Berikan THR bagi Buruh!

Minggu, 30 Oktober 2011

Gejolak dan protes kaum buruh dipastikan akan meningkat menjelang hari raya jika hak-hak ekonomi buruh tidak dipenuhi. Hak-hak ekonomi kaum buruh tersebut dikenal sebagai THR atau tunjangan hari raya keagamaan. THR keagamaan diatur dalam Pemen-4/Men/1994, yang secara eksplisit mewajibkan perusahaan untuk membayar THR bagi buruh yang minimal telah bekerja selama tiga bulan.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnaker) telah mewanti-wanti agar semua pengusaha dan perusahaan memberikan THR bagi buruh sesuai peraturan dan diberikan tepat pada waktunya. THR yang diberikan pun harus sesuai dengan masa kerja dan kesepakatan kerja antara pengusaha dan pekerja.

Posko pengaduan THR didirikan di berbagai kantor dinas tenaga kerja dan transmigrasi, untuk menampung aduan tentang keterlambatan, penundaan dan ditiadakannya THR bagi buruh (pekerja). Kalangan serikat buruh dan LSM juga menegaskan agar THR diberikan sebelum hari raya.

THR bagi buruh selama ini sering tidak diberikan oleh perusahaan dengan berbagai alasan terutama alasan kemampuan keuangan perusahaan, seperti alasan krisis ekonomi global yang berimbas pada krisis ekonomi lokal/nasional yang membuat neraca keuangan perusahaan tidak sehat.

Neraca keuangan perusahaan yang tidak sehat akibat pungli dan biaya ekonomi tinggi birokrasi diklaim membuat anggaran untuk kesejahteraan buruh menjadi berkurang dan sering ditiadakan. THR tidak diberikan dengan alasan tidak ada dana lebih untuk memberikan kesejahteraan bagi pekerja.

Kemalasan pengusaha (perusahaan) dalam memberikan THR bagi buruh/pekerja menciptakan "bara konflik" antara beberapa elemen, di antaranya pengusaha dan pemerintah dalam blok status quo, berhadapan dengan pekerja bersama serikat buruh (pekerja)-nya.

Bara konflik tersebut membuat hubungan harmoni antara pekerja dan pengusaha dan pemerintah menjadi "retak". Keretakan hubungan yang akhirnya berimbas pada menurunnya produktifitas kerja para buruh (pekerja). menurunnya produktifitas pekerja berkonsekuensi kepada menurunnya dinamika perekonomian nasional.

Menurunnya produktifitas ekonomi nasional, membuat posisi hubungan buruh dan pengusaha menjadi semakin tidak harmoni dan terjebak dalam konflik yang permanen. Hal tersebut membuat dunia industri akan mengalami kemunduran dinamika kemajuan dan laba produktifnya.

Rendahnya kesejahteraan buruh termasuk tidak diberikannya hak dasar dan tunjangannya – termasuk THR – membuat hadirnya psikologi resistensi bagi mereka dalam hubungan industrial yang timpang dan tidak berkeadilan. Perjuangan buruh menuntut THR dan tunjangan yang lain adalah keniscayaan untuk membuat buruh memiliki posisi tawar di hadapan kekuasaan modal dan kekuasaan politik.

Tanggung jawab negara

THR bagi kaum buruh (pekerja) harus diberikan sekarang juga sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial negara dan pengusaha akan kehidupan kaum buruh yang belum sejahtera dan masih timpang.Untuk memberikan THR bagi buruh maka perlu desakan kuat dari berbagai kalangan agar pengusaha/perusahaan serius memenuhi kewajibannya.

Di Indonesia banyak buruh (pekerja) yang bekerja di sektor industri rumahan dan sektor usaha mikro, dan kebanyakan upah mereka masih di bawah standar KHL (kebutuhan hidup layak), bahkan masih banyak yang diberikan di bawah UMK. Di Kabupaten Magetan misalnya, banyak buruh (pekerja) yang bekerja tanpa kejelasan kontrak kerja. Namun demikian mereka tetap berhak mendapatkan THR sesuai aturan yang berlaku.

THR bagi buruh Indonesia penting untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dan agar buruh bisa memenuhi kebutuhan terkait dengan perayaan hari raya. Hal ini lantaran kebutuhan pokok yang biasanya meningkat jelang hari raya, dan dengan tambahan penghasilan (THR), mereka tetap bisa bergembira di hari yang fitri.

Imam Yudhianto Soetopo
Koordinator Forum Aktivis Muda Indonesia (FAMI) Magetan, Jawa Timur

Saatnya Gerakan Pemuda Bersatu Hancurkan Neoliberalisme

"Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia". Demikianlah ikrar yang di pekikan oleh pemuda/i Indonesia 28 Oktober 1928. Sebagai simbol persatuan yang melahirkan janji dan sumpah untuk bersatu - berbangsa, berbahasa, bertanah air satu, Indonesia. Sebuah moment sejarah yang dari tahun ke tahun di peringati dengan berbagai hal mulai dari upacara,aksi massa dan berbagai kegiatan lainya, untuk terus mengingatkan kita bahwa pemuda Indonesia telah bersepakat untuk menyatukan dirinya dalam barisan rakyat tertindas lainya menciptakan sebuah persatuan gerakan melawan segala bentuk penindasan.

Sebuah kesadaran yang menjadi pemersatu untuk membebaskan diri dari belenggu penjajah (neokolim) tanpa di pisahkan oleh sekat sekat agama,suku,ras,ideologi dan sebagainya. Semangat yang akan terus mengalir dalam raga pemuda Indonesia yang senantiasa meyakini persatuan gerakan yang meluas dan tidak mengerdilkan dirinya dalam perjuangan yang sektarian. Sebuah perjuangan panjang dan penuh pengorbanan yang akan bisa di tempuh dengan kesamaan pandangan akan pentingnya persatuan melawan Neoliberalisme yang menyebabkan pemiskinan masal 120 juta rakyat Indonesia.

Ditengah tengah ketertindasan oleh sistem Neoliberalisme yang termanifestasi dalam paket kebijakan Negara yang tidak pernah pro terhadap rakyat, kita, (pemuda) rakyat Indonesia. Dan kepentingan rezim neoliberalisme untuk senantiasa menancapkan taringnya di sendi sendi kehidupan dan mengilusi kesadaran pemuda mulai dari cara berpikir individualistik yang menjurus pada tindakan saling menindas, pengkotak kotakan pemuda hingga kembali menguatnya organisasi kedaerahan yang malah menciptakan jurang etnosentris yang tak jarang dimanfaatkan oleh elite elit politik yang mengatasnamakan rakyat demi kepntingan ekonomi dan politik praktis semata.

Sudah cukup kita terlena dalam aktivitas heroisme dan kecendrungan menjauhkan diri dari perjuangan massa rakyat pekerja yang juga memiliki kepentingan yang sama untuk menghancurkan neoliberalisme. Sehingga menjadi kebutuhan mendesak bagi kita kaum muda yang progresif untuk mulai merumuskan sebuah formulasi bersama dalam sebuah wadah yang berperpektif maju dalam upaya menghancurkan Neoliberalisme sebagai musuh bersama seluruh rakyat tertindas. Sebuah wadah tanpa di batasi sekat yang mengatasnamakan suku,agama dan ras. Karena sejatinya penindasan neoliberalisme tidak pernah memandang perbedaan jenis kelamin,suku,agama,ras.

Persatuan gerak adalah salah satu prasyarat awal dalam menyatukan seluruh elemen baik itu pemuda,mahasiswa,buruh,tani,dan kaum miskin kota dalam sebuah barisan massa rakyat yang terorganisir dalam membangun alat perjuangan politik di bawah panji Sosialisme.

Maka,kami dari Konsentrasi Mahasiswa Progresif menyerukan serta mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk :
  1. Menolak segala bentuk pemecah belahan persatuan gerakan rakyat baik berupa pengkotak kotakan dalam bentuk perbedaan jenis kelamin,suku,agama,ras dan sebagainya
  2. Rakyat Indonesia, pemuda,mahasiswa,baik kaum buruh, petani, nelayan, kaum miskin perkotaaan, dan rakyat miskin lainnya, untuk membangun serta menyatukan barisan dalam alat perjuangan politik rakyat tertindas dalam menghancurkan Neoliberalisme yang terbukti gagal mensejahtrakan rakyat.
Konsentrasi Mahasiswa Progresif

Samarinda, 28 Oktober 2011

Ketua
Solichul Hadi

Sekertaris Jendral
Marwono

Satukan Perjuangan Buruh PT Freeport dan Perjuangan Buruh Seluruh Indonesia

Pemogokan buruh PT Freeport Indonesia, telah berlangsung dari tanggal 15 september 2011 hingga sekarang (dan akan terus berlanjut hingga 15 November 2011), yang salah satu tuntutan awalnya adalah soal kenaikan upah  menjadi $ 35/jam dari sebelumnya berkisar $ 2.1 /jam hingga $ 3,5/jam. Sementara upah buruh PT Freeport di Amerika sendiri mencapai $ 66,43/ jam. Namun tuntutan ini tidak dipenuhi oleh Managemen PT Freeport Indonesia, dan bahkan dengan menggunakan aparat kepolisian, Managemen PT Freeport Indonesia mencoba membubarkan mogok kerja yang berlangsung secara damai sehingga mengakibatkan dua orang buruh PT Freeport Indonesia meninggal dunia akibat tertembak aparat keamanan, dan beberapa lainnya terluka.

