Jaminan sosial merupakan hak dasar yang melekat pada setiap warga Negara. Jaminan untuk memperoleh penghidupan dan kehidupan yang baik merupakan harapan bagi setiap rakyat. Rakyat berhak atas pendidikan, kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja (bagi buruh), dan sebagainya. Dan untu k menjamin hak-hak tersebut, maka Negara mempunyai tanggung jawab untuk mengfasilitasi dan membiayai tanpa membedakan jenis kelamin, agama, ras, status sosial, aliran ideology dan sebagainya.
Hal di atas terungkap dalam diskusi publik yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta pada tanggal 21 Juli 2011 di secretariat AJI. Pembicara dalam diskusi tersebut terdiri dari Heru Yuanta (Koordinator KASBI Yogyakarta), Kirnardi (Sekjen Aliansi Buruh Yogyakarta) dan Farid (Perwakilan dari AJI Yogyakarta). Diskusi dihadiri oleh beberapa organisasi seperti KPO PRP, RESISTA, PPBI, SMI, PSB, HMI, GMNI, dan perwakilan organisasi lainnya serta kawan-kawan media
Pembicara dari KASBI mengatakan bahwa RUU BPJS merupakan turunan dari UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004. Jika mau melakukan kritik dan menolak RUU BPJS maka UU SJSN-nya pun harus dicabut. Lebih lanjut Heru menyatakan bahwa RUU BPJS bukan jaminan sosial tetapi asuransi sosial dimana dalam pasal 11 RUU BPJS dan pasal 17 di UU SJSN mensyaratkan adanya system pungutan atau iuran yang bersala dari peserta. System asuransi merupakan bentuk pelepasan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat bentuk jaminan sosial. Jika pemerintah mau memberikan jaminan sosial kepada rakyat, tidak perlu embel-embel (syarat) berupa iuran. Pemerintah seharusnya memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945, misalnya, dalam pasal 28, pasal 34. Selain itu juga, pro-kontra terhadap pembahasan RUU BPJS terutama antara pihak eksekutif dan legislative tidak menyentuh pada pokok persoalan tetapi pada perdebatan penggabungan/peleburan Jamsostek, Askes, Taspen dan Asabri dalam satu badan. “Mereka rebut hanya untuk memperebutkan lahan karena dana yang ada di Jamsostek, Askes, Taspen dan Asabri jumlahnya sangat banyak. Lembaga eksekutif terutama Kementrian Keuangan dan pihak dan Jamsostek belum sepakat pengesahan RUU BPJS lebih pada persoalan rebutan dana yang sangat besar. Dalam melihat persoalan pro-kontra antara pihak pemerintah dan DPR, buruh dan rakyat kecil lainnya harus jeli melihat persoalan agar tidak larut dan bertikai dalam merespon isu tersebut” kata Heru lebih lanjut.
Pembicara kedua dari AJI lebih banyak memaparkan tentang logika ekonomi dan hukum ketatanegaraan yang berkaitan dengan RUU BPJS. Dia membandingkan konsep Jaminan Sosial yang ada di Amerika Serikat pada saat Obama terpilih sebagai Presiden
Sementara itu, pembicara lain dari ABY melihat bahwa konsep dari RUU BPJS dan juga di UU SJSN adalah memberikan jaminan sosial pada warga Negara termasuk kesehatan. Saat ini konsep Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes tidak seperti itu. Portabilitas yang termuat dalam RUU BPJS adalah memberikan layanan sosial kepada masyarakat tanpa ada pembedaan. Misalnya dalam Jamsostek soal kesehatan. BPTK Orang Jogja bisa berobat dirumah sakit diluar jogja tanpa dibedakan rumah sakit, dokter mauupun obatnya. Dalam mekanisme sseperti sekarang, masih ada pembedaan jika seseorang ingin mengakses layanan kesehatan. Selain itu juga, ABY menekankan pada transformasi PT (Perseroan Terbatas) atau BUMN menjadi Badan Publik sesuai dengan prinsip yang ada di UU SJSN. “Konsep PT memang mencari keuntungan. Sah jika uang yang ada di Jamsostek di investasikan ke Reksadana atau ke Century karena UU PT seperti itu. Dana di Jamsostek yang notabene-nya punya buruh sangat besar yaitu sekitar 110 Trilyun rupiah. Lalu, siapa yang bisa mengaudit dana tersebut? Tidak ada. Kemana keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi tersebut? Larinya ya direksi”. Inti dari transformasi ini adalah agar bisa dikontrol oleh masyarakat.
Diskusi ditutup dengan kesimpulan bahwa jaminan sosial untuk seluruh warga Negara dan harus ditanggung oleh pemerintah. Pro-kontra terhadap RUU BPJS harus dilihat secara mendalam agar sikap yang diambil bisa menguntungkan bagi masyarakat (Akb)
Qua Vadis BPJS Antara Harapan dan Kenyataan
Minggu, 24 Juli 2011
Categories :
Kabar Daerah,
Yogyakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar