Catatan dari Pergolakan Buruh Bekasi 27 Januari 2012

Rabu, 01 Februari 2012

“Karawang-Bekasi”, begitu kata Chairil Anwar untuk menggambarkan ribuan mayat yang bergelimpangan di era perang kemerdekaan. Namun apa yang terjadi pada 27 januari 2012 lalu seakan merevisi judul puisi beliau menjadi “karawang-bekasi-jakarta”. Ya, begitulah potret barisan kendaraan yang menumpuk diam berkilo-kilometer panjangnya, baik dari jakarta maupun dari karawang. Alasannya satu, Bekasi sedang bergolak!

Peristiwa luar biasa ini dapat dikatakan baru pertama kali terjadi di Bekasi bahkan di Indonesia. Bayangkan, seluruh kawasan industri yang ada di Bekasi (Jababeka 1 dan 2, Ejip, Hyundai, MM 2100, Delta silicon, Lippo) seluruhnya TUTUP dan berhenti produksi. Ini bukan dikarenakan pihak pemodal sedang berbaik hati untuk menutup pabrik, tapi buruh memaksanya untuk menghentikan produksi. Pasukan buruh tumpah-ruah dan berkuasa atas jalan-jalan di kota/kabupaten Bekasi. Bukan hanya jalan tol (jakarta-cikampek) yang mati, jalan reguler pun tak bergerak sama sekali. Rakyat memilih untuk berduyun-duyun melihat keperkasaan aksi buruh dipinggir-pinggir jalan. Bekasi lumpuh. Penguasa bergetar ketakutan.

Cikal-bakal Kebangkitan 27 Januari

Peristiwa luar biasa tersebut tidaklah jatuh dari langit. Dia direncanakan dan dipersiapkan, terlepas tak seluruh perencanaan dapat dihadirkan dilapangan. Bermula dari respon berbagai elemen serikat buruh terhadap UMK 2012 yang setiap tahunnya ditetapkan dipenghujung tahun. Setiap unsur serikat buruh keluar unjuk diri dengan mengkampanyekan nilai nominal Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang didasarkan pada survey mandiri serikat buruh. Survey-survey mandiri dari serikat buruh ini sebenarnya telah sekaligus menyatakan dengan tegas tentang ketidaklayakan Peraturan menteri No.17 tahun 2005 dalam menentukan komponen-komponen hidup layak. Tegasnya, kaum buruh sudah tidak percaya bahwa upah yang layak dapat dikeluarkan lewat aturan milik rezim. Dalam survey tersebut, kaum buruh bekasi mendeklarasikan nilai nominal upah layak bagi buruh yang berkisar 2,4 juta sampai 2,85 juta per bulannya.

Dalam aksi-aksinya dibulan November hingga Desember 2011, buruh juga telah menunjukkan metode-metode yang semakin radikal dengan beberapa kali memblokir jalan selama 1 sampai 2 jam. Ini dilakukan sebagai kebulatan tekad buruh untuk mendesakkan perubahan atas kebijakan/politik upah murah yang setiap tahunnya tak mampu lagi menghidupi buruh dan keluarganya. Situasi perjuangan buruh di Bekasi yang sedang meninggi pun tak berdiri sendiri, melainkan saling terkait dengan perjuangan upah yang juga semakin meninggi di beberapa daerah. Ada pemogokan buruh Freeport yang bertahan berbulan-bulan, ada pergerakan buruh batam yang menguat, ada kegagahan buruh Tangerang yang menerobos jalan tol Serang dan memaksa revisi atas UMK yang telah ditetapkan, dan juga siar-kabar dari gerakan-gerakan rakyat lain yang menginspirasi kaum buruh untuk semakin memperkuat tekanan. Usaha-usaha untuk menghubungkan perjuangan-perjuangan lokal ini pun terus dikonsolidasikan oleh berbagai pihak agar mendapatkan perspektif perjuangan yang lebih tinggi dan bersifat nasional, salah satunya adalah yang dilakukan oleh unsur-unsur dalam sekretariat bersama (sekber) buruh. Namun UMK Bekasi akhirnya ditetapkan.

Kaum buruh awalnya telah mengalah (karena belum merasa memiliki kekuatan dan sebagian lagi karena merasa UMK yang sedikit diatas KHL versi dewan pengupahan tersebut sudah cukup baik) dengan mengikuti penetapan upah yang berada dibawah hasil survey mandiri mereka. Sebagian unsur buruh memang tetap menolak, namun tanpa sebuah gerakan yang berarti.