Saat ini, sekalipun kawan-kawan buruh PT Freeport Indonesia telah menurunkan tuntutan kenaikan upah hanya menjadi $ 7,5/jam—artinya turun sangat jauh dari tuntutan awal—namun pihak Management PT Freeport Indonesia tetap bersikukuh untuk tidak mau menaikan upah buruh, hal ini dibuktikan dengan perundingan yang selalu deadlock pasca penembakan. Salah satu alasan yang diungkapkan oleh Sinta Sirait (Direktur Eksekutif Vice President & CAO PT Freeport Indonesia) dalam pertemuan “ Side Bar” yang digagas oleh Indonesian Center For Ethics(ICE) pada tanggal 24 okt 2011, adalah berkaitan dengan loby-loby perusahaan besar  di Indonesia seperti PT Newmont, PT Medco, PT Unilever, PT Inco dan beberapa PT lainnya, yang menyarankan kepada PT Freeport Indonesia tidak melakukan kenaikan upah, karena hal ini akan memicu tuntutan serupa di perusahaan mereka.

Selang beberapa waktu kemudian, masih di Papua, kongres Rakyat Papua III yang diselenggarakan secara terbuka dan damai, dihadapi oleh aparat keamanan (Gabungan Polisi dan TNI) dengan berondongan sejanta tajam, yang mengakibatkan tiga korban meninggal dunia, puluhan terluka dan ratusan lainnya ditangkap, yang enam orang diantaranya ditangkap dengan tuduhan melakukan kegiatan subersif. Sungguh keji melihat perlakukan aparat keamanan Republik Indonesia ini, baik terhadap buruh PT Freeport Indonesia maupun terhadap rakyat Papua.

Mudah diduga, bahwa tindakan aparat keamanan ini dimotivasi untuk melindungi kepentingan Koorporat (seperti PT Freeport) dan melindungi kepentingan Elit-Elit Politik di Jakarta maupun di Papua, dan melindungi kepentingan Jendral-Jendral yang selama puluhan tahun telah mendapatkan banyak keuntungan dari kekayaan alam yang ada di tanah Papua. Sedikit kenaikan upah saja, tak mau mereka berikan, apalagi memberikan hak demokratik bagi rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri (seperti yang dibahas dalam Kongres Rakyat Papua)

Dalam waktu yang bersamaan, apa yang sedang dituntut oleh Buruh PT Freeport Indonesia, saat ini juga tengah dituntut oleh buruh-buruh Indonesia diberbagai kota, yakni tuntutan kenaikan upah menjadi upah yang manusawi. Sudah diketahui secara umum bahwa rata-rata upah buruh Indonesia masih sangat jauh dari kecukupan sehari-hari, misalnya penelitian AKATIGA, SPN dan SBSI Garteks pada tahun 2009 di Sembilan kota besar Indonesia, menunjukan bahwa rata-rata pengeluaran buruh setiap bulannya adalah Rp 2,45 juta, namun rata-rata upahnya hanya Rp 900 ribu. Atau pandangan FSPMI yang menyatakan bahwa upah riil buruh selama 10 tahun belakangan justru terus menurun-dibandingkan dengan kenaikan harga kebutuhan buruh—Hal yang hampir sama juga pernah dikemukakan oleh Aliansi Buruh Menggugat pada tahun 2007, yang menyatakan bahwa seharusnya upah buruh Indonesia rata-rata Rp 3,2 juta/bulan. Yang lebih tinggi lagi adalah apa yang menjadi pandangan Aliansi Jurnalis Independen, yang menyatakan bawah seharusnya upah wartawan di Jakarta minimal Rp 4.7 juta/bulan dan Surabaya : Rp 3,8 juta/bulan. Bahkan data BPS ditahun 2010, juga menyatakan bahwa upah buruh Indonesia sangat rendah, rata-rata hanya mencukupi 49 % dari kebutuhan konsumsi buruh. Artinya secara umum, konsep upah minimum yang sekarang ini digunakan pemerintah baik melalui UU 13/2003, permen 17/2005 maupun regulasi upah lainnya tidak lain dan tidak bukan, hanyalah untuk memastikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi para pengusaha.

Banyak perusahaan-perusahaan besar (dengan menggunakan kekuatan modal, koneksi dan pengaruhnya) menolak adanya kenaikan upah secara signifikan dan dengan menggunakan pemerintah terus melakukan perlawanan dan pembangunan opoini seolah-olah, kenaikan upah yang signifikan akan membuat mereka bangkrut, namun faktanya, menurut survey Bank Indonesia di Kawasan Industri yang terletak di Batam, komponen upah buruh sesungguhnya hanya berkisar 10-20 % dari total biaya produksi.

Keserakahan itulah yang membuat PT Freeport Indonesia pada tahun 2010, mendapatkan keuntungan yang sangat besar, yakni sekitar Rp 114 milyard/hari atau sekitar Rp 41,04 Trilyun/tahun, sementara total upah buruh hanya Rp 1,4 Triyun/tahun (atau sekitar 3,4 % dari total keuntungan PT Freeport Indonesia) sementara PT Freeport Internasional mendapatkan setoran keuntungan sebesar 60 % dari total keuntungan PT Freeport Indonesia. Dan lebih jauh lagi untuk memastikan keserakahan ini terus berlanjut, pihak PT Freeport Indoesia tidak segan-segan membayar aparat kemanan Indonesia hingga 14 juta dollar—dan untuk prajurit yang di lapangan dibayar Rp 1,25 juta/bulan—

Oleh karena itu, Solidaritas Perjuangan Buruh PT Freeport Indonesia menuntut :

  1. Segala bentuk kekerasan, intimidasi dan repesifitas aparat keamanan terhadap buruh PT Freeport Indonesia dan Rakyat Papua harus segera dihentikan; Aparat militer dan polisi harus ditarik dari daerah pemogokan; Aparat Militer Non Organik harus ditarik dari Papua; Cabut status siaga I; Hentikan pengejaran terhadap peserta Kongres Rakyat Papua; Hentikan stigma separtis bagi Rakyat Papua; Dialog damailah yang seharusnya digunakan untuk mencari jalan keluar bagi persoalan rakyat di Papua.
  2. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia harus segera memenuhi tuntutan upah buruh PT Freeport Indonesia menjadi $ 7,5/jam dan juga tuntutan lainnya seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan.
  3. Pemerintah untuk segera menaikan upah buruh seluruh Indonesia dengan Upah yang manusiawi dan merubah seluruh regulasi pengupahan yang hanya menjamin keserakahan para pengusaha.
Hentikan Kekerasan Aparat Kemanan di Papua Sekarang Juga !
Naikan Upah Buruh PT Freeport menjadi $ 7,5/jam !
Berlakukan Upah Manusiawi bagi Seluruh Buruh di Indonesia !


Jakarta, 27 Oktober 2011

Humas.

Solidaritas Perjuangan Buruh PT Freeport Indonesia, terdiri dari :
AMAN, PRP, Partai Pembebasan Rakyat, Kontras, AMP, Perempuan Mahardika, Kampak, PBHI Jakarta, KASBI, KSN, Fokker Papua, SPSI PT FI, FMN, GSBI, SMI, FPBJ, PPBI, PEMBEBASAN, SBTPI, KPO PRP, SHI, SP PLN, KAM-Laksi, ATKI, WALHI, SNUP, LMND, Praxis, FORI, IKOHI, LBH Jakarta, HRWG, ANBTI, AMP, REPDEM, SPKAJ, SPTPB, GESBURI, KAMPAK.

