Aksi Bersama Federasi Progresip dan SPCI

Senin, 30 Januari 2012

Pada hari Rabu tanggal 25 januari 2012, buruh yang tergabung dalam Federasi PROGRESIP serta Serikat Pekerja Carrefour Indonesia menggelar aksi dibeberapa tempat sekaligus. Aksi tersebut juga dihadiri perwakilan dari Pengurus Pusat Konfederasi KASBI, KPO PRP serta serikat buruh yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Buruh Jakarta seperti Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia serta Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh dan juga Aliansi SP/SB Tangerang Raya.

Aksi dimulai di PT.Daya Cipta Kemasindo (DCK) Cibitung dimana banyak pelanggaran terhadap hak-hak normatif buruh yang dilakukan oleh pengusaha. Diantaranya sistem kerja kontrak dan outsourcing yang diberlakukan selama bertahun-tahun. Serta buruh borongan dengan upah yang sangat rendah yaitu rata-rata sekitar Rp 20.000 perhari. Demikian ketika buruh PT DCK membentuk serikat buruh maka mereka di PHK secara sepihak dan pengurus serikat dilarang untuk bekerja. Demikian ketika ada seorang buruh PT DCK yang mengalami kecelakaan kerja hingga cacat seumur hidup tidak ada tanggung jawab sama sekali dari perusahaan.

Setelah melakukan aksi dari PT DCK buruh bergerak ke Mapolda DKI Jakarta untuk bersolidaritas terhadap DPP Serikat Pekerja Carrefour Indonesia yang memberikan kesaksian terkait dengan kasus pidana pemberangusan serikat yang dilakukan oleh PT Carrefour Indonesia. Aksi ini menjadi tekanan kepada pihak kepolisian yang selalu lamban dalam menegakan hukum untuk rakyat tapi cepat membengkokan hukum untuk para koruptor dan pengusaha.

Paska aksi di Polda DKI Jakarta, massa aksi melakukan konvoi ke PT DCK Tangerang. Ketika tiba di PT DCK Tangerang, massa aksi mendapatkan sambutan luar biasa dari warga sekitar PT DCK Tangerang. Hal ini tidak terlepas karena terdapat warga sekitar yang juga menjadi buruh di PT DCK ataupun perusahaan lainnya yang mengalami kondisi sama dengan buruh PT DCK. Demikian juga karena ternyata tidak ada kontribusi yang diberikan perusahaan tersebut terhadap warga sekitar selain menambah kebisingan dan polusi.

Selesai aksi di PT DCK Tangerang, massa buruh kemudian bergerak ke Kementerian Tenaga Kerja. Disini massa aksi menuntut ketegasan dari Departemen Tenaga Kerja terkait dengan berbagai persoalan perburuhan yang ada. Selain di PT DCK dan PT Carrefour Indonesia juga di PT Lemonde dimana buruh PT Lemonde tidak menerima upah penuh sementara pengusahaanya terus dilindungi karena memiliki kerabat di DPRD setempat. Massa aksi kemudian ditemui oleh DirJen Pengawasan untuk bernegosiasi. Setelah itu disepakati bahwa Kementerian Tenaga Kerja akan turun ke lapangan memeriksa kasus yang terjadi di PT DCK, Lemonde serta PT Carrefour Indonesia.(Joyo)

Bangun Persatuan Kelas Buruh! Rebut Kesejahteraan Lewat Politik Kelas Buruh!

Sabtu, 28 Januari 2012

Beberapa bulan terakhir ini kita melihat gelombang perlawanan kelas buruh meningkat diberbagai daerah, berkaitan dengan isu upah. Semua pengusaha kompak menginginkan upah buruh murah. Dari mulai di rapat-rapat dewan pengupahan, hingga yang dihasilkan dalam dewan pengupahan pun, mayoritas hasil rekomendasi upahnya masihlah sangat kecil dan jauh dari kategori UPAH LAYAK. Demikian ketika terjadi revisi terhadap upah, maka para pengusaha secara bersama-sama melalui APINDO melancarkan gugatan hukum. Dari momentum kenaikan upah minimum ini menyadarkan kita bahwa musuh kelas buruh bukan saja pengusaha di tempat kerja (perusahaan) kita masing-masing, melainkan seluruh kelas pengusaha (pemilik modal).

Jika melihat dari apa yang terjadi dalam momen kenaikan upah minimum saat ini, bukan saja para pemilik modal (pengusaha) yang tetap menginginkan upah buruh tetap murah, melainkan pemerintah pun punya keinginan yang sama dengan pengusaha, yaitu menginginkan upah buruh tetap murahDengan berpura-pura “netral” atau memberikan pernyataan bahwa tindakan buruh bisa merugikan pembangunan maupun investasi.

Ini dibuktikan dengan berbagai produk hukum perburuhan yang melegalkan konsep upah murah dan bukan Upah LayakDemikian penembakan terhadap buruh di Batam dan Freeport yang menuntut upah layak menunjukan secara jelas keberpihakan pemerintah kepada pemilik modal. Bahkan pemerintah memaksa buruh dibawah todongan senjata untuk terus bekerja dengan cara menempatkan polisi serta tentara bersenjata lengkap diberbagai kawasan industri yang terjadi perlawanan.

Dalam masyarakat kapitalis saat ini, tenaga kerja kita kelas buruh Indonesia telah menjadi barang dagangan. Upah yang diberikan kepada kita ditentukan berdasarkan harga-harga barang yang kita konsumsi (dengan sangat tidak manusiawi), bukan berdasarkan atas kerja yang kita lakukan. Fakta bahwa hanya kerja kelas buruh lah yang dapat menciptakan pembangunan tidak pernah diakui. Karena jika itu diakui, maka yang layak berkuasa atas alat produksi dan atas tatanan ekonomi dan politik juga hanyalah kelas buruh.

Para pemilik modal akan terus berupaya untuk menurunkan upah kelas buruh, karena dengan begitu akan semakin besar keuntungan yang mereka dapatkan. Disisi yang lain kelas buruh akan selalu memperjuangkan upah yang lebih tinggi bukan saja untuk menjamin kehidupannya, tapi juga kehidupan dan masa depan keluarganya. Sementara Pemerintah yang berkuasa sekarang adalah alat kekuasaan dari para pemilik modal.

