SPCI-Konfederasi KASBI diberbagai kota terus bersemangat memperjuangkan hak-haknya. Demikian dalam pemogokan tersebut banyak pelajaran yang didapatkan oleh SPCI-Konfederasi KASBI maupun kelas buruh secara keseluruhan. Terlihat bagaimana PT Carrefour Indonesia yang telah berkembang menjadi salah satu perusahaan retail terbesar di Indonesia sama sekali tidak mau memberikan bagian kecil dari keuntungan tersebut untuk kesejahteraan pekerja PT Carrefour Indonesia. Padahal sejatinya adalah para pekerja tersebut yang membuat roda perekonomian PT Carrefour Indonesia berjalan. Demikian menjadi semakin jelas dimana aparatus Negara entah itu Disnaker, Kepolisian, Pimpinan Daerah, dsb berpihak. Dengan berbagai alasan dan senjata mereka menjadi kaki tangan PT Carrefour Indonesia untuk menghalang-halangi perjuangan pekerja PT Carrefour Indonesia untuk mendapatkan haknya. Demikian dukungan masyarakat secara luas menjadi sangat penting ditengah kampanye dari PT Carrefour Indonesia untuk mendiskreditkan perjuangan pekerja dengan berbagai alasan seperti mogok tidak sah. Ataupun menggunakan serikat pekerja antek dari pemilik modal seperti yang dilakukan oleh pimpinan-pimpinan SPSI-NIBA yang terus berkampanye untuk menggagalkan mogok kerja SPCI-Konfederasi KASBI.

Hari Sabtu pagi, 27 Agustus 2011 ribuan anggota Serikat Pekerja Carrefour Indonesia-Konfederasi KASBI diseantero Jabodetabek berkumpul di Carrefour MT Haryono dan Lebak Bulus. Dari Carrefour MT Haryono ribuan buruh tersebut berpawai ke Kantor Pusat PT Carrefour Indonesia di Lebak Bulus. Aksi ini dipimpin langsung oleh Sekretaris Jendral Konfederasi KASBI, Abdulrahman dan Ketua Umum SPCI-Konfederasi KASBI, Imam Setiawan. Disamping mereka mendukung aktivis-aktivis dari KPO PRP, Konfederasi Sindikalis Nusantara, Federasi Persatuan Gerakan Serikat Pekerja (Federasi PROGRESIP), Serikat Pekerja Tony Jack Indonesia (SPTJI), Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP)-PPBI, Perempuan Mahardika dan Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI). Hadir pula pewakilan dari Konfederasi KASBI Jakarta, Banten dan Bekasi.

Hingga pukul 1 siang hari, Manajemen Pusat PT Carrefour Indonesia tetap tidak mau menemui SPCI-Konfederasi KASBI. Sempat terjadi ketegangan karena kemudian Mogok Nasional yang sah secara undang-undang tersebut justru dihadapkan dengan pasukan polisi bermotor trail dan pasukan bersenjatakan tameng dan tongkat bamboo. Keseluruhan hal tersebut sejatinya semakin mempertegas upaya pemberangusan serikat yang dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia terhadap SPCI-Konfederasi KASBI. Oleh karena itu kemudian aksi diarahkan langsung ke Mabes Polri untuk memprotes tindakan aparat kepolisian yang menghalang-halangi Mogok Nasional SPCI-Konfederasi KASBI. Serta melaporkan Pamrihadi (HRD Pusat Carrefour) atas tindakan pemberangusan serikat.

Di Medan lebih dari seratusan orang pekerja Carrefour Medan Fair melakukan Mogok Kerja dan aksi turun kejalan. Ikut juga dalam aksi tersebut perwakilan dari KPO PRP. Aksi tersebut dimulai pada pukul 07:30 tepat didepan pintu keluar Plaza Medan Fair. Tepat pada pukul 10:30, pekerja Carrefour yang tergabung dalam SPCI-Konfederasi KASBI tersebut bergerak berkonvoi menuju Carrefour Padang Bulan. Sesampainya disana berbagai orasi disampaikan, sementara Manajemen Carrefour Padang Bulan mengeluarkan ancaman agar membubarkan diri atau akan diberikan Surat Peringatan. Namun massa tetap solid dan terus menyuarakan hak-hak mereka.

Pada pukul 13:00 ketika massa sedang beristirahat serta sebagian dari mereka melakukan Sholat pihak manajemen secara sepihak membacakan surat hasil perundingan. Perundingan yang sepihak karena tidak ada perwakilan dari pihak SPCI-Konfederasi KASBI. Dalam pernyataannya manajemen Carrefour menuduh bahwa aksi yang dilakukan oleh SPCI-Konfederasi KASBI adalah illegal dan memberikan Surat Peringatan 1 dan 2. Demikian pula pihak kepolisian membantu pihak manajemen Carrefour dengan terus menerus menekan SPCI-Konfederasi KASBI agar menghentikan aksi dan mogoknya. Namun kawan-kawan SPCI-Konfederasi KASBI tetap bersemangat dan dalam orasi-orasinya menyatakan bahwa pernyataan dari pihak manajemen Carrefour maupun kepolisian adalah bentuk pemberangusan serikat.

Sementara itu di Yogyakarta mogok kerja SPCI-Konfederasi KASBI berpusat di Ambarukmo Plaza (Amplas). Mogok dimulai sejak pukul 07.00 WIB sebelum Carrefour Amplaz dibuka hingga saatnya tutup toko. Kurang lebih 50 pekerja Carrefour anggota SPCI-Konfederasi KASBI berkumpul di area loker dan kafetaria pekerja Carrefour mendiskusikan info-info mengenai aksi mogok nasional SPCI mau pun info-info aktual mengenai kawan-kawan SPCI di daerah-daerah lain . Bendera SPCI dibentangkan menutupi jalan menuju ke kafetaria pekerja dan di dinding di atas display daging yang dapat dilihat oleh para konsumen. Demikian juga selebaran mengenai aksi mogok nasional tersebut dibagikan. Untuk mengkampanyekan Mogok Nasional tersebut maka dibelakang Ambarukmo Plaza, SPCI-Konfederasi KASBI menyelenggarakan konferensi press. Konferensi press tersebut juga dihadiri oleh KPO PRP, Perhimpunan Pekerja Warnet, RESISTA, Solidaritas Pekerja PKBI, Kolektif Perempuan Pekerja dan Simpul Taruni Rakyat.

Salah satu upaya untuk menghambat mogok kerja, pihak Carrefour Amplaz mendatangkan beberapa pekerja Carrefour dari Magelang, kota yang rencananya sebentar lagi akan berdiri cabang Carrefour, dengan alasan pelatihan. Demikian juga Carrefour Amplaz mengancam bahwa jika para pekerja tidak kembali kerja maka akan diberikan sanksi. Ancaman tersebut justru ditanggapi dengan konsolidasi seluruh pengurus SPCI-Konfederasi KASBI Yogyakarta untuk kemudian siap-siap melancarkan aksi massa melawan segala bentuk pemberangusan serikat.

Sekitar 200-an Arek-arek Suroboyo yang tergabung dalam SPCI-Konfederasi KASBI di 5 gerai di Surabaya melancarkan mogok kerja dan aksi massa. Aksi tersebut dimulai di Taman Makam Pahlawan Mayjen Sungkono, Surabaya yang kemudian menuju Kantor Pusat PT Carrefour Indonesia Regional Jawa Timur. Aksi tersebut juga mendapatkan solidaritas dari KPO PRP dan Sentral Gerakan Mahasiswa Surabaya (SGMS). Perwakilan dari SPCI-Konfederasi KASBI Surabaya berhasil memaksa untuk bertemu dengan pihak Manajemen namun tidak ada kesepakatan.

Aksi kemudian dilanjutkan ke Carrefour Kalimas sebagai bentuk saling mendukung dan solidaritas. Hal ini karena kawan-kawan SPCI-Konfederasi KASBI Kalimas mendapatkan berbagai macam intimidasi dari Manajemen Carrefour Kalimas. Intimidasi dalam bentuk menyatakan akan memberikan Surat Peringatan bahkan hingga PHK jika ada pekerja yang berani mengikuti Mogok Nasional SPCI-Konfederasi KASBI. Kondisi tersebut juga dialami oleh pekerja-pekerja Carrefour dari gerai-gerai lain di Surabaya. Aksi tersebut kemudian diakhiri pada pukul 14:00 di Taman Bungkul dengan konsolidasi untuk mempersiapkan perlawanan-perlawanan berikutnya.

Dukungan juga muncul dari berbagai kota kepada Mogok Nasional SPCI-Konfederasi KASBI. Di Lampung, dipelopori oleh KPO PRP dan KASBI Wilayah Lampung berbagai organisasi yaitu: Jaringan Radio Komunitas Lampung, Forum Masyarakat Gunungsari Bersatu, Lembaga Advokasi Anak, Kantor Bantuan Hukum, Radio Komunitas Suara Kota 107,7 FM, Radio Komunitas SRJ FM, Radio Komunitas OASE FM, Radio Komunitas Gema Lestari dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi menyatakan dukunganya.

Sementara itu di Yogyakarta organisasi-organisasi lain seperti Perempuan Mahardika, Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia, Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional, Partai Rakyat Demokratik, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Perhimpunan Solidaritas Buruh dan Komite Federasi Serikat Buruh Independen Indonesia juga memberikan dukungan penuh terhadap Mogok Nasional SPCI-Konfederasi KASBI.

Solidaritas JGMK Kepada Warga Pulau Tiaka, Sulteng

Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (Resista Yogyakarta, Gerakan Mahasiswa Pro Demokrasi (Gema Prodem) Medan, Konsentrasi Mahasiswa Progresif (Koma Progresif) Samarinda, Barisan Pemuda dan Mahasiswa Progresif (BPMP) Sumbawa, Sentra Gerakan Mahasiswa Progresif (Sergap) Pol-Man, Front Mahasiswa Demokratik (FMD) Makassar).

Usut Tuntas Segera Kasus Pembunuhan Mahasiswa dan Berikan Pembebasan Lahan Pada Rakyat Di Pulau Tiaka!

Pada hari Selasa, 23 Agustus 2011, telah meninggal dunia dua orang Mahasiswa bernama Yurifin alias Ateng Universitas Gorontalo dan Andi Sondeng di pulau Tiaka, kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Sementara lima orang lainnya masih di rawat di rumah sakit Luwuk dan 15 lainnya hilang di tengah laut akibat serangan yang bertubi – tubi yang digencarkan oleh satuan aparat kepolisian dengan menggunakan senjata api.

Bentrokan ini berawal dari tidak adanya kesepakatan antar warga dan JOB Pertamina-Medco E&P untuk kesejahteraan di tiga kecamatan. Kemudian ditambah lagi dari proses pembebasan lahan yang tidak adil menurut pembagiannya. Harga tanah per meter persegi hanya di nominal kan sekitar Rp. 9.000 hingga Rp. 12.500. Akan tetapi dalih pemilik modal mengeluarkan biaya sebesar Rp. 150.000 per meter persegi. Diperkirakan luas lahan tersebut seluas 20.000 meter persegi akan tetapi hingga tahun 2011 saat ini, tanah tersebut hanya sekitar 1.000 hektar tanah yang diberikan kepada warga. Pengrusakan lingkungan dari pengolahan minyak pertamina tersebut juga merupakan indikatornya, beberapa kekayaan alam dibawah laut rusak dan hancur akibat limbah minyak yang mencemari wilayah tersebut. Dengan beberapa permasalahan dimulai dari tidak adanya kesejahteraan di antara warga, perebutan lahan, pengrusakan, dan lain sebagianya, akhirnya warga melakukan bentuk – bentuk perlawanannya dengan aksi massa. Akan tetapi lagi dan lagi pemilik modal menggunakan cara – cara picik dan kekejamannya dengan menggunakan satuan aparat kepolisian yang mengakibatkan tewasnya dua orang kawan Mahasiswa di Sulawesi tengah tersebut.