Persatuan Gerakan Pemuda Melawan Neoliberalisme

Dalam buku Revolusi Pemuda, Ben Anderson melihat bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia pada permulaannya memang sebagian besar ditentukan oleh “kesadaran pemuda” (1988: 15). Artinya bahwa generasi mudalah yang meletakkan pondasi dari sebuah bangunan yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan kenyataan sejarah telah menunjukkan bahwa generasi muda sering hadir sebagai “pelopor” dan garda terdepan perubahan sosial-politik di negeri ini. Karena jika kita membuka kembali lembaran sejarah perjalanan Indonesia, peranan kaum muda sangat besar dalam pembentukan Indonesia. Momen-momen penting perjalanan Indonesia, seperti sumpah pemuda, tercipta dari kreasi kaum muda. Terbentuknya organisasi pergerakan yang merupakan embrio dari lahirnya pergerakan nasional dan gerakan awal kemerdekaan, seperti Syarekat Priyayi, Perhimpunan Indonesia, Boedi Oetomo, Syarekat Islam, PNI, PKI dan organisasi gerakan kemerdekaan lainnya terbentuk dari rajutan tangan kaum muda.

Modal keberanian dan intelektualitas yang dimiliki menjadi senjata bagi munculnya perlawanan terhadap rezim despotik. Sikap kritis dan sikap ‘ngeyel’ (pantang menyerah) dalam merespon setiap perubahan sosial merupakan karakter tersendiri dari generasi muda. Kepahlawanan dan peran-peran yang dimainkan merupakan kesadaran dari tangungjawab sebagai anak bangsa yang tidak menginginkan sebuah sistem yang menindas. Pemuda dengan semangat perlawanannya ingin selalu berada pada barisan terdepan dalam setiap perubahan, Dalam melihat persoaalan-persoalan sekitarnya, generasi ini cenderung menggunakan kepekaan intuisi dan empati yang sangat tajam, sehingga kilauan merah dari problematika bangsa dapat dilihatnya secara mendalam. Tidak salah kiranya jika saya memberi stempel pada generasi ini: Muda, Berani, Militan dan Progresif. Karena jiwa tersebut ada dan mengalir dalam darah generasi muda.

Namun, jika dilihat lagi dinamika generasi muda saat ini, ada sesuatu hal yang menarik untuk dijadikan bahan refleksi dan evaluasi. Di tengah krisis – krisis ekonomi, politik dan krisis jati diri – yang melanda bangsa Indonesia, generasi muda malah larut dalam pertikaian kepentingan yang sempit (berdasarkan ideologi, kesukuan, agama, kelompok), kekerasan antar mahasiswa (tawuran dan perkelahian), ikut arus kepentingan elit kekuasaan, gaya hidup hedonism, individualistik dan sebagainya. Watak dan budaya yang sering mengedepankan intelektualitas semakin terkikis. Budaya yang berkembang dan menjangkiti generasi ini adalah hedonisme yang cukup tinggi, konsumerisme dan semakin apatis terhadap realitas yang terjadi di masyarakat. Ibarat “macan yang sudah ompong dan tak bertaring lagi”. Sumpah Pemuda pada tahun 1928 sebagai simbol persatuan yang melahirkan janji dan sumpah untuk bersatu - berbangsa, berbahasa, bertanah air satu, Indonesia, tidak lagi “sakral” dengan adanya keinginan dari “komunitas lama” untuk mendirikan negara sendiri. Menurut Danial Dhakidae dalam pengantar buku Imagined Communities – di Indonesiakan menjadi Komunitas-Komuntas Terbayang – melihat bahwa the holy trinity, tritunggal suci – bangsa, bahasa, tanah air – kini berubah wajah dan semakin “garang” menjadi the unholy trinity yang saling mendepak satu sama lain (Danial Dhakidae 2001: Xiii)

Awan-suram semakin menyelimuti dinamika generasi muda dengan fenomena maraknya perkelahian, tawuran, terlibat dalan konflik kepentingan politik elit, saling hujat antar kelompok mahasiswa dan atau kelompok pemuda. Perbedaan yang muncul diselesaikan dengan cara otot bukan otak. Hal ini menunjukkan terjadinya degradasi moral, watak dan mental generasi muda. Kemunduran semangat persatuan, kolektifitas, intelektualitas dan daya juang generasi muda akan berbahaya pada kelanjutan pembangunan bangsa. Karena generasi muda menjadi tulang punggung kemajuan bangsa. Masa depan bangsa Indonesia tergantung dari kesadaran angkatan mudanya. Di tangan kaum muda, Indonesia dapat kembali bangkit. Masa depan Indonesia sepenuhnya tergantung pada kreatifitas dan keberanian anak muda (generasi muda). Generasi muda penuh dengan cita-cita yang idealis, tidak pernah menyerah untuk melawan penindasan, di kantong mereka tidak ada duit korupsi, tidak pernah menculik, tidak pernah menipu rakyat, mereka hanya punya kemauan baik untuk Tanah Air (Pramodya Ananta Toer, Tempo, 5 April 1999).

Persatuan Pemuda Melawan Neoliberalisme

Kesadaran untuk bersatu dan membebaskan diri dari belenggu penjajahan (neokolim) menjadi pondasi dasar semangat sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober !928. Sekat-sekat kesukuan, ideologi, bahasa, budaya, kepentingan kelompok dan sebagainya ditanggalkan demi terciptanya Indonesia merdeka. Pengakuan sebagai bangsa, tanah air dan bahasa satu; Indonesia, menjadi titik awal kebangkitan nasionalisme Indonesia.

Ruh sumpah pemuda bisa dijadikan titik awal untuk kembali menyatukan gerakan pemuda (dan juga gerakan mahasiswa). Semangat dan cita-cita Pemuda yang menggelora keseluruh pelosok nusantara pada tanggal 28 Oktober 1928 perlu disuarakan kembali. Perlu kiranya diselenggarakan lagi pertemuan (konsolidasi) semua elemen gerakan mahasiswa dan pemuda untuk memunculkan rumusan - semacam manifesto - terhadap permasalahan yang sedang dihadapi bangsa Indoensia. Bukan bermaksud untuk meromantisme keberhasilan dan ke-heroik-an dari Soempah Pemoeda yang berhasil menghimpun kekuatan pemuda seluruh nusantara. Tapi, pertemuan nasional pemuda dimaksudkan untuk mendiskusikan problem-problem yang sedang dihadapi oleh gerakan pemuda, persoalan bangsa Indonesia terutama bagaimana kemudian melawan sistem kapitalisme/neoliberalisme yang sedang mencengkram Indonesia. Selain itu juga, pertemuan tersebut diharapkan dapat meminimalisir konflik kekerasan diantara kelompok mahasiswa dan kepemudaan.

Dalam konsolidasi pemuda diharapkan, sekat-sekat ideologi, budaya, suku, kelompok, agama, dan sebagainya yang menjadi pemicu konflik selama ini antar sesama gerakan mahasiswa dan kelompok kepemudaan bisa ditanggalkan sehingga persatuan yang lebih kokrit dapat terwujud. Semua golongan ideologi, baik kelompok kiri, tengah, kiri-tengah, kanan (apapun spectrum ideologinya), organisasi kepemudaan, organisasi mahasiswa yang sifatnya kedaerahan, organisasi pemuda berbasiskan agama dan golongan, dapat berkumpul dan berdiskusi menyelesaikan persoalan bersama. Sehingga tidak muncul lagi kecurigaan, saling intrik, saling pukul, saling lempar batu, antar sesama pemuda dan mahasiswa. Bukankah lebih elegan menyelesaikan permasalahan dalam sebuah forum diskusi dari pada saling pukul dan lempar batu. Pemuda harus menyadari bahwa musuh utamanya saat ini adalah Neoliberalisme dan antek-anteknya yang sedang berkuasa di Indonesia. System Neoliberalisme lah yang kemudian melakukan penghancuran terhadap cita-cita perjuangan seperti yang amanatkan oleh pejuang-pejuang kemerdekaan. Neoliberalisme lah yang menyebabkan 7,41 % pengangguran dari 119,4 juta orang angkatan kerja. Neoliberalisme lah yang menyebabkan 1 juta lebih lulusan Perguruan Tinggi tidak bekerja. Apabila di lihat dari usianya, pengangguran-pengangguran tersebut merupakan usia peroduktif (jika dikategorikan, berada dalam golongan pemuda)

Memandang musuh bersama rakyat dan pemuda saat ini adalah Neoliberalisme maka tidak perlu ada ada konflik, perkelahian, bentrokan, tawuran antar kelompok/organisasi pemuda. Pemahaman bersama bahwa tugas kaum muda dulu dan kini melawan segala bentuk penindasan, korupsi, kezaliman dan ketidak adilan. Dulu, kaum muda melawan penjajahan. Kini, kaum muda pun harus melakukan perlawanan terhadap penjajah (dalam bentuk dan gaya baru yaitu Neoliberalisme termasuk bonekanya)

Mudah-mudahan dengan semangat Soempah Pemoeda, gerakan pemuda dapat menggeliat lagi sehingga jalanan dipenuhi oleh aksi-aksi kritis mereka. Untuk menutup tulisan ini, saya akan mengutip sumpah pemuda versi ’90-an yang telah digubah oleh aktivis pemuda pada tahun 1998 (sumpah yang sering diteriakan mahasiswa pada setiap demonstrasi): Kami pemuda dan pemudi Indonesia mengaku, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan; Kami pemuda dan pemudi Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan; Kami pemuda dan pemudi Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.

Akbar T. Arief
Anggota KPO - PRP Yogyakarta
(Tulisan ini sebagai refleksi 83 Tahun Sumpah Pemuda 1928-2011)

Referensi:
  • Anderson, Bedenict, Imagened Communities; Komunitas-Komunitas Terbayang,
  • INSIST & Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001,
  • Anderson, Bedenict, Revolusi Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa
  • Barat 1944-1946, Sinar Harapan, Jakarta, 1988
  • Tempo, 5 April 1999
  • http://finance.detik.com/read/2011/05/05/124514/1633086/4/jumlah-pengangguran-di-indonesia-tersisa-812-juta-orang
  • http://fokus.vivanews.com/news/read/218702-pengangguran-turun--belum-tentu-sejahtera

Occupy Melbourne : Pandangan Dari Lapangan

Rabu, 26 Oktober 2011

Pada tanggal 22 Oktober 2011 siang, Melbourne dilanda hujan rintik-rintik. Ditengah rintik-rintik hujan sekitar 700 orang berdemonstrasi di CBD Melbourne serta melakukan long march dari Federation Square ke Victorian Trades Hall dengan penjagaan ketat dari pihak kepolisian. Demonstrasi ini dilancarkan setelah sehari sebelumnya pada Jumat 21 Oktober 2011 sekitar 100an orang bagian dari gerakan Occupy Melbourne yang bertahan menginap di Melbourne City Square sejak 15 Oktober dibubarkan secara paksa oleh polisi. Kepolisian Melbourne mengerahkan kekuatan penuh, sekitar 400 orang ditambah dengan pasukan berkuda, dan pasukan anjing kepolisian. Tindakan kepolisian tersebut mengakibatkan 95 orang ditangkap serta puluhan lainnya terluka, termasuk seorang anak-anak yang disemprot dengan gas merica oleh polisi. Setelah membersihkan City Squre dari aktivis maupun perlengkapan Occupy Melbourne, polisi menghabiskan waktu berjam-jam untuk membersihkan jalan Swanston disekitar City Square. Hal ini karena banyak solidaritas berdatangan dari aktivis-aktivis lain maupun rakyat sekitar yang melihat kebrutalan polisi.

Sepanjang jalan diteriakan berbagai slogan: Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan, Demokrasi Adalah Seperti Ini, dsb. Demonstran juga sempat berhenti di kantor BHP, sebuah perusahaan pertambangan minyak dan gas multinasional yang memiliki kantor pusat di Melbourne, yang dijaga ketat oleh polisi dan meneriakan slogan-slogan anti perusahan tersebut. Setibanya di Victorian Trades Hall diselenggarakan Rapat Akbar untuk melakukan pendiskusian serta menentukan langkah-langkah berikutnya. Victorian Trades Hall sendiri adalah bangunan yang pendanaan dan pembangunannya pada Mei 1859 dilakukan oleh buruh sepenuhnya sebagai tempat pengorganisiran gerakan buruh di Melbourne.

Proses demokrasi di Rapat Akbar sangat bagus dimana setiap orang mempunyai hak untuk berbicara dan mengajukan usulan. Kemudian orang lain boleh membatah atau tidak menyetujui usulan tersebut. Pada awalnya usulan yang muncul adalah apakah mereka tetap akan melakukan pendudukan atau menyudahi gerakan tersebut. Keputusan secara mayoritas mendukung dilanjutkannya pendudukan atau gerakan Occupy Melbourne. Setelah itu usulan yang kemudian muncul adalah bagaimana model pendudukan tersebut? Apakah tetap di Trades Hall, mengambil alih kembali City Square atau mencari tempat lain. Setelah melalui proses panjang dan berbagai perdebatan akhirnya mayoritas peserta Rapat Akbar memutuskan bahwa gerakan Occupy Melbourne akan melanjutkan demonstrasi pada hari itu juga menuju Treasury Garden untuk mendudukinya. Pendudukan tersebut hanya sementara karena mereka akan mencoba mengambilalih kembali Melbourne City Square pada hari Sabtu, 29 Oktober 2011. Pun demikian dengan proses yang demokratis semacam itu ternyata masih terdapat kelompok yang memisahkan diri kemungkinan karena tidak menyepakati keputusan yang diambil.

Saat diselenggarakan rapat akbar terlihat bagaimana perspektif-perspektif dari orang maupun kelompok yang terdapat dalam gerakan Occupy Melbourne. Beberapa masih beranggapan bahwa persoalan yang muncul sekarang dalam tatanan masyarakat global bukanlah karena sistem itu sendiri namun karena keserakahan, kebencian ataupun sifat-sifat manusia lainnya. Yang kemudian dapat menjadi negatif karena menolak perjuangan politik untuk menghancurkan Kapitalisme ataupun pembangunan sistem alternatifnya yaitu Sosialisme. Demikian juga walaupun sehari sebelumnya terjadi represi dari pihak kepolisian dimana justru memperbesar dukungan rakyat dan kecaman terhadap kepolisian namun dalam beberapa kesempatan orang-orang yang muncul menyampaikan pendapatnya menekankan persoalan perdamaian, persoalan bahwa polisi adalah manusia, mereka juga ditindas, jangan berkontradiksi dengan polisi ataupun pemerintah Melbourne, dsb.

Kecenderungan-kecenderungan tersebut kemudian mendorong langkah-langkah yang cenderung melemahkan gerakan Occupy Melbourne itu sendiri. Sebagai contoh kepolisian dan pemerintah Melbourne hanya mengijinkan pendudukan di Treasury Garden. Ini tidak terlepas karena taman tersebut berlokasi jauh dari keramaian dan jauh dari pusat kota. Demikian maka beberapa kelompok mengusulkan untuk melanjutkan gerakan Occupy Melbourne hanya disitu saja karena tidak mau berkontradiksi dengan polisi. Dengan intervensi dari kelompok-kelompok kiri yang adalah maka mayoritas memutuskan bahwa pendudukan Treasury Garden hanya sementara saja untuk kemudian mengambilalih kembali Melbourne City Square. Ini menjadi karakteristik dari gerakan yang dipimpin atau dimulai oleh klas menengah, terutama di Australia dimana klas menengah tersebut belum merasakan pukulan krisis global seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Sehingga memiliki kecenderungan besar untuk berkompromi ataupun terombang-ambin diantara kekuatan kanan dan kiri.

Gerakan buruh atau serikat-serikat buruh di Melbourne yang dapat membangun atmosfir perjuangan klas serta memperjelas kontradiksi antara sistem kapitalis dengan relatif terlambat untuk memberikan dukungan. Sebelum menduduki City Square, gerakan Occupy Melbourne telah mengirimkan surat kepada serikat-serikat buruh dan anggota-anggota serikat buruh. Serikat buruh bernama National Union of Workers cabang Victoria serta Unite, sebuah serikat buruh retail dan fast food, menyatakan dukungan terhadap gerakan Occupy Melbourne dan akan terlibat didalamnya. Sementara itu serikat-serikat buruh yang lain entah masih mendiskusikannya ataupun menyatakan dukungannya secara individu keanggotaan. Namun keterlibatan mobilisasi secara serikat buruh belum terjadi.

Secara keseluruhan di Australia gerakan Occupy akan terus berjalan walaupun represi dari pihak kepolisian seperti yang terjadi di Melbourne maupun Sydney. Sepertinya menjadi kebutuhan adanya keterlibatan gerakan buruh untuk mempertegas perspektif perjuangan klas dan krisis kapitalisme yang terjadi sekarang. Pun demikian gerakan buruh bukanlah sekedar dukungan ataupun keterlibatan serikat-serikat buruh. Namun juga alat politik klas buruh sendiri yang dapat memberikan analisa dan perspektif yang tepat mengenai kondisi saat ini dan perjuangan kedepannya. Karena tanpa itu gerakan Occupy tersebut hanya akan menjadi ajang kumpul-kumpul dan berdiskusi semata. Tanpa menyelesaikan persoalan yang dihadapi 99 persen rakyat yaitu sistem kapitalisme serta memberikan solusi kepada 99 persen rakyat tersebut yaitu menghancurkan kapitalisme dan membangun sosialisme (Ignatius Mahendra K).

Aksi Solidaritas Untuk Buruh PT Freeport Indonesia

Di Jakarta, Kamis 13 Oktober dilancarkan aksi bersama dalam rangka merespons perlawanan buruh Freeport di Papua sekaligus menunjukan simpati yang mendalam atas wafatnya buruh Freeport, yang disebabkan tindakan represif aparat Negara : Polisi / militer.

Aksi merespon peristiwa Freeport di lakukan bersama-sama oleh berbagai organisasi, baik serikat buruh, seperti : Konfederasi KASBI, SPSI KEP Bekasi dan Banten, FPBJ, SBTPI, PPBI, FSPMI, GSBI. LSM,seperti : Kontras, Komunitas Papua, dll, termasuk organisasi politik pro rakyat seperti KPO PRP, dan PPR. Serta di dukung juga oleh beberapa elemen mahasiswa. Massa aksi keseluruhan kurang lebih berjumlah 200 sampai 300 an orang dari beragam organ.

Aksi massa di mulai sejak keluar dari parkiran IRTI MONAS, massa yang berkumpul di IRTI seperti : SPSI KEP Banten, termasuk KASBI. Massa Bergerak sejak sekitar pukul 10. 00. Lanjut menuju patung kuda INDOSAT. Lanjut longmarch dengan di pimpin Korlap dari SPSI KEP di mobil komando. Massa aksi menuju Patung kuda INDOSAT menyambut kelompok lain yang langsung berkumpul di INDOSAT. Massa kemudian bergerak ke sasaran utama ISTANA NEGARA sambil di iringi lantunan lagu gugur bunga, dan sambil mengusung foto buruh Freeport yang menjadi korban penembakan.

Sekitar pukul 11. 00 massa tiba persis di depan istana Negara, Korlap manata formasi barisan dan membuka aksi dengan salam dan orasi perjuangan dari korlap. Dilanjutkan dengan mengheningkan cipta dengan iringan lagu mengheningkan cipta, tanda duka atas kematian buruh freport dalam memperjuangkan nasibnya.

Aksi di warnai dengan statemen dari unsur-unsur organisasi : SPSI KEP, FSPMI, serta pernyataan dari pihak keluarga korban dan perwakilan buruh freport yang hadir di Jakarta dan bergabung dalam aksi ini. Termasuk KASBI kemudian di berikan kesempatan untuk menyampaikan statemen atau pandangannya atas peristiwa di Freeport, yang di wakili oleh Sekretaris Jendral Konfederasi KASBI, Abdulrahman, yang memandang bahwa penembakan yang dilakukan apparatus terhadap buruh freport yang sedang berjuang, adalah tindakan refresif dan anti demokrasi atau bisa diartikan sebagai pemberangusan serikat. KASBI mengutuk tindakan apartus yang tidak melindungi buruh tetapi justru melakukan penembakan hingga memakan korban. Abdulrahman pun menyerukan agar semua kekuatan yang berjuang, serikat-serikat buruh dan elemen rakyat untuk segera bersatu tanpa pandang bulu asal organisasi dan warna benderanya. Karena apa yang terjadi di Freeport pun sesungguhnya telah terjadi pula di banyak tempat, dan kedepan jika tidak di lawan dengan kekuatan persatuan, maka rakyat dan kaum buruh akan terus di tindas. Pemerintah yang berkuasa sudah tidak bisa lagi di harapkan dan di pertahankan. Demikian seruan yang diungkapkan dalam statemen orasi perjuangannya.

Seusai statemen - statemen serta orasi beberapa organisasi, aksi massa kemudian di tutup dengan doa sekaligus di tujukan bagi korban penembakan aparat. Sedianya aksi akan dilanjutkan ke Kedutaan Besar Amerika, namun urung di laksankan, korlap menjelaskan karena tidak masuk dalam pemberitahuan dan aksi hanya di tujukan sebagai bentuk solidaritas dan bela sungkawa atas tewasnya satu orang buruh Freeport dalam perjuaangannya.

Sementara itu di Yogyakarta beberapa organ yang bergabung dalam Laskar Tambang turun ke jalan untuk menyikapi kasus pemogokan buruh dan kekerasan terhadap buruh di PT Freeport. Aksi mimbar bebas ini dimulai pada pukul 13.00 wib di depan pagar Gedung Agung (Istana Presiden) yang terletak di Jl. Malioboro, Yogyakarta.

Aksi ini menuntut dilakukannya nasionalisasi industri tambang di bawah kontrol rakyat, mendukung penuh pemogokan yang dilakukan oleh para buruh PT Freeport dan menuntut dihapuskannya militerisme di PT Freeport dan wilayah-wilayah lainnya di Papua.

“Kesejahteraan rakyat tidak akan mungkin bias dicapai jika industry tambang tidak dinasionalisasi. Rakyat bias dan mampu mengelola industry tambang dengan kekuatan sendiri. Sudah saatnya industry strategis diambil alih oleh rakyat yang kemudian diperuntukkan agar dapat dapat memberikankesejahteraan rakyat. Dan hanya dengan kekuatan politik rakyat pekerjalah industry tersebut bias diambil alih.” Seruan Akbar Rewako, Ketua KPO-PRP Yogyakarta dalam orasinya. “Kembalikan kedaulatan bangsa dengan menasionalisasi industri tambang asing!” tegasnya lagi.

Setelah berturut-turut orasi dari elemen-elemen yang tergabung dalam Laskar Tambang, yaitu KPO-PRP, Konfederasi KASBI, Resista, PRD, LMND, PPI, SMI, Perempuan Mahardika, PPMI dan FAM J, pada pukul 15.00 wib aksi mimbar bebas pun selesai dan ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap.

Nasionalisasi PT Freeport Indonesia Dibawah Kontrol Buruh! Usir Imperialis dari Bumi Indonesia!

Digulingkannya Soekarno oleh Rejim Militer Soeharto menandakan mulai masuknya modal-modal internasional untuk merampok kekayaan Indonesia serta menjadikan rakyat Indonesia sebagai tenaga kerja murah. Tidak lama berselang pada tahun 1967 perwakilan dari Rejim Militer Soeharto bertemu dengan para kapitalis internasional seperti David Rockefeller, perusahaan bank dan minyak utama, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British-American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation dan US Steel. Dalam pertemuan yang disebut sebagai Konferensi untuk Membantu Pembangunan Ulang Bangsa (To Aid In the Rebuilding of Nation).

Dari Konferensi tersebut Perusahaan Freeport Amerika memperoleh gunung tembaga di Papua Barat. Sebuah konsorsium Amerika dan Eropa mendapat tambang nikel di Papua Barat. Perusahaan Alcoa memiliki bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis menguasai hutan tropis Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Kemudian dibuatlah Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) yang isinya bebas pajak bagi para penanam modal.

Sejak saat itulah PT Freeport menambang cadangan tembaga terbesar ketiga didunia. Namun hal itu berkembang, PT Freeport ternyata juga menambang cadangan emas terbesar didunia, perak dan bahan tambang lainnya yang tidak pernah dinyatakan secara terbuka. Berdasarkan laporan keuangan Freeport tahun 2009, disebutkan bahwa cadangan emas, tembaga dan perak tambang Grasberg masing-masing sebesar 38,5 juta ons, 56,6 miliar pound dan 180,8 juta ons.

Dengan harga rata-rata harga emas, tembaga dan perak selama periode penambangan diasumsikan masing-masing sebesar US$ 1000/ons, US$ 3,5/pound dan US$ 0,96/ons, maka total potensi yang dapat diperoleh dari tambang Grasberg adalah sekitar 236,77 miliar USD atau sekitar 2.200 triliun rupiah. Itu belum termasuk bahan tambang lainnya seperti cobalt, seng, platina, dsb. Itu juga belum termasuk hasil perampokan yang mereka lakukan selama 42 tahun.

Kekayaan yang demikian besar yang bisa saja digunakan untuk menghapus hutang-hutang najis Indonesia yang mencapai Rp 1.697,44 triliun. Situasi kemiskinan tak bergeming sedikitpun. Penduduk miskin Indonesia sendiri pada Tahun 2010 mencapai angka 31.023.400 orang, atau sekitar 13.33 % dari total Jumlah Penduduk Indonesia. Kondisi ini merupakan yang terburuk dalam 37 tahun terakhir. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPA) hingga bulan Mei 2011 ini, sebesar 6,08 persen dari Total Jumlah Penduduk Indonesia. Harga-harga bahan pokok-pun terus menerus meningkat sementara subsidi terus dicabut. Demikian juga biaya pendidikan dan kesehatan tidak terjangkau oleh rakyat.