Gejala kebangkitan mulai terasa saat pihak Apindo bertindak secara reaksioner dengan menggugat UMK tersebut. Perdiskusian dan konsolidasi pun kembali terjadi secara intensif dimana-mana. Buruh Bekasi Bergerak (BBB) sebagai salah satu elemen penggerak memulai perlawanan atas gugatan Apindo dengan aksi blokir jalan tol cibitung selama kurang lebih 6 jam pada tanggal 13 januari. Disaat yang sama ribuan selebaran mulai dicetak untuk disebarluaskan dan posko-posko mimbar bebas mulai diaktifkan dibeberapa titik oleh Sekber Buruh Bekasi. Keresahan buruh atas nasib UMK yang digugat pihak Apindo merebak dimana-mana. Tanggal 16 Januari BBB memutuskan untuk membatalkan aksi besar-besaran yang telah direncanakan dengan alasan telah mendapatkan kemenangan (Apindo berjanji mencabut gugatan). Sekber Buruh Bekasi pun tidak langsung percaya dengan desas-desus kemenangan ini (apalagi yang tak disandarkan pada gerakan massa) dan mengambil langkah untuk tetap meningkatkan eskalasi perjuangan dengan melakukai aksi konvoi di kawasan MM 2100.

Kebohongan janji Apindo untuk mencabut gugatan terbukti. BBB kemudian melakukan aksi sweeping dan tutup kawasan Ejip dan Hyundai pada tanggal 19 Januari, yang kemudian diikuti juga oleh elemen sekber buruh bekasi dilapangan. Rapat demi rapat bergulir dengan melibatkan semakin banyak unsur untuk menentukan kapan gerakan akan diledakkan demi tuntutan yang paling minimal—pencabutan gugatan Apindo. Sekber Buruh Bekasi kembali melakukan konvoi dan aksi blokir jalan Cibitung pada tanggal 26 Januari, bertepatan dengan sidang putusan gugatan Apindo dan saat belum mengetahui hasil putusan. Selang berapa waktu, ditempat yang berlainan, BBB juga melakukan aksi spontan setelah mengetahui putusan PTUN memenangkan Apindo. Sore hari 26 januari, 2 kelompok besar (BBB dan Sekber buruh bekasi) mengadakan konsolidasi penting yang terpisah setelah mengetahui kemenangan Apindo. Keputusan dua kelompok ini ternyata sama: 27 Januari Bekasi akan dilumpuhkan oleh massa.

Lapangan Aksi di hari yang Bersejarah

Barisan-barisan pelopor untuk menutup kawasan sudah bersiap dari pukul 5 pagi. Kelompok BBB terkonsentrasi di kawasan EJIP, sedangkan kelompok Sekber Buruh Bekasi terkonsentrasi di kawasan Jababeka, tepatnya depan PT.Nissin. Satu per satu pabrik disisir oleh barisan pelopor yang sudah mulai diikuti dan mendapat simpati luas massa buruh dengan menunggu untuk berhamburan keluar. Dari jumlah kepeloporan yang ratusan pada pukul 5 pagi, pada pukul 9 pagi kekuatan sudah membengkak menjadi puluhan ribu massa buruh. Atas hasil kordinasi yang baik antara basis-basis pabrik dari elemen Sekber Buruh maupun BBB, semua perangkat basis di setiap kawasan pun diketahui melakukan sweeping yang sama, hingga hampir dapat dipastikan, tak ada pabrik yang beroperasi saat itu. Sebagian pabrik yang lolos dari sisiran massa aksi pun terpaksa memulangkan buruhnya, yang kemudian dipergunakan buruh untuk bergabung dengan konsentrasi yang sudah membengkak dan tersebar diseluruh kawasan bekasi. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah lautan massa buruh dengan kendaraan-kendaraan bermotor maupun berjalan kaki.

Pukul 9.30 diketahui telah terjadi pemblokiran jalan tol Jakarta-Cikampek oleh massa yang sudah tumpah ruah tak terbendung. Walau kumpulan massa yang terkonsentrasi di Jababeka dipimpin oleh Sekber Buruh Bekasi dan kumpulan massa yang terkonsentrasi di EJIP dipimpin oleh BBB, namun karena persebaran basis dari elemen BBB maupun Sekber Buruh Bekasi ada disetiap kawasan industri yang lokasinya cukup berjauhan, maka keikutsertaan basis-basis dari masing-masing elemen melebur dalam dua gerak kepemimpinan kawasan. Dalam orasi-orasi di titik Jababeka yang dipimpin Sekber Buruh Bekasi, beberapa pimpinan buruh bukan hanya menyerukan untuk menggagalkan kemenangan Apindo di PTUN, namun juga menyerukan penghapusan terhadap segala bentuk penindasan terhadap buruh. Persoalan upah (khususnya terkait permen 17 tahun 2005), sistem kontrak dan outsourcing, serta demokratisasi pabrik, telah menjadi tema-tema yang paling sering diorasikan. Pada pukul 12 siang aksi istirahat sejenak untuk memberi kesempatan bagi seluruh massa untuk melakukan sholat jumat bersama.