Praktik – praktik yang digunakan oleh pemilik modal ini sudah jelas membuktikan bahwa perampasan, diskriminasi, ekploitasi yang digunakan oleh mereka senantiasa menindas seluruh masyarakat yang ada disektor manapun. Adapun fungsi satuan aparat keamanan adalah sebagai pelindung masyarakat, kini menjadi “anjing peliharaan” kapitalisme!!!, dimana ketika rakyat ingin menyampaikan aspirasinya disitulah rakyat ditangkap, dipukul, di introgasi, bahkan dibunuh seperti kasus penembakan seperti ini. Kepentingan pemilik modal memang akhirnya hanya akan menyengsarakan rakyat Indonesia dan menguntungkan para pemilik modal beserta antek-anteknya. Maka sudah menjadi keharusan bagi Mahasiswa dan Rakyat yang tertindas untuk terus melakukan perlawanan terhadap kepetingan kaum pemodal dan elit – elit partai politik yang terus mengobarkan janji – janji imitasi mereka.

Untuk itu, kami dari Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan menyatakan sikap :
  1. Mengecam keras tindakan brutal yang dilakukan oleh satuan aparat kepolisian pulau Tiaka, kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
  2. Menuntut POLRI beserta jajaran satuan keamanan lainnya untuk segera bertanggung jawab atas meninggalnya dua orang Mahasiswa dan terlukanya warga di kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
  3. Mendukung sepenuhnya bentuk – bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Mahasiswa dan warga Tiaka, Morowali, Sulawesi Tengah.
  4. Wujudkan pembebasan lahan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Persatuan gerakan harus terus di kobarkan selama penindasan dan penghisapan masih tercipta, karena dengan persatuan gerakan rakyatlah, maka kita akan mewujudkan cita-cita yang mulia yaitu dunia tanpa penghisapan dan penindasan dibawah kepemimpinan rakyat tertindas.

Belajar, Berorganisasi Dan Berjuang!

Yogyakarta, 27 Agustus 2011

Ketua
Daniel Pay Halim

Sekretaris Jendral
Nalendro Priambodo

Email: mahasiswa.indonesia@ymail.com
CP: +62 857 2925 2134, +62 852 5080 0567

Dukungan terhadap Pemogokan Nasional SPCI - Konfederasi KASBI di Yogyakarta

Kamis, 25 Agustus 2011

Pekerja Carrefour yang tergabung dalam Serikat Pekerja Carrefour Indonesia-Konfederasi KASBI akan melakukan aksi MOGOK KERJA NASIONAL mulai Jumat 26 Agustus 2011 sampai Jumat 28 Agustus 2011 di seluruh gerai Carrefour Indonesia. Aksi mogok ini akan dipusatkan di Kantor Pusat PT. Carrefour Indonesia di Lebak Bulus, Jakarta. Aksi mogok nasional ini dilakukan untuk menuntut diselenggarakannya Referendum sebagai proses untuk memenangkan Perjanjian Kerja Bersama di PT. Carrefour Indonesia.

Perjanjian Kerja Bersama merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengatur hubugan kerja dengan pemilik modal dan secara jelas dibenarkan dalam Undang-undang ketenagakerjaan. Salah satu poin dalam Perjanjian Kerja Bersama yang didorong oleh Serikat Pekerja Carrefour Indonesia adalah Penghapusan Kerja Paruh Waktu (PKWT) atau yang lebih dikenal dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing.
Berbagai represi telah diberikan oleh PT Carrefour kepada Serikat Pekerja Carrefour Indonesia dalam proses perjuangan haknya.

Upaya tersebut antara lain memanipulasi pemungutan suara terkait penetapan PKB, skorsing, kriminalisasi hingga PHK terhadap aktivis-aktivis SPCI-Konfederasi KASBI. Bahkan PT Carrefour Indonesia telah menciptakan istilah baru untuk menutupi tindakan anti serikatnya yaitu Surat Keputusan Berakhirnya Hubungan Kerja atau SKBHK. Terhitung hingga kini kurang lebih 500 pekerja Carrefour yang berjuang menuntut haknya telah mengalami skorsing ataupun PHK.

Di Yogyakarta sendiri, berbagai upaya pemberangusan terhadap serikat juga dilakukan oleh manajemen PT. Carrefour Ambarukmo Plaza. Beberapa pengurus serikat menjadi sasaran tindakan pemberangusan, seperti PHK terhadap Sdr Heru Yuanta, upaya kriminalisasi terhadap Sdr Budi dan juga PHK terhadap anggota serikat. Kasus terakhir adalah yang menimpa Sdr Danang yang berakhir di PHI dan dimenangkan oleh Sdr Danang. Berbagai represi yang dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia terhadap SPCI-konfederasi KASBI nyata-nyata telah melanggar Undang-undang, karena jelas di Hak Berserikat dijamin oleh Undang-undang, begitu pula dengan Hak Mogok.

Sejatinya apa yang dituntut oleh SPCI-Konfederasi KASBI merupakan upaya memperjuangkan hak-hak normatif buruh yang diatur dalam Undang-undang. Hak-hak normatif yang selama ini tidak dipenuhi oleh pengusaha dan tidak hanya terjadi di PT Carrefour tapi juga menjadi kondisi umum pekerja di Indonesia. Upah rendah, ketiadaan jaminan kesehatan dan sosial serta represi terhadap serikat. Ini semakin diperparah dengan serangkaian kebijakan Neoliberal yang diterapkan oleh Rejim SBY-Boediono. Kebijakan Neoliberal ini berdampak pada pencabutan subsidi vital bagi rakyat dan semakin menjauhkan rakyat, khususnya pekerja pada akses layanan kesehatan, pendidikan dan kebutuhan pokok yang semakin naik.

Data tahun 2008 menunjukkan bahwa upah yang diterima pekerja hanya mampu memenuhi 60-80% hidup layak. Jika harga kebutuhan pokok terus naik, maka upah pun akan semakin tidak mencukupi. Misalnya kita lihat di DIY, dimana UMP hanya sebesar Rp. 808.000 yang bahkan tidak mencukupi untuk hidup satu orang lajang. Sistem kerja kontrak dan outsourcing yang massif diberlakukan juga menempatkan pekerja dalam ketidakpastian masa depan dan juga keselamatan kerja tak terlindungi.

Yang harus dilakukan oleh pekerja saat ini adalah mengorganisir diri dalam serikat-serikat, karena hanya dengan berserikat maka pekerja dapat memperjuangkan haknya dengan terorganisir. Dan yang lebih penting pula adalah menggalang seluas-luasnya solidaritas antar pekerja dan gerakan rakyat lainnya agar perjuangan mencapai kesejahteraan dapat dilakukan bersama-sama demi pembebasan sejati rakyat.

Oleh karena itu, kami secara tegas menyatakan sikap :
  1. Mengecam tindakan brutal manajemen PT Carrefour yang telah memberikan sanksi bagi anggota SPCI.
  2. Mendukung aksi Mogok Kerja Nasional yang dilakukan oleh SPCI di seluruh Indonesia.
  3. Menyerukan kepada seluruh pekerja untuk memberikan solidaritas.

Yang bertanda tangan :
  • Komite Penyelamat Organisasi-Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO PRP) Yogyakarta, www.rakyatpekerja.org
  • Konfederasi KASBI Wilayah Yogyakarta, facebook: Kasbi Jogja
  • RESISTA-Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan, facebook: Resista
  • Simpul Taruni Rakyat, facebook: Simpul Taruni Rakyat
  • Kolektif Perempuan Pekerja Yogyakarta
  • Perhimpunan Pekerja Warnet-Konfederasi KASBI, facebook: Perhimpunan Pekerja Warnet
  • Solidaritas Pekerja PKBI, facebook: Solidaritas Pekerja PKBI DIY 
  • Perhimpunan Solidaritas Buruh
  • Komite Federasi Serikat Buruh Independen Indonesia
  • Perempuan Mahardika Wilayah Yogyakarta
  • Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia DIY-Jawa Tengah
  • Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional DIY-Jawa Tengah
  • Partai Rakyat Demokratik Yogyakarta
  • Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Yogyakarta
Jika organisasi Anda ingin memberikan solidaritas dan ingin turut serta menandatangani pernyataan sikap, mohon mengirimkan email ke: kpo_prp_jogja@yahoo.com

JGMK : Solidaritas Kepada Kawan - Kawan Serikat Pekerja Carrefour Indonesia - Konfederasi KASBI

Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (Resista Yogyakarta, Gerakan Mahasiswa Pro Demokrasi (Gema Prodem) Medan, Konsentrasi Mahasiswa Progresif (Koma Progresif) Samarinda, Barisan Pemuda dan Mahasiswa Progresif (BPMP) Sumbawa, Sentra Gerakan Mahasiswa Progresif (Sergap) Pol-Man, Front Mahasiswa Demokratik (FMD) Makassar).

Kepada Kawan-kawan SPCI-Konfederasi KASBI

Salam solidaritas...!!!

Pada tanggal 26 Agustus 2011 dimulai pukul 00.00 Wib hingga tanggal 28 Agustus 2011, seluruh elemen serikat pekerja PT Carrefour Indonesia-SPCI - Konfederasi KASBI akan mengadakan mogok secara nasional. Aksi ini adalah salah satu bentuk penolakan yang dilakukan oleh kelas buruh sebagai kelas yang menggerakkan perkonomian suatu perusahaan dan Negara. Aksi mogok nasional ini dilakukan untuk menuntut diselenggarakannya Referendum sebagai proses untuk memenangkan Perjanjian Kerja Bersama di PT. Carrefour Indonesia. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan cara yang dilakukan untuk mengatur hubugan dunia kerja dengan pemilik modal dan begitu jelas dibenarkan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan yang ada. Beberapa point dalam Perjanjian Kerja Bersama yang didorong oleh Serikat Pekerja Carrefour Indonesia adalah Penghapusan Kerja Paruh Waktu (PKWT) atau yang lebih dikenal dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing.

Dalam proses perjuangan yang mulia ini tentunya banyak mendapatkan jawaban represif dari para pemilik modal yang dimana kita ketahui bersama bahwa pemilik modal tidak akan segan-segan mempertontonkan sikap picik dan kekejamannya seperti pemberlakuan outsourcing pihak PT. Carrefour yang telah jelas-jelas melanggar perjanjian yang telah diberlakukan dengan para pekerja. Pihak PT. Carrefour juga telah memanipulasi pemungutan suara terkait dengan penetapan kerja bersama, hingga berujung pada pemberlakuan skorsing kurang lebih 500 pekerja PT. Carrefour Indonesia. Bahkan diantaranya juga telah dilakukannya Pemecatan Hak Kerja (PHK) karena menentang kebijakan dari perusahaan yang sejatinya merugikan pekerja itu sendiri.