Yang sejahtera justru Rejim Militer Soeharto dan Kroni-kroninya termasuk para elit-elit politik hingga kini. Selama bertahun-tahun para pemimpin PT Freeport membina hubungan dekat dengan Rejim Militer Soeharto dan kroni-kroninya. PT Freeport bahkan membayar ongkos berlibur mereka, membiayai kuliah anak-anak mereka. Antara tahun 1998 sampai 2004 PT Freeport memberikan dana hampir 20 juta dollar kepada komandan-komandan militer maupun kepolisian. Setiap komandan mendapat puluhan ribu dollar. Dalam waktu singkat Freeport menghabiskan 35 juta dollar untuk membangun infrastruktur militer, juga 70 unit mobil land rover dan land cruiser untuk para komandan yang secara berkala akan diperbaharui. Di luar itu, masih ada Departemen Pengelolaan Resiko Keamanan, yang antara 1998 sampai 2004, mendapat kucuran dana 30 juta dollar.

Tidak heran kemudian PT Freeport terus menerus dilindungi oleh Rejim-rejim yang berkuasa di Indonesia. Diberlakukannya Daerah Operasi Militer (DOM) di Papua sejak tahun 1978 merupakan bukti nyata upaya sistematis tersebut. DOM ini sendiri muncul akibat adanya pemogokan massa besar-besaran di seputar area penambangan PT. Freeport Indonesia. Menurut investigasi Komnas HAM telah terjadi pelanggaran HAM dalam periode 1993-1995 didaerah Timika dan sekitarnya. Sementara itu PT Freeport juga telah melakukan penggusuran terhadap puluhan ribu rakyat di Papua, baik suku asli maupun transmigran.

PT Freeport bukan hanya menindas rakyat di Papua namun juga merusak lingkungan yang menjadi sumber penghidupan rakyat. PT Freeport telah membuang limbah tailing ke Sungai Ajkwa yang mencapai pesisir laut Arafura. Yang akibatnya mengkontaminasi sejumlah besar mahluk hidup dan mengancam perairan dengan air asam tambang. Bahkan sejumlah spesies aquatic di Sungai Ajkwa telah punah akibat limbah tersebut. Demikian juga sebanyak 23.000 hektar hutan diwilayah pengendapan limbah tersebut mati. Untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT Freeport diperhitungkan akan membutuhkan biaya sekitar 67 triliun rupiah. Jauh lebih banyak dari keuntungan langsung yang didapatkan oleh Rejim berkuasa sepanjang tahun 1992-2005 sebesar 36 triliun rupiah.

Kini PT Freeport Indonesia kembali bergejolak, buruh-buruh PT Freeport Indonesia melakukan pemogokan menuntut kesetaraan kenaikan upah hingga 15 Oktober 2011. Sebuah tuntutan yang wajar ditengah gelimangan emas, tembaga dan perak yang dimiliki oleh pemilik modal PT Freeport. Namun justru peluru tajam digunakan untuk menghalangi perjuangan yang dilakukan oleh buruh PT Freeport. Akibatnya pada tanggal 10 Oktober 2011, Petrus Ajam Seba seorang buruh yang bekerja dibagian catering meninggal dunia. Enam orang lainnya mengalami luka-luka serius tertembak dibagian punggung, kaki dan dada. Keenam buruh tersebut adalah Leo Wandagau, Alius Komba, Melkias Rumbiak, Yunus Nguluduan, Philiton Kogoya dan Ahamad Mustofa. Aparat keamanan juga menghalangi keluarga dan rekan-rekan korban untuk menjenguk mereka.

Oleh karena itu, kami dari Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO – PRP), menyatakan sikap :
  1. Mengutuk keras tindakan brutal aparat Negara baik kepolisian maupun militer yang telah mengakibatkan meninggal dunianya satu buruh dan melukai enam buruh lainnya.
  2. Mendukung sepenuhnya pemogokan buruh PT Freeport untuk menuntut hak-hak dan kesejahteraannya
  3. Menyerukan kepada seluruh kelas buruh dan rakyat Indonesia untuk mengambil alih dan mengelola sendiri seluruh aset-aset strategis demi kesejahteraan rakyat.
Imperialisme Amerika Serikat sedang mengalami serangan dijantungnya sendiri, ribuan rakyat Amerika telah turun ke jalan menduduki Wall Street dan kota-kota lain. Karena rakyat telah lelah berada dibawah penindasan Negara pemilik modal dan perusahaan-perusahaan multinasional. Demikian juga rakyat diberbagai belahan dunia; Timur Tengah, Afrika Utara, Amerika Latin bangkit bergerak menggulingkan rejim-rejim pro modal internasional.

Sudah saatnya kita menghentikan kerjasama dan mengusir modal-modal Negara Imperialis karena terbukti tidak menyejahterakan rakyat dan justru menindas jutaan rakyat dimuka bumi ini. Kerjasama justru dapat dilakukan dengan Negara-negara yang bersama-sama menjunjung tinggi prinsip solidaritas dan keadilan bagi rakyat dalam melawan kekuatan Imperialisme.

Pada akhirnya kesejahteraan bagi rakyat Indonesia hanya bisa didapatkan jika aset-aset strategis rakyat Indonesia dinasionalisasi dan berada dibawah kontrol buruh. Dengan kekuasan politik yang berada ditangan rakyat maka rakyat sendiri dapat menentukan penggunaan sumber daya tersebut untuk kesejahteraan rakyat sendiri.

Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Krisis Global Kapitalisme!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!


Jakarta, 12 Oktober 2011

Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KPO - PRP)

Ketua Badan Pekerja Nasional
Mahendra Kusumawardhana

Sekretaris Badan Pekerja Nasional
Asep Salmin

Kemerdekaan Penuh Tanpa Syarat Bagi Rakyat Palestina!

Minggu, 09 Oktober 2011

Krisis politik serta konflik berkepanjangan yang terjadi di Timur Tengah, kini memasuki babak baru. Presiden Palestina, Mahmoud Abbas telah secara resmi menyerahkan proposal pengakuan keanggotan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Harapan utama dari pengajuan proposal tersebut adalah agar Palestina diterima sebagai anggota ke-194 PBB. Upaya ini merupakan jalan panjang Palestina untuk memperjuangkan negara merdeka dan berdaulat dengan wilayah Tepi Barat yang mencakup Jerusalem Timur dan Jalur Gaza, yang diduduki Israel sejak perang Enam Hari pada tahun 1967. Terhitung sejak masa tersebut hingga saat ini, beragam tindakan brutal dan pelecehan telah dilakukan oleh Israel dan sekutunya terhadap Palestina sebagai sebuah Bangsa. Upaya perjuangan kemerdekaan inipun selama berpuluh tahun telah ditempuh dengan berbagai cara, baik secara politik, maupun dengan cara mengangkat senjata. Untuk itu, menjadi lumrah ketika Palestina mencoba menempuh jalan pengakuan atas tanah airnya melalui lembaga dunia internasional terbesar tersebut.

Berbagai dukungan dan solidaritaspun mengalir dalam upaya perjuangan kemerdekaan Palestina tersebut. Venezuela, Turki, Bolivia, Cuba, Cina dan beberapa negara lainnya, dengan secara tegas meminta PBB agar Palestina diterima sebagai anggota baru, yang juga berarti pengakuan Palestina sebagai Negara berdaulat di dunia internasional. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh stasiun berita BBC, menyebutkan bahwa mayoritas penduduk dunia, mendukung upaya kemerdekaan Palestina. Bahkan dukungan kemerdekaan Palestina tersebut, juga didukung oleh mayoritas rakyat Amerika Serikat, negara yang justru menjadi motor penentang upaya kemerdekaan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa, sesungguhnya rakyat dimanapun berada, memahami dengan baik bahwa sesungguhnya kemerdekaaan itu adalah hak bagi setiap bangsa, tanpa boleh dibatasi oleh siapapun.

Namun ditengah sokongan ini, upaya perjuangan kemerdekaan Palestina di forum internasional, justru mendapatkan reaksi keras dari Israel yang didukung oleh kekuataan imperialisme global, khususnya dari negara jantung Kapitalisme, Amerika Serikat. Bahkan Amerika melalui Presiden Obama, mengancam untuk mengunakan hak Veto AS sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, agar Palestina tidak diterima sebagai anggota baru PBB. Bahkan Kongres Amerika Serikat melakukan tindakan pembekuan bantuan 200 juta dollar AS yang sebelumnya diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur di Palestina. Ini sekali lagi membuktikan, bahwa bantuan keuangan AS selami ini, selalu disertai dengan embel-embel kepentingan yang berdiri dibelakangannya. Diluar itu, untuk menjadi anggota PBB, setidaknya Palestina harus mendapatkan 9 dukungan dari total 15 anggota Dewan Keamanan PBB. Namun hal ini tentu saja tidak mudah terpenuhi, apalagi mengingat kondisi terakhir dimana beberapa negara anggota tetap dewan keamanan, justru memberikan opsi agar Palestina diterima sebagai negara pengamat saja. Ini jelas merupakan upaya blokade politik, denga tujuan tidak diterimanya Palestina sebagai anggota PBB. Penghalang-halangan upaya Palestina tersebut, jelas merupaka pengingkaran terhadap hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri (self determination).

Namun harus dipahami, bahwa sesungguhnya perjuangan kemerdekaan Rakyat Palestina, tidaklah semata hanya dilakukan melalui cara diplomatis, termasuk melalui jalan pengajuan proposal keanggotaan PBB tersebut. Sebab kemerdekaan sejati tidak pernah dihadiahkan oleh siapapun, namun diperjuangan dengan segenap tenaga dengan tangan kita sendiri. Pun kemederkaan itu, mustahil akan diberikan oleh musuh kita sendiri. Harus dipahami bahwa jalan diplomasi yang ditempuh, tetap tidak boleh sekalipun meninggalkan jalan poilitik kita untuk terus mencarkan perang terbuka terhadap kekuatan imperialisme AS dan sekutu-sekutunya. Untuk itu, upaya solidaritas internasional diantara negara-negara dunia ketiga, juga penting untuk kita lakukan.

Untuk itu, kami dari Komite Penyelemat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO – PRP), menyatakan sikap:
  1. Memberikan dukungan sepenuhnya bagi Palestina untuk menjadi Negara yang merdeka dan berdaulat, sebab tanah, air dan kemerdekaan, adalah hak dasar bagi Rakyat Palestina, yang tidak boleh dihalang-halangi oleh siapapun.
  2. Menolak secara tegas, usulan menjadikan Palestina sekedar sebagai Negara pengamat dalam PBB. Hal tersebut jelas merupakan bentuk pengingkaran Palestina sebagai sebuah bangsa yang berhak menentukan nasib dan masa depannya sendiri.
  3. Mengutuk keras sikap Israel dan sekutunya, terutama Amerika Serikat, yang menghalang-halangi hak Rakyat Palestina yang memperjuangkan kemerdekaannya.
  4. Bahwa perjuangan kemerdekaa Palestina, harus ditempuh baik dengan jalan diplomasi maupun perjuangan secara politik dengan membangun solidaritas antar bangsa-bangsa yang selama ini dihina oleh kekuatan imperialis Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
  5. Menyerukan kepada negara-negara berkembang, khususnya blok anti imperialisme, untuk memberikan solidaritas dan bantuan dalam segala aspek, untuk mendukung upaya kemerdekaan Palestina.
  6. Menyerukan kepada semua elemen gerakan Internasional, untuk memberikan solidaritas seluas-luasnya untuk mendukung kemerdekaan Palestina tanpa syarat apapun. 

Kemerdekaan Penuh Tanpa Syarat Bagi Rakyat Palestina, Lawan Imperialisme Amerika Serikat dan Negara Bonekanya!

Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Krisis Global Kapitalisme!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!


Komite Penyelamat Organisasi - Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KPO - PRP)

Jakarta, 10 Oktober 2011

Ketua Badan Pekerja Nasional
Mahendra Kusumawardhana

Sekretaris Badan Pekerja Nasional

Asep Salmin

Koalisi Rakyat NTB; Penuhi Hak Dasar Rakyat Dari Kekayaan Sumber Daya Alam

Pada bulan September tiap tahunnya diperingati sebagai hari tani Nasional, dimana hari tani Nasional adalah merupakan harinya kaum tani dan rakyat Indonesia yang diatur dalam Kepres no 169 tahun 1963, selain itu juga HTN merupakan bentuk penghormatan terhadap perjuangan kaum tani indoneesia yang tidak kenal lelah dalam merebut hak-haknya sebagai petani khususnya dalam kepemilikan alat produksi berupa tanah.

Akan tetapi setelah puluhan tahun momentum hari tani (HTN), kesejahteraan bagi puluhan juta petani tidaklah terwujud sebagaimana yang menjadi harapan besar bagi petani Indonesia saat ini, padahal dalam undang-undang pokok agrarian No. 5 tahun 1960 (UUPA no. 5 tahun 1960) memiliki semangat untuk menghancurkan monopoli atas sumber agraria dan menghancurkan hubungan produksi kolonialisme dan feodalisme yang menempatkan tanah sebagai alat produksi yang berniali social sehingga tidak boleh dimonopoli atau dikuasai oleh segelintir kepentingan.

Selain itu juga UUPA sekaligus memberikan kepastian hukum atas dualisme hukum yang berlaku di Indonesia dalam pengaturan penguasaan sumber –sumber agraria, yakni hukum kolonialisme belanda dan hukum adat. dilain sisi undang-undang no 2 tahun 1960 menjadi salasatu undang-undang yang cukup populis dan berpihak pada kaum tani Indonesia, dimana undang-undang ini mengatur tentang pokok-pokok bagi hasil yang adil dalam hubungan produksi pertanian.

Krisis Global (krisis Imfrialisme) seperti krisis financial, pangan dan energy telah memaksa negeri jajahan dan setengah jajahan seperti indonesia untuk terlepas dari krisis yang dialami. Tentu saja dengan sekuat tenaga pemerintah Indonesia dibawah pimpinan SBY-BUDIONO mengeluarkan berbagai kebijakan yang berpihak pada imfrialisme dibawah pimpinan AS yang syarat dengan perampasan semua sumber agraria.

Kebijakan ini berlaku diseluruh nusantara tanpa terkecuali, di NTB sendiri dari luas wilayah NTB, sector Pertambangan, perkebunan dan pariwisata menguasai lahan mencapai: pertambangan; 63 perusahaan tambang menguasai lahan sekitar 566.797 – 1000.000 Ha. Jenis izin yang diberikan pemerintah antara lain: Kontrak Karya, Kuasai Pertambangan Eksploerasi (KP), izin Kuasa Pertambangan Eksplorasi (IUP), Surat izin Eksploerasi Pertambangan (SIEP), Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum. Pariwisata: 12 perusahaan Pariwisata yang ada di NTB berada diatas/menguasai lahan seluas 16.279,30 Ha. Perkebunan: Dua Perushaan Perkebunan di NTB antara lain: PT. Kosambi Victoria dengan toatal penguasaan lahan sebanyak.99 Ha.dan PT.Agrindo Nusantara sebanyak 650 Ha. Tepatnya di Sembalun Lombok Timur.
Angka Penguasaan lahan tersebut, tentu bukanlah angka yang kecil dibandingkan dengan 1 orang petani NTB yang hanya menguasai lahan rata2 30 Are, sehingga suka tidak suka penguasaan lahan secara besar-besaran, merupakan akar persioalan yang dampaknya begitu besar sampai merongrong setiap sector penghidupan rakyat.

Dampak pertama yang dimaksud adalah lahan pertanian terus menerus semakin sempit. Artinya jika lahan terus menyempit, maka menyempitlah lahan yang bisa di garap oleh petani dan hal ini sudah pasti berdampak pada kurangnya hasil pertanian yang juga akan berdampak pada semakin berkurangnya hasil produksi yang bisa didistribusikan atau dijual oleh petani. Padahal di satu sisi kaum tani memerlukankan kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang lain.

Dampak selanjutnya adalah semakin banyak petani penggarap di NTB yang berubah status menjadi buruh tani, buruh migran atau bentuk yang lain, karena tidak memiliki lahan. Di satu sisi kebutuhan hidup terus meningkat namun disisi lain lahan yang digarap petani semakin sempit. Hal ini berakibat pada hasil produksi pertanian yang rendah karena tidak sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan dan cendrung harga hasil produksi terus menurun, sehingga imbasnya mau tidak mau petani menjual tanahnya dan pada akhirnya menggadaikan tenaga untuk menjadi tenaga kerja serabutan. Kalo di analisa dengan cermat sesungguhnya penguasaan lahan ini juga merupakan muara lahirnya kemiskinan di NTB.

Pada tahun 2010, berdasarkan data Disnakertrans NTB, jumlah Penduduk miskin di NTB diperkirakan sebanyak 1.009.352 atau 21,55% dari jumlah total penduduk NTB. Jika monopoli ini terus dilakukan maka mutlak hukumnya angka kemiskinan akan terus meningkat.

Celakanya berdasarkan data yang ada saat ini saja, NTB merupakan urutan ke-6 secara nasional sebagai provinsi penyandang gelar penduduk miskin. Sementara pada saat ini PT. Newmont Nusa Tenggara adalah salah satu Perusahaan raksasa milik imperialis AS yang menyerap tenaga kerja sekitar 8.000 termasuk buruh sub kontrak. Namun jumlah ini tentu masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah rakyat miskin dan penduduk NTB, dan dengan hasil produksi dan luas lahan yang dikuasai petani sendiri.