Kesolidan di Massa dan Persatuan "Setengah-setengah" di Pimpinan
 
Sesaat kemudian, yaitu pukul 13.00, massa yang berasal dari Jababeka bergerak menuju kawasan EJIP dan bertemu dengan puluhan ribu massa lain yang juga sedang bergerak ke Jababeka. Sorak-sorai persatuan dari massa mendengung ke berbagai penjuru. Teriak dan pekik “hidup buruh!” yang saling bersahutan tak terhitung lagi jumlahnya. Sayangnya, pertemuan dua kelompok besar massa ini tidak membuahkan suatu kordinasi dan komunikasi apapun diantara pimpinan untuk mendorong suatu perencanaan bersama yang lebih kuat dan lebih maju dari perencanaan sebelumnya yang dilakukan secara sendiri-sendiri.

Sekitar pukul 15.30, entah atas inisiatif siapa, diketahui ada pertemuan antara Menko perekonomian dan Menakertrans, Gubernur Jawa Barat dan Bupati Bekasi, empat (4) orang perwakilan Apindo, dan empat (4) orang perwakilan buruh yang masing-masing mewakili KSPSI, FSPMI, GSPMII, dan KSBDSI. Berikut hasil kesepakatan tersebut:
 

1)    Disepakati untuk UMK Bekasi ditetapkan sebesar Rp 1.491.000,  untuk kelompok II Rp 1.715.000, untuk kelompok I sebesar Rp 1.849.000, kesepakatan besaran UMK tersebut akan direkomendasikan oleh bupati Bekasi kepada Gubernur Jawa Barat untuk ditetapkan sebagai UM Kabupaten Bekasi sebagai pengganti keputusan Gubernur Jawa Barat sebelumnya sepanjang menyangkut UM Kabupaten Bekasi. Dengan adanya kesepakatan baru ini, maka Gubernur Jawa Barat akan mencabut upaya banding terhadap putusan PTUN Bandung.
2)    Bagi perusahaan yang nyata-nyata tidak mampu untuk memenuhi UM sebagaimana keputusan Gubernur Jabar, diberikan kelonggaran untuk menyampaikan permohonan penangguhan UM kepada Gubernur Jabar.
3)    Untuk menjaga suasana yang tetap kondusif dalam hubungan industrial dan menjaga iklim investasi dan daya saing industri Indonesia, maka serikat pekerja sepakat bahwa kejadian ini yang pertama dan terakhir. Seberat apapun pembahasan yang ada haruslah tetap mengacu kepada dialog dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Apabila terjadi hal-hal yang melanggar hukum akan dilakukan tindakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4)    Akan dilakukan pembahasan terhadap peraturan pemerintah No.8 tahun 1981 tentang perlindungan upah dan peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.17 tahun 2005 tentang tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak dengan melakukan fact finding dan benchmark tentang pemberlakuan upah minimum yang berlangsung selama ini terkait dengan keputusan pemberi kerja melaksanakan upah minimum.
  


Pada pukul 17.30 massa dari Sekber Buruh membubarkan aksi di Bundaran Lippo dengan janji akan melanjutkan aksi yang serupa jika tidak terjadi perubahan yang berarti bagi buruh. Puluhan ribu massa buruh dengan dikawal ratusan barisan pelopor membubarkan barisan dengan sangat perlahan akibat padatnya lalu lintas.
 
Pelajaran Dalam Perjuangan Kenaikan Upah
 
Pertama, dalam pertarungan menaikan upah baik di Bekasi, Batam, Freeport, Tangerang dan tempat lainnya kita dihadapkan tidak hanya oleh satu dua pengusaha demikian juga pengusaha tidak secara searampangan melemahkan perjuangan klas buruh. Namun pengusaha melakukan upaya melemahkan perjuangan klas buruh tersebut secara teorganisir dan bersama-sama melalui organisasi mereka yaitu APINDO. 