Mogok kerja dan membentuk serikat pada tiap perusahaan adalah hak bagi setiap pekerja dalam dunia industrial dimana pekerja tersebut menempati tempat kerjanya. Bahkan dalam UU 13 tentang ketenagakerjaan telah diatur dan diberikan hak terhadap buruh untuk berserikat dan melakukan pemogokan jika tuntutan normatif buruh tidak dipenuhi oleh pihak perusaha tempat buruh bekerja. Dengan hal ini Pihak PT. Carrefour Indonesia telah nyata melanggar Undang Undang tersebut. Hak-hak normatif tersebut tidak dapat dipenuhi oleh pengusaha dan tidak hanya terjadi di PT Carrefour tapi juga menjadi kondisi umum pekerja di Indonesia. Upah rendah, ketiadaan jaminan kesehatan dan sosial serta represi terhadap serikat.

Pemberangusan serikat (Outsourcing) juga sering dijalankan oleh para pemilik modal menjadi gambaran umum bagi rakyat pekerja di Indonesia bahwa pemerintahan yang dibawah pimpinan rezim SBY-Budiono telah gagal mensejahterakan rakyatnya, seperti yang diamanatkan dalam UUD 45. Bahkan dalam setiap aksinya pemerintahan SBY-Budiono menunjukkan suatu sistem yang jauh dari amanat Undang-Undang Dasar tersebut. Karena sistem tersebut diadopsi dari sistem Neoliberalisme, yang menjadi musuh rakyat pekerja diseluruh dunia.

Perjuangan yang dilakukan oleh kawan-kawan Serikat Pekerja Carrefour Indonesia (SPCI) dalam bentuk aksi mogok kerja yang akan dijalankan pada tangal 26 Agustus 2011 kini adalah salah satu sikap nyata bahwa sistem kapitalisme tidak akan pernah bisa berpihak kepada rakyat pekerja, maka menjadi sebuah keharusan untuk menuntut hak-haknya, dan Negara harus bertanggung jawab untuk memberikan hak-hak tersebut. Namun hal itu tidak diindahkan oleh rezim yang hari ini menghamba kepada para pemilik modal.

Perjuangan yang dilakukan oleh pekerja PT Carrefour Indonesia adalah sebuah perjuangan yang harus didukung Oleh semua sektor Mahasiswa, Tani, Nelayan, Kaum miskin kota dan elemen gerakan lainnya untuk mengantarkan kekuasaan sepenuhnya kepada kelas pekerja dan Rakyat indonesia.

Kelas Buruh adalah salah satu soko guru dalam setiap perjalanan sejarah peradaban manusia. Kelas buruh juga adalah ujung tombak dari roda perekonomian, maka sudah seharusnya kelas buruh tersebutlah yang mengontrol roda perekonomian dari suatu perusahaan dan suatu Negara.

Maka oleh karena itu, kami menyatakan sikap sebagai bentuk solidaritas :
  1. Mendukung sepenuhnya aksi mogok nasional Serikat Pekerja Carrefour Indonesia-Konfederasi KASBI yang akan menuntut hak-hak normatifnya.
  2. Kebebasan berserikat adalah hak - hak setiap warga negara dan seluruh pekerja untuk menentukan nasib mereka sendiri.
  3. Secara tegas menolak segala bentuk penindasan dan penghisapan terhadap rakyat pekerja.
  4. Menyerukan kepada semua elemen gerakan Mahasiswa, seluruh pekerja dan elemen gerakan rakyat lainnya agar turut bersolidaritas terhadap penindasan yang dialami oleh pekerja PT. Carrefour Indonesia.
Persatuan gerakan harus terus di kobarkan selama penindasan dan penghisapan masih tercipta, karena dengan persatuan gerakan rakyatlah, maka kita akan mewujudkan cita-cita yang mulia yaitu dunia tanpa penghisapan dan penindasan dibawah kepemimpinan rakyat tertindas.

Belajar, Berorganisasi Dan Berjuang!

Yogyakarta, 25 Agustus 2011

Ketua
Daniel Pay Halim

Sekretaris Jendral
Nalendro Priambodo

Email: mahasiswa.indonesia@ymail.com
CP: +62 857 2925 2134, +62 852 5080 0567

Solidaritas Untuk Pemogokan Serikat Pekerja Carrefour Indonesia-Konfederasi KASBI di Yogyakarta

Pada hari Jumat, 26 Agustus 2011 sampai Minggu 28 Agustus 2011 seluruh pekerja PT Carrefour Indonesia akan melancarkan Pemogokan Nasional. Pemogokan ini dipimpin langsung oleh Serikat Pekerja Carrefour Indonesia-Konfederasi KASBI (SPCI-KASBI) secara nasional. Demikian juga DPC SPCI Ambarukmo Plaza Yogyakarta yang akan melancarkan pemogokan tersebut. Pemogokan ini adalah salah satu bagian dari perjuangan panjang SPCI-Konfederasi KASBI agar dipenuhinya hak-hak dan kesejahteraan pekerja PT Carrefour Indonesia. Salah satu tujuan besar perjuangan tersebut adalah penerapan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Dimana kemudian hak-hak dan kesejahteraan pekerja dapat lebih terjamin. Salah satu contoh dari point yang diperjuangkan dalam PKB tersebut adalah penghapusan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau lebih dikenal dengan sistem kerja kontrak. Demikian perjuangan tersebut terus menerus dihambat oleh PT Carrefour Indonesia.

Penerapan PKB tersebut seharusnya melalui proses yang demokratis dari seluruh pekerja PT Carrefour Indonesia, karena tindakan PT Carrefour Indonesia telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi dalam upayanya untuk menghambat penerapan PKB. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia adalah dengan menuntut semua kertas suara yang diberikan materai dan semua biaya tersebut dibebankan kepada SPCI-Konfederasi KASBI. Jika dalam hitungan nominal, terdapat sekitar 12 ribu pekerja PT Carrefour Indonesia, maka SPCI-Konfederasi KASBI akan dipaksa untuk mengeluarkan dana sebesar 72 Juta Rupiah. Hal ini tentunya akan sangat memberatkan bagi SPCI-Konfederasi KASBI yang bekerja di PT Carrefour Indonesia. Para pekerja juga harus mencantumkan identitasnya dalam proses pemungutan suara. Dengan demikian ketakutan akan mendapatkan intimidasi membuat para pekerja PT Carrefour Indonesia kini enggan untuk memilih. Kemudian PT Carrefour Indonesia setelah menggiring para pekerja PT Carrefour Indonesia untuk kesulitan, enggan memilih atau abstain membuat mekanisme dimana suara yang Abstain di klaim menjadi suara milik perusahaan tersebut.

Dalam proses perjuangan SPCI-Konfederasi KASBI terhitung berbagai represi yang telah dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia terhadap SPCI-Konfederasi KASBI. Adapun upaya tersebut berupa skorsing, kriminalisasi hingga PHK terhadap aktivis-aktivis SPCI-Konfederasi KASBI. Bahkan PT Carrefour Indonesia telah menciptakan istilah baru untuk menutupi tindakan anti serikatnya yaitu Surat Keputusan Berakhirnya Hubungan Kerja (SKBHK). Telah terhitung hingga kini kurang lebih dari 500 pekerja Carrefour yang berjuang menuntut haknya telah mengalami skorsing ataupun Pemecatat Hak Kerja (PHK). Semua tindakan represi yang dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia telah kita kenal baik dengan sebutan pemberangusan serikat (Union Busting).

Di Yogyakarta sendiri sejak pendirian SPCI Cabang Ambarukmo Plaza, pada tahun 2008 pihak manajemen PT Carrefour Indonesia berulang kali melakukan upaya pemberangusan serikat. Pengurus-pengurus DPC SPCI Plaza Ambarukmo diserang melalui berbagai cara seperti mutasi, skorsing ataupun pemecatan. Bahkan tidak lama berselang PT Carrefour Indonesia mencoba untuk mengkriminalisasikan anggota-anggota DPC SPCI Plaza Ambarukmo dengan tuduhan penganiayaan. Hal ini terlihat jelas ketika PT Carrefour Indonesia melalui kaki tangannya yaitu pengacara dari KOMANDO menuntut pengunduran diri di beberapa pengurus DPC SPCI Plaza Ambarukmo Yogyakarta, yang bahkan tidak berada di tempat penganiayaan yang dituduhkan.

Apa yang menjadi tuntutan dari SPCI-Konfederasi KASBI sejatinya berada dalam koridor hak-hak normatif buruh yang diatur dalam Undang-undang ketenagakerjaan. Sementara itu tindakan pemberangusan serikat yang dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia terhadap SPCI-Konfederasi KASBI telah melanggar hukum-hukum perburuhan. Demikian juga Mogok Nasional SPCI-Konfederasi KASBI yang akan dilancarkan pada hari Jumat 26 Agustus 2011 sudah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

Sangat sulitnya hukum yang ada melindungi kelas buruh di saat ini, disatu sisi begitu mudahnya hukum mengabaikan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kelas pemilik modal tidak terlepas dari kekuasaan politik yang masih berada ditangan kelas pemilik modal. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan akan selalu menguntungkan kelas pemilik modal sementara menindas kaum buruh.

Hal ini menegaskan bahwa kesejahteraan kelas buruh hanya bisa didapat dari perjuangan dan kekuatan kelas buruh itu sendiri. Demikian nantinya buruh tidak dapat berjuang sendirian namun harus berada dalam persatuan dengan kelas buruh lainnya. Pemogokan yang akan dilancarkan juga akan menunjukan bahwa yang menjalankan roda suatu perekonomian adalah kelas buruh dan bukan para pemilik modal. Kelas buruh tersebut yang akan mengeluarkan keringat dan tenaga untuk membangun gedung-gedung, mendistribusikan barang-barang, menghasilkan makanan dan lain sebagainya…pendeknya, kelas buruhlah yang membangun bangsa ini bukan para pemilik modal yang senantiasa menindas hak – hak dari kelas buruh.
Untuk itu, kami dari Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO-PRP) Yogyakarta, menyatakan sikap :
  1. Mendukung sepenuhnya Mogok Nasional Serikat Pekerja Carrefour Indonesia-Konfederasi KASBI
  2. Penindasan yang dilakukan oleh kapitalisme-neoliberal hanya dapat dihancurkan oleh persatuan seluruh kelas buruh. Oleh karena itu seluruh elemen gerakan buruh dan rakyat Indonesia harus merapatkan barisan dan bergerak bersama.
  3. Perlawanan yang harus dilakukan harus terus menerus mendorong perlawan yang besar dalam bentuk pemogokan nasional, aksi kawasan industri dan aksi multisektor. Dengan berbasiskan pada isu-isu mendasar rakyat. Demikian pula mendorong terjadinya pembangunan kekuatan politik riil yang mampu menghadapi kekuatan pemilik modal yang sudah bangkrut.
Pada akhirnya, selama kekuasaan politik masih terus berada ditangan para pemilik modal maka kebijakan akan selalu menindas kelas buruh dan rakyat Indonesia. Hanya dengan Sosialisme, di bawah kekuasaan politik kaum buruh dan rakyat lainnya-lah, kesejahteraan dapat kita raih dengan layak dan seadil-adilnya sesuai dengan cita-cita serta tujuan perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Krisis Global Kapitalisme!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!


Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KPO - PRP)

Yogyakarta, 24 Agustus 2011

Ketua
Akbar Rewako, S.IP 

Sekretaris
Arsih Suharsih, S.IP
+62857 29746458

Komite Aksi Bersama untuk Rakyat Tiaka : Usut Tuntas Pembunuhan Rakyat Tiaka

“Usut Tuntas Pembunuhan Rakyat Tiaka dan Berikan Hak Pengelolaan Sumber Daya Alam Pada Rakyat Bukan Pada Pemodal. Kekerasan masih menjadi senjata utama pemerintahan SBY-Boediono dalam menjawab tuntutan rakyat".

Kolaborasi antara perusahaan-perusahaan super profit dengan institusi negara (eksekutif, aparat, pemerintah, dll) berlangsung begitu harmonis dalam memberikan pengamanan ekstra untuk kelangsungan eksploitasi kekayaan alam. Arogansi aparat keamanan di Blok Tiaka Kab. Morowali menunjukkan bahwa perusahaan yang sedang mengeksploitasi sumber daya alam (berikut manusianya) menggunakan intitusi kekerasan negara untuk mengamankan perusahaan dari pergolakan rakyat yang lambat laun menyadari bahwa mereka (perusahaan-perusahaan tersebut - koorporasi dan negara) merupakan sumber dari kesengsaraan mereka. Kekerasan militer terhadap rakyatnya sudah terlalu sering terjadi. Insiden di Kab. Morowali merupakan rangkaian panjang kejahatan aparat kemanan yang akan terus ada.

Pemerintahan yang mekanistik dan represif sampai saat ini masih terwariskan dengan baik sejak orba tumbang. Negara makin menjadi kolaborator yang kepentingannya sangat sesuai dengan keputusan modal/investasi. Sedangkan, penguasa sendiri yang mengklaim kekuasaannya demi kepentingan bangsa makin tak bisa dibedakan dengan pemilik perusahaan itu sendiri.

Pergerakan ratusan warga yang dimulai pada 20 Agustus 2011 bertujuan untuk menuntut pemenuhan hak-hak rakyat sejak perusahaan PT Medco mengolah dana Commodity Development (CD), Pemberdayaan Tenaga Kerja Lokal dan Dana Pendidikan. Perusahaan yang telah menjanjikan beberapa fasilitas umum (sejak 2008 silam) tersebut (termasuk penyediaan listrik) tidak pernah merealisasikannya. Sementara, Pihak PT. Pertamina (selaku operator) dan PT. Medco E&P Tomori Sulawesi (selaku kontraktor) pun tidak pernah menemui warga yang sedang menuntut demi kesejahteraannya. Padahal, kerjasama eksploitasi antara PT. Pertamina dan PT. Medco (anak perusahaan PT. Medco Energi International Tbk) di lapangan minyak Tiaka lepas pantai Teluk Tolo, Sulawesi Tengah tersebut telah memproduksi 3,8 juta barel minyak mentah sejak beroperasi bulan Juli 2005 lalu.

Sebagai masyrakat yang menggantungkan sumber kehidupan dari hasil laut dan sejak PT. Medco beroperasi, masyarakat nelayan telah mengalami kesulitan karena laju geraknya terbatas oleh areal penambangan minyak. Ini pula salah satu penyebab nelayan tidak beranjak dari kemiskinan. Padahal, Mahkama Konstitusi juga telah memutuskan bahwa negara harus memenuhi dan menjamin hak-hak konstitusional nelayan sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, yakni (1) hak untuk melintas (akses melaut); (2) hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat; dan (3) hak untuk mengelola sumber daya kelautan dan pesisir berdasarkan tradisi dan kearifan lokal yang telah dijalani secara turun-temurun. Bersama dengan penegasan hak-hak konstitusional nelayan itulah, Mahkama Konstitusi membatalkan HP-3 (Hak Pengusaha Perairan Pesisir) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana diatur sebelumnya di dalam UU nomor 27 tahun 2007.

Rakyat/manusia, yang saat ini telah berhasil diorganisasikan secara sosial dalam hubungan produksi kapitalis, semakin rendah daya tawarnya jika mereka (seluruh pekerja yang menopang hidupnya kapitalisme) tidak memberikan perlawanan untuk menghancurkan lajunya proses produksi penindasan tersebut. Maka, pengorganisiran perlawanan seluruh pekerja menjadi keharusan untuk menjawab persoalan bagaimana menghentikan dominasi kekuasaan modal dan negara yang merugikan rakyat banyak. Dalam hal ini, Kami dari Komite Aksi Bersama untuk Solidaritas Tiaka sangat memberikan apresisi positif terhadap perlawanan gerakan rakyat di Kab. Morowali (Sulawesi Tengah) dengan memberikan dukungan penuh secara politik. Dan kami meyakini bahwa, perjuangan rakyat di Kab. Morowali yang sedang menuntut PT. Medco, harus terus-menerus menggugat apa yang menjadi dasar dari penindasan rakyat tersebut, termasuk juga menuntut (secara politik) tanggung jawab kekuasaan negara atas kesejahteraan dan tindak kekerasan yang terjadi. Selain itu, solidaritas antar gerakan rakyat dalam makna meluaskan pengaruh perlawanan terhadap kekuatan modal dan negara yang menindas, akan menjadi penting sebagai penyatuan kekuatan secara politik untuk mengambil-alih kekuasaan negara di tangan rakyat.

Kebutuhan prinsip kemandirian politik di tengah-tengah situasi bahwa: sejak runtuhnya feodalisme, elite politik kita telah kehilangan kapasitas untuk melawan kekuatan penjajah modal sehingga membuat kepentingan kapitalis dalam negeri (elit politik) terhadap ‘nasionalisme’ sangat minim, apalagi jaka nasionalismenya berwujud menjadi program Nasionalisasi Industri, Pembangunan (Industrialisasi) Nasional yang tangguh & benar-benar bebas dari dominasi mekanisme (aturan main) ekonomi kapitalis-neoliberal, penghapusan utang, dll. Oleh karena itu, tidak mungkin pula menyandarkan amanat perubahan kepada elite dan partai politik yang saat ini ada. Maka, rakyat haruslah memilih perlawanan politiknya sendiri menjadi alternatif dan mandiri, termasuk juga mandiri dari kekuatan-kekuatan politik lama. Maka dalam aksi solidaritas kami saat ini, kami menungutuk keras tindakan tidak semena-mena atas penembakan olah aparat Kepolisian terhadap warga yang mengakibatkan 2 orang tewas dan menangkap 22 orang termasuk 5 orang yang tertembak dan 17 orang warga yang belum ada kejelasan keberadaannya . Kamipun mendesak dan menuntut segera :
  1. POLRI untuk mebebaskan seluruh warga yang ditahan
  2. Memberikan pengobatan secepatnya terhadap korban yang tertembak dan luka-luka dibawah perlindungan tanpa intimidasi
  3. POLRI menjelaskan 17 warga yang belum diketahui keberadaannya
  4. Menindak aparat pelaku penembakan dan komandan lapangan
  5. Menuntut mundur kapolres Morowali
  6. Meminta Komnas HAM untuk mengusut tuntas tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat
  7. Menuntut diberhentikannya operasi PT. Medco sampai dengan adanya kesepakatan baru dengan warga
  8. Pengelolaan sumber daya alam oleh rakyat
Jakarta , 25 Agustus 2011
Komite Aksi untuk Solidaritas Tiaka
(WALHI, PARTAI PEMBEBASAN RAKYAT, KPO-PRP, SBTPI, FBLP, PPBI, PEMBEBASAN, KSN, PEREMPUAN MAHARDHIKA, PPRM)

Sebelum Mogok, Ratusan Anggota SPCI-KASBI Tuntut Kedubes Perancis Tindak Carrefour

Rabu, 24 Agustus 2011

Jelang pemogokan nasional yang dimulai pada Jumat (26/8/2011), ratusan anggota Serikat Pekerja Carrefour Indonesia (SPCI), serikat buruh anggota Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), menggelar demonstrasi di Kedutaan Besar Perancis (Senin, 22/8/2011). Lokasi tersebut dipilih mengingat Perancis merupakan sentral modal pusat layanan belanja ini.

Massa aksi SPCI-KASBI yang berjumlah sekitar 150an orang berasal dari berbagai gerai Carrefour di Jakarta. Bergerak dari dua lokasi (Carrefour Cempaka Mas dan MT. Haryono), sekitar pukul 10.00 WIB tiba di Bundaran HI. Setelah berkoordinasi, sejam kemudian demonstran bergerak ke Kedubes Perancis, Jl MH Thamrin 20, Menteng, Jakarta Pusat.

Setiba di gerbang utama, sejumlah aktivis SPCI-KASBI langsung menyampaikan orasi, termasuk kecaman keras terhadap pemerintah Perancis yang bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung atas tindakan intimidasi, skorsing bahkan PHK oleh Carrefour terhadap pekerjanya.

Aksi dipimpin oleh Yahya dan Bona. Mereka tanpa kenal lelah mengumandangkan seruan perjuangan dan yel-yel demi menyemangati peserta aksi.

Hadir juga untuk mendukung aksi SPCI-KASBI dari KASBI Wilayah Jakarta, Sultoni, yang mendukung penuh aksi dan perlawanan SPCI serta mengecam tindakan manajemen Carrefour. Sultoni pun meminta pihak Perancis ikut bertanggung jawab dengan mendesak Carrefour Indonesia menghentikan semua tindakan antiserikat yang dilakukan terhadap pekerja yang berserikat

Sekitar pukul 13.15 WIB, delegasi akhirnya diterima oleh pihak Kedubes Perancis. Delegasi sejumlah empat orang berasal dari anggota SPCI-KASBI dan Pengurus Pusat KASBI. Massa dengan bersemangat menyanyikan lagu perjuangan, dan menunjukkan simbol-simbol carefour yang telah di siapkan demi melepas delegasi menemui pihak kedutaan.

Hasil pertemuan dengan Kedubes Perancis pun keluar 45 menit kemudian. Disampaikan Abdulrahman, Sekjen KASBI, pihak Perancis berjanji akan menindaklanjuti tuntutan pendemo dengan merencanakan menyampaikan surat kepada pihak Carrefour Indoneia atas persoalan yang ada.

Sebagaimana diketahui, pekerja Carrefour yang dipimpin SPCI-KASBI akan menggelar pemogokan nasional selama tiga hari semenjak 26 Agustus 2011. Aksi ini dimaksudkan untuk memaksa pihak Carreforu memenuhi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) menyangkut pelarangan sistem kerja kontrak di waralaba asal Perancis ini
.
Belum lagi mogok terlaksana, pihak Carrefour merespons rencana ini dengan tindakan semena-mena berupa intimidasi dan skorsing terhadap para anggota SPCI-KASBI. (Sul)

JGMK : Kebebasan Akademik Adalah Hak Setiap Pelajar!

(Resista Yogyakarta, Gerakan Mahasiswa Pro Demokrasi Medan (Gema Prodem), Konsentrasi Mahasiswa Progresif Samarinda (Koma Progresif), Barisan Pemuda dan Mahasiswa Sumbawa (BPMP), Sentral Gerakan Mahasiswa Progresif Polman (Sergap), Front Mahasiswa Demokratik Makassar (FMD)

Rebut Kebebasan Akademik!
Tegakkan Demokratisasi Kampus!