Dalam momentum perjuangan untuk kenaikan upah minimum ini, kita juga menyadari ada sejumlah kelemahan yang terjadi dalam kelas buruh. Kelemahan yang paling utama adalah masih kurangnya persatuan perjuangan. Sejumlah serikat masih bergerak sendiri; ada anggota-anggota dewan pengupahan yang justru bersepakat menghasilkan upah minimum yang sangat tidak layak, upah murah; anggota dewan pengupahan seperti hanya mewakili dirinya sendiri dibandingkan kepentingan seluruh buruh, perbedaan angka kenaikan upah minimum menyebabkan tidak bersatunya antar serikat dalam perjuangan ini, tidak ada komunikasi dan gerak bersama antar serikat, dan sejumlah pimpinan serikat yang tidak mau mengerahkan massanya untuk bersama-sama berjuang turun ke jalan, mogok, demonstrasi, dan sebagainya.

Pelajaran penting lain dari serangkaian perjuangan menuntut kenaikan upah minimum yang telah dilakukan dan yang masih terus dilakukan hingga hari ini di berbagai kota adalah bahwa perjuangan untuk kenaikan upah minimum (berapapun nilainya), hanya bisa didapatkan dengan perjuangan kelas buruh sendiri, oleh PERSATUAN PERJUANGAN dan KEKUATAN BURUH SENDIRI. Tingkat kesolidan, organisasi, solidaritas, kemampuan bertempur dan juga kesadaran kelas buruh adalah faktor yang menentukan dalam peningkatan upah. Ini terbukti dengan revisi yang dilakukan diberbagai daerah karena desakan besar aksi massa buruh.

Oleh karena itu perjuangan menaikan upah harus dilakukan dengan metode perjuangan massa. Baik itu melalui demonstrasi massa, pemogokan kawasan, penutupan jalan, penggedoran pabrik-pabrik untuk membantu mengeluarkan buruh dari tempat kerjanya. Karena pada dasarnya tidak ada pengusaha dan bupati/walikota, gubernur bahkan hingga menteri dan presiden sekalipun yang rela memberikan upah yang layak bagi kita. Mereka hanya memberikan, karena mereka takut akan kekuatan kita kelas buruh, takut akan persatuan kita, dan perjuangan bersama kita lewat: mogok, blokir jalan, pendudukan kantor-kantor pemerintah, dsb. Inilah senjata dan kekuatan utama kita. Bahwa kelas buruhlah yang selama ini yang sejatinya menggerakkan seluruh roda-roda perusahaan, dan bahkan roda-roda perekonomian negara.

Pada akhirnya, perjuangan menuntut upah layak belumlah cukup untuk mensejahterakan kaum buruh dan rakyat. Pemilik modal selalu mempunyai cara untuk mengeruk keuntungan dan kekayaan diatas penderitaan kelas buruh dan rakyat keseluruhan. Pemberlakuan system kerja kontrak dan outsourcing dan PHK sepihak juga merupakan cara pemilik modal yang harus dihentikan dan dilawan. Untuk mengatasi berbagai macam persoalan buruh dan rakytat keseluruhan, maka KELAS BURUH HARUS MELANCARKAN PERJUANGAN POLITIK YANG AKAN MENEMPATKAN KELAS BURUH DALAM KEKUASAAN. Hal ini yang akan menyempurnakan perjuangan upah layak menjadi perjuangan yang berkelanjutan demi kesejahteraan yang sejati bagi buruh dan seluruh rakyat yang sudah sekarat oleh kemiskinan. Untuk itu mari seluruh buruh bersatu dengan menghubungi POSKO-POSKO SEKRETARIAT BERSAMA (SEKBER) BURUH di berbagai daerah:



Jakarta: Sultoni 087878725873; Jumisih 08561612485; Rosid 02191940041—Tangerang: Erwan 02199879573; Poniman 085210444279; Sasmitha 0813101340840Bekasi: Habib 02191161574; Erhan 08121306156; Oncom 085710372721; Ganjar 085710631791; Joyo 085711100472

Semakin Tunduk Negara-Pemerintah dan Aparatnya Pada Modal!

Rabu, 25 Januari 2012

S I A R A N   P E R S
Khusus / Siaran Pers - Aksi KASBI / Jan 2012

SEMAKIN TERPURUK NASIB BURUH INDONESIA !

KARPET MERAH BAGI MODAL !
NASIB BURUK BAGI BURUH !


Salam,
Kalimat penegas di atas ialah cermin atas apa yang ada di tanah air saat ini, kenyataan yang berlaku di indonesia, di bawah kekuasaan yang tak berpihak bagi nasib kaum buruh. Hari demi hari buruh di indonesa, di semua sektor, bukan bertambah membaik keadaannya, bukannya semakin sejahtera. Tetapi justru sebaliknya, kian waktu, kian termiskinkan, jauh dan bahkan tak lagi mendapat perhatian dan perlindungan dari Negara.

Mulai dari dihancurkannya serikat-serikat buruh (pemberangusan serikat) oleh pengusaha dengan berbagai siasat licik dan laten, PHK yang kian menjadi-jadi, upah murah layaknya membayar budak, hak- hak dasar yang sering dilanggar pengusaha, penerapan sistem kerja ala perbudakan modern ( kontrak & outsourching ) demi melayani modal. Kriminalisasi buruh oleh pengusaha serta rentetan permasalahan penindasan lainnya.

Itu semua kini menjadi santapan getir yang harus di telan buruh, suka atau tidak, pemerintah tak bisa lagi di harapkan keberadaannya bagi kebaikan nasib buruh. Kecuali bagi kepentingan kaum berpunyalah pemerintah hadir dan melayani sebaik - baiknya pelayanan.

Pada kesempatan dalam aksi ini misalnya, terdapat massa pekerja dari Carefour Indonesia, yang juga merupakan korban dari penindasan pengusaha Carefour yang berskala nasional bahkan internasional dan tak kunjung mengenyam perlindungan dari negara. Serikat pekerjanya ( Serikat Pekerja carefour Indonesia - KASBI ) di berangus, anggota dan pengurusnya di sanksi skorsing sampai PHK, dan seterusnya. Tapi pemerintah dengan kelengkapan tangan kekuasaannya seolah tepuk tangan dengan nasib yang di alami pekerja di carefour Indonesia dan serikat pekerjanya.

Buruh di PT. Daya Cipta Kemasindo, daerah cibitung dan di tangerang, buruh perempuan PT. Lembanindo TirtaAnugrah di daerah ciputat tangerang selatan, buruh mantan Mc. Donald’s Indonesia - PT. Toni Jack’s Indonesia, dan masih banyak lagi rentetan lainnya yang tak tersebutkan. Tersebar hampir di pelosok kota, daerah di Indonesia. Seluruh buruh yang menjadi korban peninstaan tidak pernah tertuntaskan persoalannya secara adil oleh negara dengan peradilannya berikut aparat pemerintahan saat ini.