Disatu sisi Pemerintah Propinsi NTB, selalu mengkampanyekan keberadaan tambang akan membawa kesejahteraan rakyat salah satunya akan menampungn tenaga kerja seluas-luasnya untuk rakyat, namun faktanya pada tahun 2009 jumlah pencari kerja yang terdaftar di Provinsi NTB sebanyak 37.028 orang, dan yang sudah ditempatkan atau yang mendapatkan pekerjaan sebanyak 24.550 atau 66,30 persen Dari kenyataan tersebut keberadaan perusahaan-perusahaan besar yang melakukan monopoli tanah sesungguhnya tidak pernah membawa perubahan yang signipikan terhadap penghidupan rakyat. Sehingga wajar terjadi banyak gejolak perlawanan rakyat dimana-mana.

Sebut saja misalnya perlawanan rakyat di Sekotong menolak Tambang, perlawanan rakyat di KSB menuntut lapangan pekerjaan dan tanggung jawab PT.NNT terhadap kesejahteraan rakyat KSB, perlawanan rakyat di bima (Sumbawa (dodorinti, lambu, paradu) yang menolak pertambangan, begitupun di pringgabaya LOTIM ataupun di tempat-tempat yang lain di daerah NTB. Celakanya sampai saat ini tuntutan rakyat tidak pernah sedikitpun menyurutkan langkah Newmont untuk terus melakukan penghisapannya terhadap rakyat NTB.

Dari beberapa persoalan diatas, bisa kita simpulkan bahwa keberadaan industry Pariwisata, Pertambangan dan Perkebunan telah banyak memonopoli sumberdaya alam di NTB. Dan dalam hal ini, Tuan Guru Bajang. Zaenul Majdi lebih mementingkan kepentingan investasi dari pada kepentingan petani dan masyarakat NTB pada umumnya. Selain juga pembiaran tindakan kekerasan yang dilakukan aparatur pemerintah baik yang dilakukan oleh TNI/POLRI yang marak terjadi dibeberapa daerah di NTB, seperti penangkapan, penembakan dan intimidasi untuk menyelesaikan kasus-kasus konplik Agraria di NTB.

Maka untuk itu KOALISI RAKYAT NTB menuntut :
  1. Lapangan pekerjaan dan upah yang layak bagi pekerja.
  2. Laksanakan land reform
  3. Hentikan segala bentuk tindakan kekerasan terhadap kaum tani.
  4. Lindungi kepentingan Produksi kaum tani . tolak libralisasi komoditi pertanian, tolak imfor beras, gula kedelai,dan seluruh produk pertanian kaum tani Indonesia, sediakan pupuk murah.
  5. Pendidikan gratis bagi pelajar dan mahasiswa.
  6. Tolak rencana undang-undang Perguruan Tinggi (RUU PT).
  7. Kesehaatan gratis untuk buruh,kaum tani dan kaum miskin kota.
  8. Mengecam seluruh bentuk refresifitas terhadap kaum tani.
  9. Tolak pembahasan RUU pengadaan tanah untuk pembangunan.
  10. Tolak PHK, naikan upah dan berikan kebebasan berserikat bag klas buruh.
  11. Hentikan kekerasan, diskriminasi dan perluas emansipasi dilapangan ekonomi,politik dan kebudayaan bagi kaum perempuan.

Negara Wajib Berikan Perlindungan Hukum Untuk Buruh Freeport yang Menuntut Perbaikan Kesejahteraan

Kami mendukung upaya buruh PT Freeport Indonesia untuk menuntut peningkatan kesejahteraan. Untuk itu, pemerintah harus menjamin perlindungan hukum bagi para buruh dari segala bentuk ancaman selama melancarkan aksi pemogokan dan berbagai bentuk negosiasi lainnya sebagaimana diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Aksi Mogok Kerja oleh 8.000 karyawan PT. Freeport Indonesia di Timika menuntut manajemen perusahaan melakukan penyesuaian upah standar PT Freeport Mc Moran dinegara lain. Selama ini PT FI membayar bruhnya US$ 1,5 per jam dan buruh menuntut kenaikan upah menjadi US$ 3 per jam atau Rp 25 ribu per jam. Sementara, karyawan PT Freeport di negara lain menerima upah US$ 15 per jam atau Rp 128.250 per jam.

Tuntutan buruh PTFI tidak dipenuhi oleh pihak manajemen. Sudah dilakukan pertemuan tripartid antara pemerintah, pihak manajemen PTFI, dan buruh tetapi tidak menghasilkan kesepakatan.

Pemogokan sudah dilakukan selama 14 hari sejak 15 September lalu. Banyak catatan peristiwa tekanan dan intimidasi yang diterima para pekerja dari Pihak Manajemen secara langsung maupun melalui tindakan arogansi Polisi dan Brimob, antara lain upaya penembakan terhadap Ketua SPSI PTFI Sudiro pada 11 september; menghilangkan hak karyawan lewat surat “No Work, No Pay,” ; Pemaksaan terhadap karyawan mogok kerja untuk meninggalkan Tembagapura begitu juga dengan karyawan magang; pekerja kontraktor dipaksa kerja selama 12 jam untuk mengejar produksi yang loss selama mogok kerja; hingga mengganti pekerja kontraktor sebanyak 100 orang yang dikirim dari Jakarta (PT. Tri Parta Jakarta dan PT. Komaritim); pengusiran paksa; dan penjemputan paksa dari rumah ke rumah karyawan dengan menggunakan mobil
DS-1643 dan DS-1500.

Bentuk intimidasi lain datang dari pekerja asing PT FI, melalui Wakil President Direktur John Hollow (warga negara Amerika) yang menandatangani surat 200 buruh tetap yang dirumahkan. Ancaman pemecatan dan PHK adalah tekanan yang sistematis yang dilakukan manajemen perusahaan didukung oleh polisi/brimob dan keamanan PT FI.

Salah satu kasus yang di alamai seorang pekerja (X) staff level 1 PTFI yang tidak bersedia di sebutkan namanya karena alasan keamanan diri, keluarga dan juga masa depan pekerjaan. X menerima Surat pembebas tugasan Sementara (RFD) tanggal 24 September oleh atasanya. Si X dituduh menyebarluaskan informasi rahasia perusahaan yang menyalahi aturan perusahaan. Si X dianggap terlibat secara tidak langsung karena memberikan informasi rahasia perusahaan

(berkaitan dengan gaji karyawan) yang memicu perlawanan buruh terhadap pihak manajemen. 2 hari kemudian (26/9 ) si X dijemput paksa di barak karyawan Tembagapura dan dipaksa turun ke Timika oleh pihak manajemen pada jam 18.10 WIT di kawal oleh seorang brimob, seorang atasan yang dikenal baik oleh si X, 2 security dan seorang sopir perusahaan. Si X menginap semalam di basecamp PTFI di dekat bandara Timika, untuk kemudian diberangkat keesokan harinya ke daerah asalnya.

Contoh kasus di atas menjadi bukti bahwa pihak manajemen PT FI yang lebih tertarik menghamburkan rupiah kepada Tenaga Keamanan yang terdiri dari Polisi dan Brimob untuk melakukan “pengamanan aset” mereka ketimbang membayar tenaga pekerjanya yang telah mengabdi selama puluhan tahun dimedan yang berat. Selain masalah kenaikan gaji, mogok buruh ini juga meminta adanya fasilitas kesehatan yang layak untuk buruh.

Untuk itu kami Koalisi untuk Perjuangan Buruh PTFI mendesak hal – hal sebagai berikut ;
  1. Manajemen segera menaikan upah buruh dari US $ 1,5 per jam menjadi US$ 3 per jam.
  2. Berikan fasilitas yang sama bagi buruh lokal dan buruh asing (pelayanan kesehatan, pendidikan bagi anak buruh)
  3. Melakukan demonstrasi adalah hak buruh sehingga manajemen tidak berhak melakukan PHK terhadap buruh yang berdemonstrasi.
  4. Tenaga asing yang bekerja di PTFI tidak berhak ikut campur masalah buruh dan manajemen, hal ini bertentangan dengan prinsip – prinsip hukum yang tertuang dalam UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, jika terus memaksakan maka pemerintah harus melakukan deportasi terhadap tenaga kerja asing tersebut.
  5. Polisi dan Brimob tidak berhak terlibat dalam urusan industrial perusahaan antara manajemen dan buruh, hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 143 UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Jakarta, 28 September 2011

Koalisi Untuk Perjuangan Buruh PT Freeport Indonesia