Kampus yang seharusnya menjadi wadah mencetak mahasiswa/i intelektual berkualitas serta berkarakter kerakyatan adalah dambaan bagi semua orang, dimana segala macam aktifitas yang dibangun oleh Civitas Akademika mampu menunjang kemampuan setiap peserta didiknya bukan hanya memahami tentang teori yang di ajarkan di bangku perkuliahan namun juga diajak untuk mempraktekanya di lapangan agar mampu diterapkan dalam membantu mengembangkan serta menciptakan inovasi yang berguna dalam memajukan peradaban suatu bangsa.

Dan tentunya kemampuan mahasiswa secara akademik juga harus di barengi dengan kegiatan kemahasiswaan yang ilmiah,demokratis serta berkarakter kerakyatan demi mewujudkan iklim dunia kemahasiswaan yang dinamis. Di tengah tengah semakin masifnya arus liberalisasi dan komersialisasi dunia pendidikan yang termanifestasikan dalam berbagai paket kebijakan pemerintah mulai dari UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 serta RUU Perguruan Tinggi sebagai rancangan UU pengganti UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) yang mana jika RUU Perguruan Tinggi ini disahkan selain membuat biaya pendidikan menjadi mahal karena pemerintah melepaskan tanggung jawabnya pada mekanisme pasar bebas dan juga menyimpan bahaya laten salah satunya adalah pemberangusan organisasi kemahasiswaan khususnya organisasi gerakan mahasiswa.

Pasalnya, orientasi pendidikan bukan lagi menciptakan intelektual intelektual organik yang siap untuk mengabdi bagi kepentingan rakyat namun lebih diarakan untuk kebutuhan kapitalisme dalam upaya menciptakan robot robot terdidik murah siap pakai. Semangat individualisme yang terus ditanamkan di kampus menghancurkan semangat solidaritas dan kepekaan terhadap realitas sosial yang ada. Kampus kampus hanya di isi oleh mereka yang mampu secara finansial sehingga bagi mereka yang miskin kesempatan memperoleh pendidikan gratis,berkualitas serta demokratis hanya dalam angan angan, terlebih lagi bagi mereka yang berkepentingan membangun gerakan mahasiswa yang berperspektif kerakyatan.

Gerakan mahasiswa terlebih yang berkarakter kerakyatan senantiasa di berangus karena bertentangan dengan kepentingan rezim neolib SBY-Boediono dalam upaya liberalisasi semua sektor yang mengatur hajat hidup orang banyak yang salah satunya yaitu sektor Pendidikan. Kondisi inilah yang terjadi dalam dunia pendidikan kita, di tengah tengah mahalnya biaya pendidikan, sulitnya memperoleh pendidikan ilmiah, iklim akademis yang makin lama makin tidak demokratis di tambah dengan upaya pemerintah melalui aparatus aparatus negara dan kebijakanya yang senantiasa menghancurkan gerakan gerakan mahasiswa yang fokus memperjuangkan hak normatifnya.

Tindakan pemberangusan seperti ini yang telah dilakukan pihak birokrasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) terhadap kawan kawan RESISTA dalam pendirian posko/stand sosialisasi kepada mahasiswa baru di UAJY. Dengan alasan bahwa RESISTA adalah organisasi mahasiswa eksternal dan inisiasi Penyambutan mahasiswa baru 2011 yang sudah di siapkan matang matang oleh mahasiswa UAJY dimana ini menjadi agenda tahunan kemahasiswaan kepanitiaanya diambil alih oleh birokrasi kampus dengan alasan klasik bahwa agenda penyambutan mahasiswa ini di jadikan ajang ospek dan ajang melakukan kegiatan yang semena mena pada mahasiswa baru.

Ini makin jelas menampakan bahwa cara pandang pendidik kita khususnya birokrasi kampus UAJY dalam memandang organisasi mahasiswa sangatlah sempit seolah meniadakan keberadaan organisasi mahasiswa lain selain organisasi mahasiswa intra kampus, seolah kita kembali di bawa pada masa orde baru yang menerapkan kebijakan NKK/BKK yang membawa dunia kampus ke ajang depolitisasi,selanjutnya juga tampak arogansi dari petinggi kampus UAJY mulai dari tidak di berikanya ruang bagi RESISTA untuk membuka stand sosialisasi dengan berbagai alasan dan praktek praktek birokratisme yang mencerminkan betapa ruwetnya birokrasi kita serta pengambilan keputusan sepihak dalam pelaksanaan penyambutan mahasiswa baru, hal hal tersebut merupakan bentuk konkrit bahwa birokrasi kampus di Indonesia khususnya UAJY sangat arogan dan tidak demokratis, khusunya dalam upaya membangun budaya kemahasiswaan.

Maka oleh karena itu kami dari Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (JGMK) dengan ini menyatakan sikap :
  1. Kebebasan berorganisasi adalah hak setiap mahasiswa di kampus dan segala bentuk tindakan pemberangusan organisasi adalah pelanggaran Hak Azazi Manusia
  2. Hapus segala bentuk diskriminasi dan praktek praktek pemberangusan organisasi mahasiswa di Universitas Atma Jaya Yogyakarta
  3. Menuntut Birokrasi Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta segera memberikan kebebasan berorganisasi bagi kawan kawan RESISTA dan kawan kawan organisasi lainya.
  4. Wujudkan pendidikan yang Gratis, Demokratis, Ilmiah, dan Berivisi Kerakyatan
Yogyakarta, 20 Agustus 2011

Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan
( JGMK )

Badan Pekerja Nasional

Ketua
Daniel Pay Halim
(085729252134)

Sekretaris Jendral
Nalendro Priambodo
(085250800567)

Carrefour Indonesia Secara Brutal Melakukan Intimidasi dan Pelanggaran HAM Terhadap Pekerja

Kepada Yth :
Presiden Republik Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia c.q. Komisi IX
Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia
Kepolisian Republik Indonesia
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Media Massa Elektronik dan Cetak
Seluruh Masyarakat Indonesia

Dengan hormat,

Sehubungan dengan akan dilakukannya aksi mogok nasional yang akan dilakukan oleh Serikat Pekerja Carrefour Indonesia (SPCI-KASBI) dan karyawan Carrefour pada tanggal 26 hingga 28 Agustus 2011 dan adanya tanggapan dari pihak manajemen Carrefour Indonesia sebagaimana terungkap melalui berbagai media massa tentang keinginan manajemen Carrefour Indonesia untuk melakukan itikad baik dan menyelesaikan masalah secara bipartite, maka ada beberapa hal yang perlu kami jelaskan dan kabarkan mengenai fakta-fakta dan kondisi terakhir yang berkembang :
  1. Bahwa pada kenyataannya hingga hari ini tanggal 20 Agustus 2011 atau 4 hari sejak diberitahukan mengenai aksi mogok nasional oleh SPCI secara patut dan sesuai prosedur, manajemen telah melakukan tindakan represi dan intimidasi dengan mengeluarkan sanksi kepada anggota SPCI yang akan melakukan aksi mogok dengan memasang pita hitam dan merah sebagai simbol persiapan mogok. Tindakan represi dan intimidasi dengan melakukan sanksi secara massal kepada anggota SPCI –KASBI merupakan pembuktian bahwa pernyataan dari perusahaan mengenai itikad baik dan keinginan menyelesaikan masalah secara bipartite adalah kebohongan besar kepada publik.
  2. Sanksi yang dilakukan oleh manajemen ini dilakukan berdasarkan instruksi internal dari HRD Head Office PT. Carrefour Indonesia berupa surat edaran atau lotus note yang dialamatkan pada seluruh Store Manager dan jajarannya untuk memberikan sanksi kepada anggota SPCI-KASBI dengan alasan penggunaan pita yang dilarang dalam Peraturan Perusahaan. Padahal penggunaan simbol dalam menuju aksi mogok nasional adalah hal yang lumrah dan sudah diberitahukan dalam surat pemberitahuan mogok nasional serta justru merupakan bagian dari pemberitahuan kepada publik mengenai aksi mogok yang direncanakan. Penggunaan simbol ini juga sangat lumrah bila kita melihat aksi-aksi mogok yang dilakukan sebelumnya, seperti penggunaan simbol pin dalam kasus mogok karyawan Garuda Indonesia.
  3. Dalam pelaksanaannya, secara massif store manajer melakukan sanksi surat peringatan dan terus berjenjang hingga skorsing kepada hampir lebih dari 500 orang anggota SPCI-KASBI dimana pemberian sanksi ini dilakukan secara brutal dan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai gambaran kasus, pemberian sanksi Surat Peringatan I (SP 1) dilakukan dengan melakukan intimidasi dan pemotretan. Satu jam kemudian pekerja yang sama diberikan SP 2 dan dilanjutkan SP 3 pada hari yang sama. Hari berikutnya pekerja tersebut dijatuhi sanksi skorsing. Jelas praktek yang dilakukan manajemen merupakan tindakan intimidasi dan menginjak-injak ketentuan hukum yang berlaku.
  4. Bahwa pada saat bersamaan, manajemen (Head Office via HRD) mengeluarkan ancaman untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pengurus DPP SPCI-KASBI yang dilakukan secara terbuka dan via sms. Tindakan ini jelas menyimpangi hak buruh untuk mogok dan larangan kepada pengusaha untuk menghalang-halangi dan melakukan tindakan balasan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) Pasal 144 yang berbunyi sebagai berikut ;
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaiman dimaksud Pasal 140, Pengusaha dilarang (a) Mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja mengganti dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan, atau (b) memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah mogok kerja.

Kemudian di Pasal 187 ayat (1) berbunyi : Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit 10.000.000 (sepuluh juta) dan paling banyak 100.000.000 (seratus juta) rupiah, ayat (2) tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
  1. Bahwa tindakan manajemen Carrefour Indonesia ini menunjukkan sikap anti serikat dan praktek pemberangusan serikat yang merupakan tindak pidana berdasarkan UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh Pasal 28 Junto Pasal 43.
  2. Bahwa tindakan manajemen Carrefour Indonesia menunjukkan praktek perusahaan yang tidak mematuhi peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan telah mencoreng nama baik perusahaan itu sendiri.
Berlandaskan pada fakta dan situasi tersebut, maka kami DPP SPCI-KASBI dan Pengurus Pusat Konfederasi KASBI menyatakan sikap:
  1. Bahwa tindakan manajemen dengan melakukan intimidasi dan represi terhadap anggota SPCI-KASBI yang akan melakukan mogok nasional adalah perbuatan yang melanggar hukum dan peraturan perundangan yang berlaku.
  2. Bahwa tindakan tersebut juga merupakan tindakan pidana pemberangusan serikat buruh yang diatur dalam UU No. 21 tahun 2000 tentang Seikat Buruh.
  3. Bahwa tindakan manajemen PT. Carrefour Indonesia patut diduga merupakan tindakan pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis.
  4. Bahwa kami menolak seluruh sanksi yang dijatuhkan dan akan menempuh proses hukum mengenai tindakan brutal manajemen PT. Carrefour Indonesia.
  5. Bahwa kami akan tetap dalam satu kesatuan sikap dan tindakan untuk melakukan mogok nasional pada tanggal 26 hingga 28 Agustus 2011 sebelum adanya upaya penyelesaian mengenai tuntutan kami sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang berlaku.
Untuk itu kami meminta kepada pihak yang berwenang di Indonesia untuk:
  1. Kepada Presiden Republik Indonesia untuk memerintahkan seluruh jajarannya agar segera menangani dan menghentikan intimidasi dan represi sistematis yang dilakukan oleh manajemen PT. Carrefour Indonesia kepada anggota SPCI-KASBI sebagai implementasi dari perlindungan negara terhadap warga negara dan khususnya kaum buruh Indonesia.
  2. Kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk pengawasan dan pemanggilan kepada Manajemen PT. Carrefour Indonesia atas tindakannya yang anti serikat dan melanggar aturan perburuhan di Indonesia.
  3. Kepada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk segera memanggil dan memproses manajemen PT. Carrefour Indonesia atas tindakan brutal dan pelanggaran atas ketentuan peraturan perundangan di bidang ketenagakerjaan.
  4. Kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk segera melakukan proses penyelidikan dan penyidikan sehubungan dengan dugaan tindak pidana pemberangusan serikat sesuai dengan ketentuan UU No. 21 tahun 2000.
  5. Kepada Komnas HAM untuk segera memanggil Manajemen PT. Carrefour Indonesia atas dugaan pelanggaran hak-hak berserikat yang merupakan Hak Asasi Manusia secara sistematis.
  6. Kepada media massa cetak dan elektronik untuk memberitakan mengenai fakta dan situasi yang sedang berlangsung sebagai implementasi dari prinsip pemberitaan yang berimbang.
  7. Kepada Masyarakat Indonesia, kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang mungkin timbul dari permasalahan yang terjadi di PT. Carrefour Indonesia dan rencana mogok kerja pada tanggal 26 sampai 28 Agustus 2011 serta mengharapkan dukungan dari masyarakat atas sikap kami yang menuntut apa yang menjadi hak kami sebagai kaum buruh Indonesia.
Demikian pers release ini kami buat, agar masyarakat luas dapat mengetahui dan memahami apa yang sesungguhnya terjadi di PT. Carrefour Indonesia.

Jakarta, 20 Agustus 2011

Pengurus Pusat
Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia
(Konfederasi KASBI)

Ketua Umum
Nining Elitos 

Sekretaris Jenderal
Abdul Rahman

Dewan Pimpinan Pusat
Serikat Pekerja Carrefour Indonesia
(SPCI-KASBI)

Ketua Umum
Imam Setiawan

Solidaritas KPO-PRP Karawang untuk Serikat Pekerja Carrefour Indonesia (SPCI) Karawang

Selasa, 23 Agustus 2011

Negara menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28, Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Dengan Hormat,

Komite Penyelamat Organisasi KPO PRP Karawang adalah bagian dari perjuangan gerakan buruh di Indonesia. Segala bentuk pelarangan aktivitas serikat buruh adalah tindakan melawan konstitusi. Sudah cukup jelas bahwa negara pun memberikan jaminan dan perlindungan terhadap warga negaranya yang mengeluarkan pendapat.

Berdasarkan kronologi yang kami terima, bahwa telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia, yaitu: melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap Sdr. Pakpin Sinaga (Staf Advokasi DPP SPCI), adanya rentetan surat peringatan ke-1, 2, 3 dan surat skorsing dalam waktu yang sangat cepat (tidak sesuai UU No 13/2003) terkait solidaritas pemakaian pita hitam terhadap Sdr. Pakpin Sinaga, adanya pelanggaran terhadap sistem kerja PKWT, serta adanya pelanggaran terhadap kebebasan berserikat.

Atas peristiwa PHK sepihak terhadap Sdr Pakpin Sinaga, anggota SPCI menyatakan solidaritas dengan pemakaian pita hitam, namun pihak PT. Carrefour Indonesia memberikan ancaman kepada semua anggota SPCI, termasuk anggota dan pengurus SPCI Karawang dengan ancaman akan memberikan sanksi. Tindakan yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia merupakan tindakan menghalangi-halangi kebebasan dalam berserikat.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka kami Komite Penyelamat Organisasi KPO PRP Karawang menyatakan dukungan solidaritas untuk kawan-kawan Serikat Pekerja Carrefour Indonesia (SPCI) umumnya dan SPCI Karawang pada khususnya dalam pemakaian pita sebagai bentuk solidaritas serta pelaksanaan mogok nasional yang akan diselenggarakan pada tanggal 26-28 Agustus 2011 dan mengecam tindakan PT. Carrefour Indonesia.

Sehubungan dengan hal tersebut, Komite Penyelamat Organisasi KPO PRP Karawang menyampaikan pernyataan sikap sebagai berikut :
  1. Kepada Kepala Disnaker Karawang agar segera melakukan pemanggilan kepada store manager Carrefour Karawang terhadap upaya pelarangan dalam kebebasan berserikat.
  2. Kepada Pimpinan Perusahaan untuk segera mencabut surat PHK sepihak terhadap sdr. Pakpin Sinaga serta mempekerjakan kembali dan membayar upah secara penuh.
  3. Kepada Pimpinan Perusahaan untuk segera mencabut surat skorsing terhadap anggota dan pengurus SPCI
  4. Hapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing
  5. Beri kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat terhadap anggota dan pengurus SPCI
Demikian pernyataan sikap dan surat dukungan solidaritas dari kami sampaikan. KPO PRP Karawang akan tetap berkomitmen untuk persatuan dan perjuangan buruh di Indonesia melawan penindasan terhadap buruh.

Karawang, 19 Agustus 2011

Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KPO-PRP) Karawang

Rusmita 
Ketua

Fitriyanti
Sekretaris

Tembusan :
  1. BPN KPO
  2. Head Office
  3. Bupati Karawang
  4. Ketua Komisi D Karawang
  5. SPA FSPEK-KASBI
  6. DPP SPCI

Solidaritas dan Dukungan untuk Pemogokan Nasional Serikat Pekerja Carrefour Indonesia-Konfederasi KASBI

“…Sehari saja kawan, Kalau kita mogok kerja. Dan menyanyi dalam satu barisan. Sehari saja kawan, Kapitalis pasti kelabakan!!” (Wiji Thukul)

Terhitung mulai Jumat, 26 Agustus 2011 pukul 00:00 WIB, seluruh pekerja PT Carrefour Indonesia akan melancarkan pemogokan nasional yang dipimpin oleh Serikat Pekerja Carrefour Indonesia (SPCI)-Konfederasi KASBI. Pemogokan nasional ini buah dari proses dan perjuangan panjang SPCI-Konfederasi KASBI, yang sejak berdirinya hingga kini hadir demi kesejahteraan pekerja di PT Carrefour Indonesia. Secara legal formal bahkan telah disepakati adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang di dalamnya memuat sistem kerja kontrak di PT Carrefour Indonesia.

Dalam proses perjuangan tersebut terhitung berbagai represi sudah dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia terhadap SPCI-Konfederasi KASBI. Upaya tersebut dari memanipulasi pemungutan suara terkait penetapan PKB, skorsing, kriminalisasi hingga PHK terhadap aktivis-aktivis SPCI-Konfederasi KASBI. Bahkan PT Carrefour Indonesia telah menciptakan istilah baru untuk menutupi tindakan anti serikatnya yaitu Surat Keputusan Berakhirnya Hubungan Kerja atau SKBHK. Terhitung hingga kini kurang lebih 500 pekerja Carrefour yang berjuang menuntut haknya telah mengalami skorsing ataupun PHK. Semua tindakan represi yang dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia telah kita kenal baik dengan sebutan pemberangusan serikat.

Apa yang menjadi tuntutan dari SPCI-Konfederasi KASBI sejatinya berada dalam koridor hak-hak normatif buruh yang diatur dalam undang-undang. Demikian juga Mogok Nasional SPCI-Konfederasi KASBI yang akan dilancarkan pada hari Jumat 26 Agustus 2011 sudah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Sementara itu tindakan pemberangusan serikat yang dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia terhadap SPCI-Konfederasi KASBI telah melanggar hukum-hukum perburuhan.

Kenapa penindasan terhadap kelas buruh masih saja terjadi tidak terlepas tatanan kapitalisme-neoliberal yang dijalankan oleh Rejim SBY-Boediono. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan bukan saja tidak memperdulikan kelas buruh dan rakyat Indonesia namun jelas-jelas menindas.

Namun tidaklah mungkin buruh berjuang sendirian secara khusus karena tingkat pengangguran yang sangat tinggi di Indonesia. Jika buruh menuntut upah atau kesejahteraan secara sendirian maka pemilik modal dapat dengan mudah mengusirnya karena banyak pengangguran yang masih membutuhkan pekerjaan bahkan dengan upah yang rendah sekalipun.

Tingkat kesejahteraan dari kelas buruh ditentukan dari perjuangan kelas antara kelas buruh dengan pemilik modal. Jika individu buruh sama sekali tidak memiliki kekuatan di hadapan pemilik modal maka jelas bahwa buruh harus berjuang secara bersama-sama untuk menuntut kesejahteraan mereka.

Setiap pemogokan akan mengingatkan kelas pemilik modal bahwa adalah kelas buruh dan bukan pemilik modal yang berkuasa. Bahwa adalah kelas buruh yang sejatinya menjalankan roda perekonomian. Setiap pemogokan mengingatkan kelas buruh bahwa posisi mereka bukannya tidak berdaya, bahwa mereka tidak sendirian. Setiap pemogokan juga akan mengingatkan bahwa kekuatan kelas buruh terletak pada persatuannya.

Untuk itu, kami dari Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO – PRP), menyatakan:
  1. Mendukung sepenuhnya Mogok Nasional Serikat Pekerja Carrefour Indonesia-Konfederasi KASBI
  2. Penindasan kapitalisme-neoliberal hanya dapat dihancurkan oleh persatuan seluruh kelas buruh. Oleh karena itu, seluruh elemen gerakan buruh dan rakyat Indonesia harus merapatkan barisan dan bergerak bersama.
  3. Perlawanan yang harus dilakukan harus terus menerus mendorong perlawan yang besar dalam bentuk pemogokan nasional, aksi kawasan industri dan aksi multisektor. Dengan berbasiskan pada isu-isu mendasar rakyat. Demikian pula mendorong terjadinya pembangunan kekuatan politik riil yang mampu menghadapi kekuatan pemilik modal yang sudah bangkrut.
Pada akhirnya selama kekuasaan politik masih terus berada di tangan para pemilik modal maka kebijakan akan selalu menindas kelas buruh dan rakyat Indonesia. Hanya dengan Sosialisme, di bawah kekuasaan politik kaum buruh dan rakyat lainnya-lah, kesejahteraan dapat kita raih dengan layak dan seadil-adilnya sesuai dengan cita-cita serta tujuan perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Krisis Global Kapitalisme!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!

Badan Pekerja Nasional
Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KPO - PRP)

Jakarta, 23 Agustus 2011

Ketua
Mahendra Kusumawardhana (085716280745)

Sekretaris Jenderal
Asep Salmin

Koma Progresip : 66 Tahun Merdeka, Pendidikan Makin Mahal

Kamis, 18 Agustus 2011

Rabu Pagi (17/8/2011), cuaca sedang tidak bersahabat, hujan lebat menguyur bundaran Lembuswana, Samarinda Kalimantan Timur. Tetapi situasi ini tidak mengurungkan niat kawan-kawan Konsentrasi Mahasiswa Progresif (Koma Progresip) untuk “Mengadu Kepada Rakyat Indonesia”, tepat disaat peringatan ke-66 detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah cukup dekat dengan barisan mereka, barulah rakyatpekerja.org mengetahui apa yang mereka adu-kan kepada Rakyat Indonesia, 66 Tahun Merdeka, Pendidikan Makin Mahal!

Bocil, pimpinan aksi ini menyatakan, “kami sudah muak dengan rezim neolib SBY dan antek-anteknya. Sangat terang dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa pen-cerdasan kehidupan bangsa adalah kewajiban mutlak dari penyelenggara negara dan setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan. Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi menjadi ancaman baru dari praktek kebijakan neolib dari rezim SBY sekaligus menambah catatan panjang penghianatan kaum borjuasi terhadap cita-cita kemerdekaan Indonesia. Dan hari ini sengaja kami tidak mendatangi satu pun sulur-sulur dari kekuasaan di kalimantan Timur ini. Kami Sudah tidak percaya! Mendatangi orang tua (baca: rakyat) menjadi lebih penting bagi kami. Mendiskusikan dan merencanakan satu perubahan radikal bersama mereka menjadi pilihan paling ilmiah”.

Dalam aksinya, Konsentrasi Mahasiswa Progresif juga mendesak dihapuskan pungutan dana pengembangan fakultas (DPF) di Universitas Mulawarman. pungutan ini di bebankan pada peserta didik dengan dalih pengembangan dan pembiayaan operasional kampus sementara sampai saat ini selain alokasi APBN yang didapatkan, Universitas ini juga mendapatkan kucuran alokasi APBD dari 14 Kab/Kota di Kalimantan Timur. Tercatat dalam tiga tahun terakhir, dana hibah kepada perguruan tinggi yang disalurkan Pemprov Kaltim pada tahun 2009 sebesar Rp 167.550.000.000, pada 2010 sebesar Rp 132.300.000, dan 2011 sebesar Rp.140.519.845.000 (juni 2011,Kaltim Post)

Kebijakan pungutan dana pengembangan fakultas ini bukannya tanpa penolakan & perlawanan dari mahasiswa maupun dari orang tua bahkan pungutan DPF ini pernah diusut oleh kejaksaan tinggi Kalimantan Timur tetapi pengusutan kasus pelanggaran hukum DPF ini kemudian menguap di tengah jalan dengan begitu saja.

Pada tahun 2011 ini, orang tua dari mahasiswa baru harus rela membayar 300% lebih mahal dari biaya perkuliahan ditahun-tahun sebelumnya. hal ini di karenakan mahasiswa baru di wajibkan untuk membayar dana pengembangan fakultas yang besaranya berkisar antara 1,5 juta-8,5 juta/mahasiswa (setiap fakultas bervariasi) di tambah lagi dengan pungutan dana Pembinaan Akademik (DPA) yang besarnya RP. 403.000/mahasiswa serta dana pemeriksaan kesehatan sebesar Rp. 75.000. Sangat jelas bagi kami bahwa semua pungutan ini adalah manifestasi dari penerapan kebijakan neoliberalisme (baca: komersialisasi) di Universitas Mulawarman.

Oleh karena itu, Konsentrasi Mahasiswa Progresif menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk :
  1. Melakukan segala perlawanan terhadap segala bentuk komersialisasi pendidikan karena bertentangan dengan cita-cita awal pembangunan Indonesia serta menciptakan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dalam memperoleh pendidikan.
  2. Menolak dengan tegas pengesahan Rancangan Undang-undang Perguruan Tinggi karena pendidikan ada Hak Setiap Warga Negara dan Pemerintah mutlak bertanggung jawab atas pemenuhannya.
  3. Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, berkualitas serta berkarakter kerakyatan.
  4. Nasionalisasi aset-aset vital dibawah kontrol rakyat. Bangun bangsa yang Mandiri dan berdaulat.
  5. Hapus Dana Pengembangan Fakultas di Universitas Mulawarman dan dana-dana siluman lainnya 
Tepat pukul 01.00 Wita, peserta aksipun membubarkan diri, yang kemudian akan merencanakan konsolidasi bersama organisasi gerakan mahasiswa lainnya, untuk merespon isu pendidikan layak bagi Rakyat Indonesia (And).

Demokratisasi Kampus Harus Ditegakkan : Kasus Pemberangusan BEM UTY Yogyakarta

Selasa, 09 Agustus 2011

Sebuah kisah ironis datang dari Yogyakarta, kota pelajar yang sering dianggap sebagai “Kawah Candradimuka” tokoh-tokoh nasional di segala bidang. Sekelompok mahasiswa dan mahasiswi Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) yang mengunakan hak-hak demokrasinya untuk membangun Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) diberi sanksi peringatan keras, skorsing dan dicabut status kemahasiswaannya oleh pihak rektorat.

Kasus ini bermula dari para penolakan pihak rektorat terhadap berdirinya BEM yang baru dibentuk oleh mahasiswa untuk menangani permasalahan-permasalahan kampus dan sarana aspirasi mahasiswa,. Alasannya, rektorat mengklaim BEM sebagai wadah aspirasi mahasiswa belum dibutuhkan dan sejak awal berkuliah, para mahasiswa UTY sudah menandatangani surat perjanjian yang salah satu poinnya adalah “tidak mendirikan lembaga eksekutif mahasiswa”.

Usaha untuk mendapatkan hak demokrasi mahasiswa ini berlanjut dengan aksi atas nama Aliansi Pejuang Demokrasi UTY (APDU). Namun, pada tanggal 31 Mei 2011, aksi damai yang menuntut pemberian legalitas BEM  justru mendapat tindakan kekerasan dari pihak keamanan kampus UTY dan orang-orang tak dikenal. Penyerangan ini mengakibatkan para mahasiswa mengalami luka dan memar di wajah serta badan dan beberapa orang mahasiswa juga sempat muntah-muntah karena terkena serangan cairan beracun dari tabung semprot berukuran kecil yang dibawa orang berpenutup wajah.

Arogansi kampus ini belum berakhir. Berselang empat hari setelah insiden tersebut dan bertepatan masa Ujian Akhir Semester (UAS), 4/6/2011, Rektorat UTY mengeluarkan surat sanksi kepada para mahasiswa yang mengikuti aksi, dua orang dicabut status kemahasiswaannya, satu orang diskorsing selama setahun, satu orang diskorsing selama enam bulan dan belasan orang mendapat peringatan keras agar tidak melakukan hal yang sama dengan ancaman pencabutan status kemahasiswaan. Sedangkan Presiden BEM terpilih, T Risangchayo P Bima, jauh-jauh hari terpaksa memilih untuk tidak ikut serta dalam kegiatan BEM setelah tindakan rektorat yang mengintimidasi orang tuanya yang sedang sakit.

Para mahasiswa kemudian bergerak mencari keadilan dan pengakuan hak demokrasi lewat berbagai cara. Pengaduan penganiayaan beserta bukti visum telah dilaporkan kepada pihak Polsek Umbulharjo, Yogyakarta. Tetapi karena tidak ada tindak lanjut yang jelas dari pihak kepolisian, maka para mahasiswa meminta bantuan dari LBH Yogyakarta dan masih terganjal pada pengumpulan bukti kesaksian. Banyak mahasiswa yang menolak untuk memberi kesaksian karena merasa takut akan diberi sanksi oleh pihak kampus, sedangkan warga sekitar pun enggan memberi kesaksian. “Padahal kalau polisi mau serius, seharusnya bisa cepat, karena pada saat itu ada salah satu polisi yang berada di lokasi, bahkan melerai pada saat kami dipukuli,” ujar Maksum Fahrudi mahasiswa Fakultas Ekonomi UTY angkatan 2010 yang terkena sanksi pencabutan status kemahasiswaan.

Respon dari pemerintah setempat baru datang setelah Aliansi Pejuang Demokrasi UTY (APDU) yang juga didukung oleh berbagai elemen gerakan mahasiswa di Yogyakarta mengadakan aksi di DPRD Yogyakarta. Ketua Komisi D DPRD Yogyakarta yang membidangi pendidikan bersedia menerima para mahasiswa dan memfasilitasi penyelesaian masalah yang mereka hadapi. Tak kurang tiga kali panggilan diberikan kepada pihak Rektorat UTY, namun tidak digubris. Pihak rektorat malah memilih untuk bertemu secara pribadi dengan DPRD tanpa kehadiran pihak mahasiswa.

Anehnya, pihak rektorat UTY menyatakan bahwa tidak ada larangan untuk mendirikan BEM di kampus tersebut dan sanksi diberikan karena para mahasiswa telah membuat keonaran dan melanggar perjanjian. “Mereka (pihak rektorat UTY – red)  menyatakan bahwa permasalahan DO ini tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan BEM, padahal kalau tidak ada sangkut pautnya dengan BEM, tidak mungkinlah kami sampai aksi. Dan tuntutannya dari aksi tersebut adalah berikan legalitas BEM,” ujar Maksum yang akrab dipanggil Rudi ini. “Tuntutan untuk mendirikan BEM sudah disetujui oleh rektorat, walau tidak tahu bagaimana nanti prakteknya, tapi hampir seluruh kawan mengalami trauma dan rasa takut akan dikeluarkan dari kampus. Banyak yang menjadi takut untuk melanjutkan BEM,” lanjutnya lagi.

Kasus ini semakin tidak jelas juntrungannya setelah DPRD melemparkan kasus ini agar dimediasi oleh KOPERTIS yang malah mengarahkan para mahasiswa untuk menghadap langsung ke birokrat kampus, alih-alih berperan aktif menyelesaikan kasus ini. “Dari awal APDU datang ke DPRD karena KOPERTIS tidak menanggapi kasus ini. Sekarang KOPERTIS yang ditunjuk oleh DPRD untuk memediasi permasalahan antara mahasiswa dan rektorat malah melepas mahasiswa untuk bertemu rektorat yang jelas-jelas sudah memberangus demokrasi di kampus UTY, bahkan membuat kawan-kawan di UTY takut untuk menindaklanjuti pembangunan BEM meski pun sudah dinyatakan boleh oleh UTY pada saat pertemuan mereka dengan DPRD,” ujar Daniel Halim, Ketua RESISTA, organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (JGMK) dan aktif di dalam APDU

Hingga kabar ini diturunkan, para mahasiswa yang tergabung di dalam APDU masih terus menjalankan perjuangan untuk mendapatkan keadilan dan menegakkan demokrasi di UTY.

“Bila di pabrik-pabrik umum terjadi pemberangusan serikat buruh atau union busting, maka yang telah terjadi di UTY adalah pemberangusan organisasi mahasiswa, hak demokrasi mahasiswa untuk berorganisasi telah diinjak-injak oleh birokrat kampus. Ke depan, mahasiswa Indonesia membutuhkan segera kekuatan persatuan mahasiswa yang progresif dan berperspektif kerakyatan untuk melawan segala tindakan anti-demokrasi dan liberalisme di bidang pendidikan mau pun pada bidang lainnya,” tegas Daniel yang akrab disapa Pay ini. (Jov)

Wawancara dengan Max Lane : Tak Ada Pilihan Selain Merombak Dunia

Di kalangan aktivis Indonesia, siapa tak kenal Max Lane? Interaksi yang cukup lama dengan sejumlah tokoh politik dan budaya Indonesia, juga ‘akrabnya’ Max dengan aktivis kiri di akhir-akhir hayat orde baru, membuat sosok satu ini mirip-mirip legenda hidup. “Perspektif politik saya juga banyak terbentuk oleh pengalaman saya dengan orang-orang Indonesia ini,” ujar Max.