Ketika buruh di PT. Daya Cipta Kemasindo yang mendapat upah di bawah standard, yang tergerus kakinya oleh mesin di pabrik dan berakibat cacat permanen. Ketika serikat buruh yang sudah dijamin oleh undang - undang diberangus pengusaha, anggota dan pengurus serikat pekerja di pecat. Saat pengusaha jelas - jelas menggelapkan jutaan bahkan ratrusan juta rupiah uang jamsostek buruh, Pengawas ketenagakerjaan, kepolisian, peradilan, sepi tindakan. Aduan buruh di putar - putar, di lama - lama kan, di nyatakan tak kuat buktinya, berujung pada KETIDAK JELASAN PROSES apalagi tindakan tegas. PENGUSAHA TETAP SAJA TAK TERSENTUH, MASIH MELENGGANG KANGKUNG SAMBIL SENANG – SENANG DAN MENGULANGI LAGI PERBUATANNYA, TAMBAH LAGI BURUH YANG JADI KORBAN, terus seperti ini.

Di satu sisi, saat pengusaha mengadukan buruh kepada aparat : Pengawas ketenagakerjaan , peradilan atau kepolisian, hanya perkara : yang di duga - duga mencemarkan nama baik, di sangka melakukan perbuatan tidak menyenangkan.  Atau bahkan ketika buruh tanpa sengaja pulang memakai sandal jepit mushola di tempat kerja lalu di tuduh mencuri oleh pengusaha. Di saat buruh tak sengaja karena tak memasukan dalam laporan dana koperasi sebesar dua puluh lima ribu rupiah, di tuduh menggelapkan uang koperasi. Karena atas aduan sang tuan modal, bukan aduan dari buruh atau serikat buruh, aparatus negara menggelar karpet merah, pengusaha di sambut, aduan di tindak lanjuti secepat kilat, buruh pakai sandal jepit di mushola tanpa senagaja langsung saja di pidana, di tangkap, perkara dua puluh lima ribu perak buruh langsung di seret ke penjara !

Sedemikian miris nasib buruh di indonesia, sedemikian tak bergunanya keberadaan pemerintahan  yang kini berkuasa bagi kebaikan nasib rakyat pekerja . Termasuk SELURUH APARATNYA sebagai kepanjangan tangan kekuasaaan, yang bertanggung jawab atas soal ketenagakerjaan, penjaga dan penegak hukum pun tak lagi berguna bagi kemaslahatan nasib buruh, dan hanya sangat berguna bagi kaum yang berpunya. Keadaan demikian ini merupakan implikasi dari negara yang di jalankan  dan di kelola dengan  penggunaan tatanan yang ANTI BURUH, ANTI RAKYAT.  Seluruh instrument dan struktur pemerintahan, peradilan dan legislatifnya, berdiri demi mengabdi pada KAUM BERPUNYA.  MENGAGUNGKAN kejayaan modal, harus menyiapkan buruh yang murah, tak boleh buruh berorganisasi dengan kuat, jangan sampai buruh susah di PHK, jangan sampai status kerjanya PERMANEN, harus lentur, gampang di lempar - lempar dan mudah di buang kapan saja. Hukumnya mesti yang memuluskan jalannya modal, tak boleh menghambat. Aparatnya harus di buat tunduk dan penurut terhadap modal walau dengan cara apapun.

Atas dasar keadaan demikianlah AKSI MASSA ini dilakukan dalam rangka mempertegas, bahwa  NEGARA : PEMERINTAH, APARAT TAK LAGI BERGUNA BAGI KEBAIKAN NASIB BURUH.  Serta melalui AKSI MASSA ini kaum buruh mempertegas posisi, dengan kekuatan rakyat pekerja lah penindasan pengusaha ini dihadapkan untuk di sudahi.

Akhirnya melalui SIARAN PERS ini kami mengabarkan kepada setiap insan yang masih berpihak pada nasib kebanyakan rakyat pekerja, kaum buruh untuk tidak diam saja pada keadaan ini.

Dengan ini pun kami tetap MENUNTUT agar semua aparatus yang ada untuk MENGHENTIKAN PENISTAAN terhadap nasib buruh, nasib rakyat pekerja.

Kepada seluruh organisasi rakyat pekerja, serikat buruh dan organisasi maupun lembaga pro buruh untuk menyikapi keadaan ini secara bersama - sama dengan kekuatan persatuan perjuangan demi MENYUDAHI PENINDASAN, PENGHISAPAN serta MEWUJUDKAN KEBERPIHAKAN yang sejati bagi nasib kaum buruh di Indonesia.

Hidup Buruh, Hidup Rakyat Pekerja, Hidup Buruh Carefour Indonesia, Hidup Buruh PT. DCK
Hidup Buruh Perempuan  PT. lembanindo TirtaAnugrah,
Hidup Seluruh Buruh Yang Terindas dan Berjuang,
Hidup Persatuan Perjuangan Rakyat Pekerja !


KETUA UMUM SERIKAT PEKERJA CAREFOUR INDONESIA - KASBI
IMAM S

KETUA UMUM FEDERASI                        PROGRESIP – KASBI
HABIB M


PENGURUS PUSAT
KONFEDERASI KASBI

NINING ELITOS
Ketua Umum

ABDUL RACHMAN
Sekretaris jenderal

Kembalikan Hak Tanah Rakyat, Cabut SK Bupati Bima No. 188/45/357/004/2010

Rabu, 18 Januari 2012

Jumat 13 Januari 2012, pulahan orang yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang Yogyakarta melakukan aksi teaterikal di Bunderan Universitas Gadjah Mada. Aksi ini merupakan keberlanjutan aksi-aksi sebelumnya yang menuntut agar SK Bupati Bima Nomor 188/45/357/004/2010 segera dicabut dan tuntutan tuk mengembalikan tanah rakyat dirampas oleh penguasa. Organissi-organisasi yang tergabung dalam FRAT memandang bahwa sumber pokok persoalan dimana terjadi perampasan tanah dan penghidupan rakyat di Bima adalah SK. Nomor 188 karena Surat Keputusan ini melegalkan adanya penambangan di Bima yang dilakukan oleh kapitalisme internasional (PT. Sumber Mineral Nusantara merupakan perusahaan Asing dari Australia).

Tragedy Bima berdarah dimana terjadi represifitas aparat kepolisian hingga menewaskan lebih dari 2 orang rakyat Bima dan puluhan korban luka-luka, imbas dari penolakan terhadap Surat Keputusan Bupati Nomor 188 yang memberikan izin penambangan. Bupati Bima yang juga merupakan “darah biru” (keturunan Kraton) tidak pernah peduli terhadap tuntutan rakyat. Berkali-kali rakyat Bima melakukan protes terhadap kebijakan tersebut namun tidak pernah dipedulikan oleh pemerintah daerah. Sampai hari ini pun, Pmerintah Daerah Bima terutama Bupati Fery Zulkarnaen tidak pernah menggubris tuntutan rakyat agar Surat Keputusan tersebut di cabut.

Sikap keras Bupati Bima yang tidak mau mencabut surat keputusan tidak membuat perlawanan rakyat Bima surut. Perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Bima dan solidaritas rakyat di beberapa daerah termasuk di Yogyakarta sampai hari ini pun masih bergelora. Front Rakyat Anti Tambang Yogyakarta yang terdiri dari organisasi demokratik tak henti-hentinya melakukan aksi massa menuntut pencabutan Surat Keputusan Nomor 188 dan segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Bima  termasuk menuntut pertanggung jawaban SBY-Boediono, Kapolri, Gubernur dan Kapolda NTB, Bupati dan Polres Bima.

Aksi mimbar bebas yang dilakukan FRAT Yogyakarta merupakan wujud konsistensi dalam melakukan perlawanan terhadap Rezim Neolib SBY-Boediono termasuk pemerintah daerah. Rezim yang sejatinya perpanjangan modal internasional (Neoliberalisme) tak akan henti-hentinya melakukan pembantaian terhadap rakyat. Kasus yang terjadi di Bima, Mesuji, Meranti, Papua dan di tempat-tempat lainnya adalah gambaran singkat bagaimana rezim ini melakukan pembunuhan terhadap rakyat demi melindungi pemodal. Perwakilan dari KPO PRP dalam orasi politiknya di aksi teaterikal tersebut mengatakan bahwa “rezim Neolib SBY-Boedino akan terus melakukan pembunuhan terhadap rakyat karena salah satu syarat bagi berjalannya modal (kapitalisme) adalah menghancurkan semua kekuatan yang menentangnya meskipun dengan cara pembantaian dan pembunuhan. Pembunuhan rakyat di beberapa daerah seperti Mesuji, Papua, Bima dan lain-lain yang berusaha mempertahankan haknya terhadapa tanah menjadi bukti. Penindasan oleh kapitalisme dengan menggunakan rezim SBY-Boediono sebagai kakai tangan dan polisi-tentara sebagai senjata pembunuh harus dilawan oleh rakyat. Hanya dengan persatuan semua kekuatan rakyat yang akan mampu melawan kapitalisme.” Dalam setiap orasi politiknya, KPO PRP selalu menegaskan pentingnya persatuan rakyat dan membangun kekuatan politik nasional sebagai alat perjuangan bersama. Perjuangan tidak hanya didasari pada perjuangan yang ekonomis (sektoral dan normative) tetapi perjuangan politik dimana kekuasaan Negara harus direbut oleh kekuatan tertindas.

Front Rakyat Anti Tambang Yogyakarta terdiri dari KPO PRP, KEPMA BIMA, SMI, RESISTA-JGMK, PRD, PEMBEBASAN, LMND, FAM-J, PPI, IKPM DOMPU, IKPM KEPRI, ASRAMA NTB, PMII, IMPSY, PEREMPUAN MAHARDHIKA, LM NASDEM, LPN, SABUK, IKS, FKMK, IKPM-I, HMI MPO, HMI DIPO. (rewako)

Peringatan Satu Tahun Kasus Pelanggaran HAM Di Kampus UNASMAN Polewali Mandar

Satu tahun tragedi sudah berlalu. Tragedi yang terjadi didepan kampus Unasman dimana salah satu dosen tewas yang mengakibatkan melayangnya nyawa korban akibat timah panas yang bersarang dileher korban. Tragedi ini tentu mengundang bayak simpati dari kalangan masyarakat terutama mahasiswa Polewali Mandar. Sebut saja KPO PRP-POLMAN, PMII Cabang POLMAN dan JGMK Cabang POLMAN yang menghimpun dirinya dalam sebuah front bernama KONTRA. Tentunya perjalanan yang cukup melelahkan ini banyak rintangan yang tak henti-hentinya datang silih berganti. Perjalanan panjang selama satu tahun yang dibangun dari sebuah ideologi kerakyatan selama 1 tahun lamanya tidak akan pernah surut. Untuk itu KONTRA sampai hari ini masih utuh dalam mengawal kasus pelanggaran HAM tanggal13 januari 2011 lalu.
Kasus pelanggaran yang dilakukan oleh aparat birokrasi itu menjadi sebuah gambaran besar hari ini bahwa negara kita memang menganut sistem represif. Dimana represi sebagai sebuah jalan untuk menyelesaikan perkara. Mari kita melihat kasus pelanggaran HAM masa lalu, bagaimana kasus Munir, Marsinah dan ratusan aktivis yang hilang. Kasus tersebut menjadi sebuah gambaran bahwa Orde Baru Jilid Dua kini kembali lagi kepangkuhan ibu pertiwi indonesia.
Inilah yang dituntut oleh KONTRA meskipun telah satu tahun berkecimpung mengawal kasus tersebut hasil yang didapat belum sampai kepada apa yang kita harapkan. Namun demikian perkembangan sudah mulai terlihat pada tanggal 13 januari 2012. KONTRA menunjukkan kuku taringnya kembali lewat aksi di gedung DPRD dengan strategi dan taktik yang lebih maju dari sebelumnya. Disamping itu mempertanyakan kasus pelanggaran berat pada peristiwa tersebut.
Dengan kekuatan sekitar seratus orang di depan DPRD Polewali Mandar massa KONTRA sempat membakar ban. Dimana sebelumnya menempuh jarak sekitar 4 kilometer yang diisi dengan aksi teatrikal serta orasi di Pasar Sentral dan gedung Pengadilan Negeri Polewali Mandar. Di PN Polewali Mandar massa KONTRA menuntut pelaku diberikan hukuman seberat-beratnya karena telah menghilangkan nyawa korban sesuai dengan hukum yang berlaku dinegeri ini.
Meskipun perjalanan panjang yang menguras tenaga tapi jiwa dan semangat masih tetap membara. Hal ini terbukti ketika tiba di kantor DPRD kawan-kawan masih tetap terus menuntut hasil kerja nyata yang dilakukan oleh tim yang sudah dibentuk oleh DPRD Polman yakni TCT (Tim Cepat Tanggap) karena selama ini tim tersebut tidak serius menangani kasus tersebut. Meskipun DPRD telah memaparkan penjelasannya namun massa KONTRA tetap kekonsistenan akan mengawal kasus tersebut. (achi)

Memenangkan Kaum Tani Untuk Berjuang Sampai Akhir!

Jumat, 13 Januari 2012

Kamis, 12 Januari 2012, barisan aksi tani bersama elemen barisan lain (buruh, nelayan, kaum miskin kota, perempuan, dan mahasiswa pemuda), melakukan serangannya kedepan instansi-instansi pemerintahan pro imperialis di Jakarta. Tuntutan utama yang diusung masih sama dengan yang puluhan tahun lalu dikumandangkan oleh perjuangan kaum tani, yaitu Reformasi Agararia (yang) sejati. Namun kali ini, persoalan reformasi agraria menjadi lebih mendesak, dikarenakan kedaulatan kaum tani atas tanah dan lingkungan betul-betul semakin diporak-pondakan lewat rentetan kasus-kasus terbaru dari Tiaka, Mesuji, sampai Bima. Selain membawa isu/tuntutan umum tentang reformasi agraria, dikeluarkan juga tuntutan-tuntutan khusus berupa pencabutan SK menteri yang memicu konflik-konflik agraria, pembubaran perhutani, mengaudit HGU dan izin usaha pertambangan, serta desakan untuk menyusun beberapa UU yang dianggap perlu dalam melindungi hak petani, nelayan, dan masyarakat adat.  

Tak seperti biasanya, aksi yang didominasi oleh massa kaum tani ini terlihat lebih bergelora. Untuk pertama kali aksi dipusatkan di depan gedung MA, lalu berlanjut ke depan Istana negara, dan diakhiri di depan gedung DPR/MPR. Massa aksi yang tergabung dalam sekretariat bersama pemulihan hak rakyat ini berjumlah tidak kurang dari 5000 orang, dan sebagian besarnya adalah kaum tani yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Petani Pasundan (SPP) dan Serikat Petani Indonesia (SPI) yang datang dari Jawa barat dan Banten. Sejak bergerak pukul 09.00 dari Masjid Istiqlal sampai pada akhirnya ke DPR, massa telah melumpuhkan beberapa titik jalan strategis di Jakarta. Selain itu diketahui juga bahwa aksi tersebut juga berbarengan dengan aksi yang serupa di beberapa daerah seperti Lampung, Medan, sebagian Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Bali, dan Sulawesi.

Di depan istana negara, massa sempat menggoyang-goyang kawat berduri yang membatasi badan jalan dengan kawasan istana negara. Beberapa orang bahkan sempat mengekspresikan kemarahannya dengan melemparkan sendal kedalam kawasan istana. Di depan DPR/MPR, massa lebih terlihat perkasa lagi dengan memblokir Jalan Gatot Subroto dan menjebol pagar besi samping gedung. Organisasi-organisasi buruh seperti KASBI, SBTPI, GSBI, FPBJ, FSPOI yang juga tergabung dalam Sekber Buruh pun ikut meradikalisasi massa dengan mempelopori pemblokiran jalan di depan DPR, serta mendinamisir massa aksi dengan lagu-lagu perjuangan yang umumnya memang belum diketahui oleh kaum tani.

Namun demikian, dalam catatan kami, masih tetap terdapat kelemahan dalam aksi tersebut, yang sayangnya mengulangi kelemahan-kelemahan dalam aksi sebelumnya yang didominasi oleh kaum tani. Yang pertama adalah persoalan konsep aksi yang mempengaruhi beberapa isu/tuntutan/kampanye aksi. Aksi massa yang sedemikian besar seharusnya merupakan sarana bagi rakyat untuk berdaulat dan meningkatkan kapasitas politiknya untuk memaksa (bukan mengemis) sebuah kebijakan yang akan mempermudah perjuangan pembebasan tanah. Ini adalah konsekuensi dari sudah sekian panjangnya kasus perampasan tanah kaum tani terjadi lewat berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah dan juga DPR. Namun hal itu sedikit tertutupi dengan dibiarkannya para elite politik DPR (Budiman Sudjatmiko dan Akbar Faisal) mendapatkan panggung untuk menjanjikan satu pansus penyelesaian konflik agraria. Isu pun seakan digeser/dimanipulasi menjadi sekedar pembentukan pansus dan menggulung isu-isu kongkret yang telah disepakati. Untungnya sebagian massa yang didominasi oleh buruh dan mahasiswa meneriaki elite politik yang naik mobil komando tersebut dan menyuruhnya untuk turun.

Selain itu, hal kedua yang juga meresahkan adalah persoalan struktur/perangkat aksi yang sangat lemah dalam mengawal aksi. Tidak terdapat suatu rancangan acara yang tersusun dan terkontrol dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan diperbolehkannya sebagian perwakilan massa untuk menerobos naik mobil komando tanpa sebuah panggilan/kontrol  dari kordinator lapangan. Ditambah lagi tak semua organisasi yang terlibat dalam sekber pemulihan hak rakyat yang mendapatkan kesempatan untuk berorasi menyampaikan pandangannya. KPO PRP adalah salah satu organisasi yang terlibat dalam sekber pemulihan hak rakyat namun tidak mendapatkan kesempatan itu.

Atas ketidaksiapan struktur aksi tersebut, pimpinan aksi jadi terlihat kebingungan saat massa sudah menjebol pagar samping DPR. Akibat lain dari ketidaksiapan tersebut, pimpinan aksi juga berkecenderungan untuk memarahi massa aksi yang sudah mulai radikal, yang sayangnya, juga dilakukan dengan cara yang memecah kesatuan aksi, yaitu dengan membedakan kepentingan massa kaum tani dengan massa buruh dan pemuda/mahasiswa dalam aksi tersebut. Lalu pertanyaannya, apakah Reformasi Agraria adalah hanya merupakan kepentingan kaum tani? Bagi kami, jelas tidak. Reformasi agraria (bukan sekedar tanah) bagi kami akan membantu percepatan industrialisasi yang mana akan memperbanyak dan memperkuat posisi kaum buruh dalam pabrik-pabrik di kota (bahkan pengikisan jurang antara kota dan desa), juga membuka lapangan pekerjaan bagi pemuda. Singkatnya adalah peningkatan kekuatan produktif masyarakat Indonesia hari ini.

Namun sekali lagi, bagi kami, reformasi agraria dibawah kontrol agen Imperialis-neoliberal adalah omong kosong dan tak berguna bagi semua pencapaian itu. Sehingga sepatutnya, penghancuran/penggulingan kekuasaan pro Imperialis-neoliberal itulah yang merupakan satu titik temu strategis dari kepentingan seluruh rakyat atas reformasi agraria. Bukan pansus, bukan UU, atau panitia jenis apapun yang merupakan strategi pokok kaum tani, melainkan pendudukan dan pengambil-alihan seluruh lahan-lahan yang dikuasai pemodal dengan perlawanan yang maksimal oleh organisasi tani.   

Sebenarnya beberapa orasi dari KASBI dan SBTPI sudah mengajak kepada kaum tani untuk melanjutkan aksi beberapa hari lagi sampai beberapa tuntutan kongkret dan mendesak dipenuhi. Kelompok ibu-ibu yang berasal dari kelompok nelayan Banten pun mengeluhkan pimpinan aksi yang bagi mereka masih berjuang setengah-setengah karena menyuruh massa (khususnya perempuan) untuk mundur disaat mereka menginginkan untuk maju terus saat penyemprotan water canon oleh aparat.

Disinilah letak pentingnya organisasi kaum tani dalam memimpin perjuangan tani. Bukan menghambat, tapi meluruskan. Bukan memarahi, tapi mengajarkan dengan persiapan-persiapan (pendidikan, latihan, dll) yang maksimal untuk hasil yang maksimal. Sehingga, kaum tani beserta pimpinan-pimpinan organisasinya kedepan mulai membiasakan diri untuk menegakkan perjuangan agraria sampai ke titik akhir: kemenangan kaum tani, dan kesejahteraan seluruh rakyat.

Selanjutnya massa sempat diganggu hujan yang turun dengan sangat deras pada pukul 16.30 di depan gedung DPR. Sebagian besar massa tani tunggang langgang menyelamatkan diri. Namun sebagian lagi yang jumlahnya lebih sedikit memilih bertahan dengan meneruskan orasi dan lagu-lagu perjuangan. Massa aksi akhirnya bubar pada pukul 17.40 setelah mendapatkan beberapa janji (yang sudah pasti tidak dijalankan) dari DPR. (kibar)  

Reforma Agraria, Pembaruan Desa dan Keadilan Ekologis Jalan Indonesia Berkeadilan Sosial

Kamis, 12 Januari 2012

Pernyataan Sikap

Sekretariat Bersama Pemulihan Hak Hak Rakyat Indonesia
Jakarta, 12-01-2012
Kami dari “Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat Indonesia”, aliansi dari organisasi Petani, Buruh, Masyarakat Adat, Perempuan, Pemuda Mahasiswa, Perangkat Pemerintahan Desa, dan NGO.
Hari ini, Kamis 12 Januari 2012 melakukan aksi serentak di Ibu kota Negara DKI Jakarta dan 27 Provinsi di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali NusaTenggara, Maluku dan 4 wilayah di luar negeri.
Hari ini, kami menyatakan Perlawanan dan Membentuk Aliansi Gerakan Perlawanan Terhadap Perampasan Tanah-Tanah Rakyat yang difasilitasi oleh rezim SBY-Boediono di seluruh Indonesia.
Kami Berpandangan:
Bahwa masalah utama agraria (tanah, air, dan kekayaan alam) di Indonesia adalah konsentrasi kepemilikan, penguasaan dan pengusahaan sumber-sumber agraria baik tanah, hutan, tambang dan perairan di tangan segelintir orang dan korporasi besar, di tengah puluhan juta rakyat bertanah sempit bahkan tak bertanah. Ironisnya, ditengah ketimpangan tersebut, perampasan tanah-tanah rakyat masih terus terjadi.
Perampasan tanah tersebut terjadi karena persekongkolan jahat antara Pemerintah, DPR-RI dan Korporasi. Mereka menggunakan kekuasaannya untuk mengesahkan berbagai Undang-Undang seperti: UU No.25/2007 Tentang Penanaman Modal, UU No.41/1999 Tentang Kehutanan, UU 18/2004 Tentang Perkebunan, UU No.7/2004 Tentang Sumber Daya Air, UU No. 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 4/2009 Mineral dan Batubara, dan yang terbaru pengesahan UU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Keseluruhan perundang-undangan tersebut sesungguhnya telah melegalkan perampasan hak-hak rakyat atas tanah, hutan, tambang, wilayah tangkap nelayan, wilayah kelola masyarakat adat dan desa, kesemuanya hanya untuk kepentingan para pemodal.
Perampasan tanah berjalan dengan mudah dikarenakan pemerintah pusat dan daerah serta korporasi tidak segan-segan mengerahkan aparat kepolisian dan pam swakarsa untuk membunuh, menembak, menangkap dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya jika ada rakyat yang berani menolak dan melawan perampasan tanah.
Kasus yang terjadi di Mesuji dan Bima adalah bukti bahwa Polri tidak segan-segan membunuh rakyat yang menolak perampasan tanah. Hal ini terjadi karena Kepolisian Republik Indonesia (Polri) secara jelas dan terbuka telah menjadi aparat bayaran perusahaan perkebunan, pertambangan, dan kehutanan. Kasus PT.Freeport  dan Mesuji Sumatera Selatan membuktikan bagaimana polisi telah menjadi aparat bayaran tersebut.
Cara-cara yang dilakukan oleh pemerintahan SBY-Boediono dalam melakukan perampasan tanah dengan menggunakan perangkat kekerasan negara, mulai dari pembuatan undang-undang yang tidak demokratis hingga pengerahan institusi TNI/polri untuk melayani kepentingan modal asing dan domestik sesungguhnya adalah sama dan sebangun dengan cara-cara Rezim Fasis Orde Baru.
Kami menilai bahwa perampasan hak-hak rakyat atas tanah, hutan, tambang, wilayah tangkap nelayan, wilayah kelola masyarakat adat dan desa yang terjadi sekarang ini adalah bentuk nyata dari perampasan kedaulatan rakyat.
Bagi Kami Kaum Tani, Nelayan, Masyarakat Adat, dan Perempuan perampasan tersebut telah membuat kami kehilangan tanah yang menjadi sumber keberlanjutan kehidupan.
Bagi Kami Kaum Buruh, perampasan tanah dan kemiskinan petani pedesaan adalah sumber malapetaka politik upah murah dan sistem kerja out sourcing yang menindas kaum buruh selama ini. Sebab politik upah murah dan system kerja out sourcing ini bersandar pada banyaknya pengangguran yang berasal dari proses perampasan tanah. Lebih jauh, perampasan tanah di pedesaan adalah sumber buruh migran yang dijual murah oleh pemerintah keluar negeri tanpa perlindungan.
Melihat kenyataan tersebut, kami berkesimpulan: Bahwa dasar atau fondasi utama dari pelaksanaan sistem ekonomi neoliberal yang tengah dijalankan oleh SBY Boediono adalah Perampasan Tanah atau Kekayaan Alam yang dijalankan dengan cara-cara kekerasan.
Kami berkeyakinan bahwa untuk memulihkan hak-hak rakyat Indonesia yang dirampas tersebut harus segera dilaksanakan Pembaruan Agraria, Pembaruan Desa demi Keadilan Ekologis.
Pembaruan Agraria adalah penataan ulang atau restrukturisasi pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria, untuk kepentingan petani, buruh tani, perempuan dan golongan ekonomi lemah pada umumnya seperti terangkum dalam UUPA 1960 pasal 6,7,9,10,11,12,13,14,15,17. Pembaruan Agraria adalah mengutamakan petani, penggarap, nelayan tradisional, perempuan dan masyarakat golongan ekonomi lemah lainnya untuk mengelola tanah, hutan dan perairan sebagai dasar menuju kesejahteraan dan kedaulatan nasional.
Pembaruan Desa adalah pemulihan kembali hak dan wewenang di Desa atau nama lain yang sejenis, yang telah dilumpuhkan dan diseragamkan oleh kekuasaan nasional sejak masa Orba melalui UU No.7/1979 tentang Pemerintahan Desa. Penyeragaman tersebut telah menghilangkan pranata asli masyarakat pedesaan yang merupakan kekayaan “Bhineka Tunggal Ika” yang tak ternilai harganya.
Pembaruan Desa adalah pemulihan hak dan wewenang desa dalam mengatur sumber-sumber agraria di desa dengan cara memberikan wewenang desa dalam mengelola kekayaan sumber-sumber agraria untuk rakyat, memberikan keadilan anggaran dari APBN, menumbuhkan Badan Usaha Bersama Milik Desa untuk mempercepat pembangunan ekonomi pedesaan.
Bingkai utama dari pelaksanaan Pembaruan Agraria dan Pembaruan Desa adalah menuju Keadilan Ekologis. Dengan demikian, keseluruhan pemulihan hak-hak agraria rakyat, pemulihan desa adalah untuk memulihkan Indonesia dari kerusakan ekologis akibat pembangunan ekonomi neoliberal selama ini.
Melalui Aksi ini, kami Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat menyerukan: Kepada seluruh rakyat Indonesia yang terhimpun dalam organisasi-organisasi gerakan untuk merebut dan menduduki kembali tanah-tanah yang telah dirampas oleh pemerintah dan pengusaha. Kami mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk membentuk organisasi-organisasi perlawanan terhadap segala bentuk perampasan tanah.
Kami juga mengajak kepada para cendikiawan, budayawan, agamawan, professional agar mengutuk keras dan melawan segala bentuk pelanggaran HAM berat yang dilakukan secara sistematis oleh pemerintah dalam melakukan perampasan tanah.
Untuk itu, Kami Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat Indonesia menuntut :
1.      Menghentikan Segala Bentuk Perampasan Tanah Rakyat dan Mengembalikan Tanah-Tanah Rakyat yang Dirampas.
2.      Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati sesuai dengan Konsitusi 1945 dan UUPA 1960
3.      Tarik TNI/Polri dari konflik Agraria, membebaskan para pejuang rakyat yang ditahan dalam melawan perampasan tanah.
4.      Melakukan Audit Legal dan Sosial Ekonomi terhadap segala Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan, Hak Guna Bangunan (HGB), SK Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Izin Usaha Pertambangan (IUP) baik kepada Swasta dan BUMN yang telah diberikan dan segera mencabutnya untuk kepentingan rakyat.
5.      Membubarkan Perhutani dan memberikan hak yang lebih luas kepada rakyat, penduduk desa, masyarakat adat dalam mengelola Hutan.
6.      Pengelolaan sumber-sumber alam yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan mensegerakan UU PA-PSDA sesuai amanat TAP MPR No IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
7.      Penegakan Hak Asasi Petani dengan cara mengesahkan RUU Perlindungan Hak Asasi Petani dan RUU Kedaulatan Pangan sesuai tuntutan rakyat tani.
8.      Penegakan Hak Masyarakat Adat melalui Pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat
9.      Pemulihan Hak dan Wewenang Desa dengan segera menyusun RUU Desa yang bertujuan memulihkan hak dan wewenang desa atau nama lain yang sejenis dalam bidang ekonomi, politik hukum dan budaya.
10.  Penegakan Hak Asasi Buruh dengan Menghentikan Politik Upah Murah dan Sistem Kerja Kontrak, Out Sourcing dan membangun Industrialisasi Nasional. Bentuk Undang-undang yang menjamin hak-hak Buruh Migran Indonesia dan Keluarganya
11.  Penegakan Hak Asasi Nelayan Tradisional melalui perlindungan wilayah tangkap nelayan tradisional dengan mengesahkan RUU Perlindungan Nelayan, Menghentikan kebijakan impor ikan dan privatisasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
12.  Pencabutan sejumlah UU yang telah mengakibatkan perampasan tanah yaitu : UU No.25/2007 Penanaman Modal, UU 41/1999 Kehutanan, UU 18/2004 Perkebunan, UU 7/2004 Sumber Daya Air, UU 27/2007 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU 4/2009 Minerba, dan UU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan.

Demikian Pernyataan Sikap ini

Sekretariat Sekber:
WALHI: Jl. Tegalparang Utara 14, Mampang-Jakarta Selatan 12790 | T/F +6221 79193363/7941673

Anggota Sekber
Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Petani Pasundan (SPP), Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA),  Persatuan Pergerakan Petani Indonesia (P3I), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Asosiasi Tani Nusantara (ASTANU), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Serikat Hijau Indonesia (SHI), Petani Mandiri, Paguyuban Petani Hutan Jawa (PPHJ), Serikat Petani Merdeka (Setam- Cilacap), Rumah Tani Indonesia (RTI), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Pekerja Tekstil Buana Groups (SPTBG), Sawit Watch, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), HuMA, RACA, Greenpeace,  Jaringan Advokasi Tambang  (JATAM), Pusaka Indonesia, Bina Desa, Institute Hijau Indonesia,  JKPP, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, KONTRAS, IMPARSIAL, IHCS, ELSAM, IGJ,  Parade Nusantara, Koalisi Anti Utang (KAU), Petisi 28, ANBTI, REPDEM, LIMA, Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formada NTT), Front Mahasiswa Nasional (FMN), PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Front Aksi Mahasiswa (FAM Indonesia), LSADI, SRMI,  Persatuan Perjuangan Indonesia (PPI), Liga Pemuda Bekasi (LPB),  Gabungan Serikat Buruh Independent (GSBI), Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Federasi Perjuangan Buruh Jabodetabek (FPBJ), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI-Tangerang), Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), , KPO- PRP, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (PERGERAKAN), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Komite Serikat Nasional (KSN),  INDIES, SBTPI, Gesburi, Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ), GMPI,  SBTNI, Punk Jaya, PPMI,Perempuan Mahardika, SPTBG, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Konferderasi Serikat Nasional (KSN), Indonesian Corruption Watch (ICW).