Dengan pengalamannya yang lumayan terentang panjang ini, rakyatpekerja.org mencoba bertukar gagasan mengenai asal mula ketertarikannya dengan Indonesia dan pandangan-pandanganya tentang kondisi terakhir negeri ini.

Dari sejak muda Bung Max seperti sudah tertambat dengan Indonesia, apa latar belakangnya?

Sangat kebetulan sekali, saya belajar Bahasa Indonesia di SMA dan kemudian sejarah dan politik Indonesia di University of Sydney, 1969-1972, dengan skripsi SI tentang politik Bali tahun 1960-1972.

Sebagai orang Australia, apakah memang cukup penting mempelajari Indonesia?

Saya tidak pernah mendekati masalah mempelajari Indonesia dari sudut “sebagai orang Australia”. Saya menjadi sarjana dalam bidang ini sebenarnya sangat kebetulan. Kemudian dalam 40 tahun yang sudah lewat ini sudah semakin sadar bahwa setiap negeri di dunia pantas dipelajari. Pada tahun 70-an, 80-an dan 90-an, saya semakin terjun di politik. Ini lebih sebagai pengaruh terhadap saya oleh orang-orang seperti W.S. Rendra, Pramoedya Ananta Toer dan Yoeseof Isak, ditambah dengan keharusan ambil sikap – sambil menganilisa situasi sedalam-dalamnya – tentang invasi Suharto ke Timor Leste sesudah proklamasi kemerdekaan Timor itu.

Bung sangat dekat dengan aktivis-aktivis kiri negeri ini, bisa digambarkan kedekatan Bung Max dengan mereka?

Saya pertama sekali ke Indonesia tahun 1969 dan sejak itu saya kenal dengan Indonesia lewat politik. Memang tahun 60an di seluruh dunia ialah zaman gerak juga. Ada gerakan civil rights dan Martin Luther King di Amerika; perlawanan terhadap perang Amerika di Vietnam; revolusi (hampir) di Perancis; pemberontakan komunis demokratis thdp komunis anti-demokratis di Czekoslovakia dan banyak lainnya. Jadi sejak awal saya kenal Indonesia di sebuah zaman yang intensif concern-nya dengan demokrasi, keadilan sosial, perjuangan dunia ketiga untuk pembebasan nasional dan lain-lain.

Saya, berumur 17 tahun pada tahun 1969, terpengaruh semua itu dan melihat Indonesia melalui kaca-mata itu. Akibatnya saya selalu ketarik ingin kenal dengan orang-orang yang memperjuangkan demokrasi, keadilan social dan pembebasan nasional. Sejak tahun 1969 saya merasa sangat beruntung bisa kenal dengan beberapa teman Marhaenis (1969-1972); dengan almarhum W.S. Rendra (sejak 1972); teman-teman aktivis mahasiwa 70-an (peristiwa “Malari”); dengan Pramoedya Ananta Toer, Joesef Isak dan Hasyim Rachman (Hasta Mitra) pada tahun 1980-an. Mungkin agak anehnya, tetapi selain banyak buku yang saya membaca pada tahun 60-an dan 70-an, saya kira perspektif politik saya juga banyak terbentuk oleh pengalaman saya dengan orang-orang Indonesia ini.

Adakah tujuan tertentu kebersamaan Bung dengan para aktivis Indonesia?

Pada tahun 90-an saya cukup dekat dengan teman-teman di Partai Rakyat Demokratik (PRD) - sampai tahun 2007. Pada tahun 2007 PRD pecah dengan dipecatnya banyak orang, kemudian lahir PRD yang semakin nasionalis dan masih bernama PRD dan yang lainnya, yang mempertahankan kekiriannya, yang baru saja ini mengambil nama Partai Pembebasan Rakyat (PPR). Saya masih suka simpati dan juga tukar-pikiran dengan mereka di PPR.

Jelas juga bahwa sejak sekitar 2005 ada banyak tendensi dan organisasi progressif baru, baik yang berusaha bangun organisi politik maupun yang tidak – misalnya di kebudayaan, di universitas, di sastra, di perburuhan, di dunia NGO dan di penerbitan. Buat saya meneruskan perjuangan mencapai demokrasi yang sepenuh-penuhnya, keadilan sosial dan pembebasan nasional akan membutuhkan tenaga dari semua tendensi dan organisasi ini. Idealnya, tentu saja, semua tendensi dan organisasi bagus kalau bersatu. Tetapi persatuan yang riil selalu butuh basis persatuan, yaitu kesepakatan, baik tentang tujuan maupun tentang apa yang harus dikerjakan ke depan untuk mencapai tujuan bersama.

Tujuan Bung baik sekali, tetapi sepertinya sulit terwujud karena yang terjadi justru sebaliknya….

Mencari jalan ke depan di Indonesia, maupun di manapun di dunia yang semrawut ini, memang tidak gampang. Banyak ide beredar. Banyak kepentingan bertarung. Pasti akan terjadi struggle, polemik, debat dan konflik di antara kita sendiri yang memperjuangan perubahan ini. Apa boleh buat. Kita harus usahakan sejauh mungkin debat dijalankan dengan jiwa bersatu tujuan dan cari kebenaran – tanpa melepaskan hak kita juga untuk mengkikis habis, melalui polemik, ide-ide yang kita anggap menyesatkan, sekaligus sanggup juga mengakui kebodohan-kebodohan kita sendiri kalau sudah terbukti.

Saya sendiri – sebagai orang yang nasibnya rupanya juga terikat dengan Indonesia yang juga saya sayangi ini – pasti terbuka untuk berdialog dengan semua yang bertujuan seperti itu. Karena itu, misalnya, saya sangat bergembira bisa melakukan interview ini dengan terbitan KPO-PRP.

Menurut Bung Max, adakah harapan bagi Indonesia untuk kembali berubah selepas 1988, kemudian, katakanlah, menuju revolusi?

Masalahnya bukan apakah ada harapan. Manusia di atas muka bumi ini tak ada pilihan daripada merombak dunia, memindahkan kekuasaan politik dari tangan mereka yang hanya memikirkan kekayaan daripada rakyat banyak. Berarti tak ada pilihan juga daripada cari jalan membangun dan membangkitkan rakyat banyak itu, di negeri manapun mereka berada. Tak ada pilihan. Kalau tidak umat manusia ke depan hanya akan menderitakan kombinasi lingkungan alam yang menjadi tempat berlindungnya hancur total dan juga sekaligus masyarakatnya kembali ke alam barbarian.

No choice. Harus bisa.

Oya, Bung sempat menyebut baru-baru ini saja menjadi intelektual, apa maksudnya?

Heh, heh. Mungkin pernah saya ceriterakan bahwa saya baru-baru ini – sejak tahun 2004 – mulai mencari nafkah sebagai dosen di universitas. Hampir kita semua harus cari nafkah. Mungkin itu yang anda maksud. Di lain sisi, memang di zaman itu ada urgensi untuk semua kita memperdalam kegiatan intektual kita, tentu saja terfokus pada kebutuhan memecahkan persoalan-persoalan mendesak. Jangan kita tiru situasi di dunia akademis saat ini di seluruh dunia: pada saat yang sama ratusan juta manusia sedang menderita, dunia akademisi lebih banyak main-main saja.


Max Lane, penulis buku "Unfinished Nation: Indonesia before and after Suharto", Verso (2008); “Catastrophe in Indonesia”, Seagull (2011); “Paradigma-paradigma untuk Sejarah Alternatif: Ketiadaan Analisa kelas dalam Studi-studi Sejarah Kontemporer”, (pp 421-491) dalam “Sejarah Alternatif Indonesia” by Malcolm Caldwell and Ernst Utrecht, Jogjakarta (2011), dan juga penerjemah novel-novel Pramoedya Ananta Toer dan drama dan sajak WS Rendra. Max Lane berbasis di Australia dan sudah 40 tahun aktif di gerakan sosialis dan progresif Australia.


Keterangan: Ikuti wawancara dengan Max Lane lainnya, “Apakah Sukarno Bisa Main Peran Simbolis sama dengan Bolivar?” yang termuat di terbitan KPO-PRP "Bintang Rakyat" yang terbit pada bulan ini (jxm).

Aksi SPTJI : Pekerja Difabel Wicara Juga Bisa Melawan

Selasa, 02 Agustus 2011

Kamis (28/7/2011), puluhan pekerja Toni Jack’s Indonesia melakukan aksi di tiga titik, yaitu Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (Kemenakertrans). Aksi ini adalah rentetan panjang dari perlawanan pekerja Toni Jack’s, waralaba eks McDonalds, dalam menuntut hak-haknya yang tak kunjung dipenuhi baik oleh pengusaha maupun pengabaiannya oleh pemerintah. Aksi kali ini menjadi berbeda karena diwarnai aksi teatrikal para pekerja difabel wicara yang menggambarkan kasus nyata mereka, dimana pemilik modal begitu mudahnya mempermainkan hukum dengan melupakan hak-hak pekerjanya.

Aksi dimulai pukul 11.00 Wib dengan mendatangi kantor Kejaksaan Agung di Jakarta Selatan. Dalam aksi tersebut, selain melakukan orasi-orasi, para pekerja difabel wicara memulai aksi teatrikal pertamanya. Dalam beberapa teriakan protes, terdengar seruan dari peserta aksi lainnya, seperti, “Penjarakan Bambang Rahmadi!”, “Hancurkan Mafia Hukum!”

Diketahui bahwa mantan bos Mc Donald itu telah melakukan penggelapan uang Jamsostek dan Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2010 terhadap ratusan pekerja yang telah di-PHK. Namun demikian sudah dua tahun lamanya, Bambang Rahmadi tidak juga terjamah oleh hukum.

Seorang peserta aksi bahkan mengatakan, “Pemerintah hanya bisa memandang sebelah mata terhadap rakyat kecil. Kalau rakyat mengambil tiga biji kakao untuk bertahan hidup langsung diadili dan dijebloskan ke dalam penjara, tapi jika pemilik modal (yang melakukan kejahatan besar) dibiarkan saja.”

Orator lainnya, Mika Darmawan, menambahkan, “Hukum dalam rezim borjuasi/pemodal adalah bermata dua, yaitu tajam bagi rakyat kecil, tapi tumpul bagi kaum-kaum pemilik modal.”

Bahwa hanya kekuatan politik rakyat yang mandiri lah yang mampu mengubah hukum yang sedemikian itu, sehingga selalu berpihak pada kaum buruh dan rakyat pekerja lainnya,” lanjut Mika yang juga perwakilan dari KPO Perhimpunan Rakyat Pekerja

Peserta aksi kemudian bergerak ke Kejaksaan Tinggi DKI dengan konvoi kendaraan roda dua sambil tetap membawa tuntutan yang sama. Di Kejaksaan Tinggi DKI aksi teaterikal kembali dipertunjukkan. Humas Aksi, Guntur, mengatakan bahwa “kejaksaan hanya mampu mengeluarkan janji dan pernyataan-pernyataan, namun selalu gagal dalam merealisasikannya”.

Selanjutnya, massa Serikat Pekerja Toni Jacks Indonesia (SPTJI) ini bergerak ke kantor Kemenakertrans. Di tempat tersebut para pekerja menuntut pihak kementerian yang tidak acuh pada kasus tersebut. Setelah melakukan orasi secara bergantian, aksi kemudian ditutup pada pukul 17.00 Wib dengan dentuman lagu-lagu perjuangan. (Julius)