Kembalikan Tanah Kami Yang Dirampas Perusahaan Perkebunan

Rabu, 11 Januari 2012

Pada hari Senin, 10 Januari 2011, KPO PRP Medan dan Serikat Karyawan (Sekar Wilmar)-Konfederansi KASBI bergabung dengan Forum Rakyat Bersatu Sumut yang di gagas oleh kelompok tani yang menuntut pengembalian tanah rakyat yang di rampas oleh perkebunan baik perkebunan swasta nasional, perkebunan swasta asing, maupun perkebunan Negara (PTPN).

Agenda dalam aksi tersebut pada intinya Menuntut Gubernur Sumut, menerima dan menada tangani tuntutan rakyat Sumut yaitu: agar tanah tanah petani yang dirampas dengan paksa oleh perkebunan swasta nasional, perkebunan swata asing maupun perkebunan Negara segara dikembalikan kepada rakyat, menuntut perlindungan hak pensiunan karyawan PTPN II yang saat ini dicabik cabik oleh mafia tanah dan para koruptur, agar tanah tanah rakyat yang sudah diluar HGU tetapi masih dikuasi oleh perkebunan dikembalikan dan distribukan kepada rakyat serta agar para petani yang ditangkap dan dikriminalisasi oleh aparat karena berjuang merebut kembali tanhanya segera dibebaskan.

Aksi kelompok tani ini diikuti oleh kelompok kelompok tani yang berasal dari daerah di Sumut seperti  Binjai, Langkat, Tebing TInggi, Medan, Batu Bara, Labuhan Batu, simalungun dan Padang Lawas, dll.  Massa aksi berjumlah lebih dari 1500 orang, dan memacetkan jalan jalan utama kota Medan karena massa memblokade dan menutup akses jalan ke kantor Gubernur Sumatera Utara. Massa aksi mulai bergerak dari Lapangan Merdeka Medan, dan longmarch menuju Kantor DPRD Sumut dengan melintasi Pengadilan Tinggi Sumut dan Pengadilan Negeri Medan, dan pusat aksi sendiri  berada dikantor Gubernur Sumut,

Di kantor Gubernur Sumatera Utara massa aksi menuntut dan mendesak agar Plt. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho turun menjumpai massa aksi dan menadatangi tuntutan rakyat. Akan tetapi Plt. Gubernur tidak bersedia menjumpai massa aksi, dan hanya bersedia menerima beberapa orang delegator dari massa aksi. Perundingan delegasi dengan Plt. Gubernur tidak membuahkan hasil karena Ptl. Gubernur tetap tidak mau menerima dan menandatangi tuntutan rakyat. Akhirnya aksi massa sepakat untuk tetap menduduki dan menginap di kantor Gubernur sampai tiga hari kedepan.

Ini sudah kesekian kalinya rakyat menduduki kantor Gubernur untuk menuntut pengembalian tanah mereka, akan tetapi Plt. Gubernur Sumut tetap ngotot tidak mau menyetujui tuntutan kaum petani. Sedikitpun hati nurani Plt. Gubernur tidak terbuka dengan massa yang hadir yang dikuti oleh anak anak kecil, bahkan bayi, dan orang tua yang sudah lansia yang seharusnya mendapatkan kesejahteraan tak kala tanah mereka yang dirampas perkebunan dapat dikembalikan. Kisah tragis masalah tanah di Sumatera Utara sudah ada sejak paska tahun 1965. Yang muncul ketika rakyat yang berusaha melawan dan mempertahankan tanahnya, dihadapi dengan cap Komunis oleh Negara dan aparatnya. Sehingga banyak dari kaum tani khususnya di wilayah jalan lintas Sumatera (jalinsum) “hilang tanpa jejak”, entah kemana, di kriminalisasi, ditangakap dan atau dibuang. Bahkan ada saksi mata yang menyaksikan bagaimana kejamamnya perkebunan orang suruhan memenggal kepala orangtuanya ketika orangtuanya berusaha mempertahankan tanahnya.

Pertemuan Nasional II Serikat Buruh Jaya Readymix-Konfederasi KASBI

Selasa, 10 Januari 2012

Pada tanggal 7-8 Januari 2012, di Ragunan, Jakarta diselenggarakan Pertemuan Nasional II Serikat Buruh Jaya Readymix-Konfederasi KASBI. Dalam pertemuan tersebut perwakilan buruh dari berbagai plant PT Jaya Readymix berkumpul bersama.

Mereka membaca dan mendiskusikan situasi nasional dimana himpitan perekonomian yang semakin menjadi-jadi akibat penindasan dan penghisapan atas nilai kerja kaum buruh yang dilakukan oleh kaum pemodal dan tingginya tingkat represifitas aparatur Negara terhadap gerakan-gerakan buruh di Indonesia. Untuk kemudian menghasilkan program-program serta strategi taktik SBJR kedepannya.

Pertemuan Nasional ini juga menandai perkembangan pesat dari Serikat Buruh Jaya Readymix. Dimana sekarang mayoritas buruh PT Jaya Readymix sudah tergabung dengan SBJR . Dan hampir disemua plant PT Jaya Readymix terdapat cabang SBJR. Hal tersebut terlihat dengan kehadiran perwakilan-perwakilan dari berbagai daerah dan plant. Yaitu dari wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur serta Sumatera.

Demikian Pertemuan Nasional ini juga akan dihadiri oleh tamu-tamu undangan antara lain PP Konfederasi KASBI, KPO PRP, Federasi Progresip, Serikat Pekerja Carrefour Indonesia dan tamu undangan lainnya.

Pertemuan Nasional tersebut menghasilkan Pengurus Pusat baru periode 2012-2015 yang diketuai oleh Erhandiono, wakil ketua: Sudirman, Sekretaris: M Djunaidi, wakil sekretaris: M Rio DM. Selain itu juga menghasilkan keputusan untuk memperjuangkan upah sektoral serta penghapusan sistem kerja kontrak.

Dengan Pertemuan Nasional ini maka dorongan menjadi semakin kuat untuk menyolidkan, menguatkan serta membesarkan SBJR-Konfederasi KASBI. Demikian perjuangan tersebut harus dilakukan dengan terus mendorong persatuan diantara kaum buruh.