Yang mereka lakukan adalah melakukan serangan diberbagai lini. Dalam perang untuk memenangkan kesadaran atau dukungan rakyat Pengusaha melancarkan propaganda melalui berbagai media massa yang sejatinya mereka kontrol dan miliki sendiri. Disamping itu mereka juga melakukan upaya secara legal formal melalui jalur hukum ke PTUN untuk mencabut kebijakan revisi upah. Dengan begitu mereka kemudian berkoar-koar bahwa yang dilakukan hanyalah agar ada penegakan hukum dari keputusan yang telah diambil bersama di Dewan Pengupahan. Sementara media massa kemudian menyatakan bahwa aksi buruh yang blokir jalan tidak mendapatkan simpati masyarakat ataupun mengganggu dan merugikan kepentingan masyarakat lainnya.

Pemerintah yang sekarang berkuasa sejatinya adalah kekuasaan para pemilik modal. Pemerintah yang sekarang berkuasa sepenuhnya sejalan dengan para pemilik modal untuk mendiskreditkan perjuangan klas buruh. Kita bisa lihat pernyataan Presiden, Menteri ataupun pejabat-pejabat lainnya dalam menanggapi aksi buruh. Mereka semua kompak menyatakan bahwa aksi buruh mengganggu investasi dan iklim usaha di Indonesia, melanggar hukum ataupun mengganggu ketertiban.

Demikian juga pemerintah memaksa klas buruh untuk bekerja dibawah todongan senjata. Hal ini terjadi di Freeport, Batam dan Bekasi, didaerah-daerah yang terjadi perlawanan besar klas buruh, dimana pemerintah menempatkan polisi dan tentara bersenjata lengkap dikawasan-kawasan industri. Bahkan menembaki dan membunuh para buruh yang sedang memperjuangkan kenaikan upah seperti yang terjadi di Batam dan Freeport.

Ketika muncul gejolak di Freeport, menteri ESDM, Jero Wacik yang bertemu dengan Dubes Amerika Serikat justru memohon-mohon agar Amerika Serikat memahami kondisi yang terjadi. Sama sekali tidak ada pernyataan mendukung perjuangan buruh PT Freeport. Sekarang paska aksi buruh di Bekasi, Menteri Perindustrian kita seperti cecunguk dari Modal Jepang ketika diperintahkan menghadap Duta Besar Jepang. Dubes Jepang menanyakan mengenai aksi buruh di Bekasi kemarin. Kemudian sebagai antek-antek yang patuh Menteri Perindustrian, Hidayat berkoar-koar kecewa terhadap aksi buruh yang katanya melemahkan iklim industri.

Ketika kita melihat point kedua kesepakatan antara Menko perekonomian dan Menakertrans, Gubernur Jawa Barat dan Bupati Bekasi, empat (4) orang perwakilan Apindo, dan empat (4) orang perwakilan buruh yang masing-masing mewakili KSPSI, FSPMI, GSPMII, dan KSBDSI sejatinya itu adalah upaya untuk melemahkan serta memecah belah klas buruh oleh pengusaha didukung oleh pemerintah saat ini. Karena dilapangan diberikannya upah sesuai dengan kesepakatan akan bergantung pada masing-masing perusahaan atau pabrik. Yang sebagai akibatnya akan memecah perlawanan buruh antara buruh yang perusahaannya memberikan upah sesuai kesepakatan dan yang tidak diberikan upah sesuai kesepakatan. Demikian sekarang dikabarkan sudah sekitar 100an perusahaan menyatakan tidak mampu membayar upah hasil kesepakatan tersebut. Tidak perlu dipertanyakan fungsi Pengawasan Dinas Tenaga Kerja, mereka selalu akan menjawab kekurangan orang untuk melakukan pengawasan.

Sementara itu hukum, aturan, etika dalam tatanan kapitalisme saat ini tidak lain adalah alat dari para pemilik modal untuk menjaga kekuasaannya. Tidak pernah ada pernyataan ataupun tindakan yang demikian keras diberikan kepada para koruptor, seperti ketika “Ketua Besar”, “Ketua”, “Tuan Besar” berebut jatah “Apel Malang” atau “Apel Washington”. Atau kepada para anggota DPR yang bisa seenaknya menaikan gaji mereka sendiri sementara hanya menghasilkan kebijakan yang melegalkan penindasan serta perampasan hak-hak rakyat. Lalu bandingkan ketika pengusaha seenaaknya mencuri hasil kerja buruh dengan upah dibawah ketentuan, memberlakukan sistem kerja kontrak dan outsourcing, tidak memberikan jaminan kesehatan ataupun kecelakaan kerja. Sama sekali tidak ada tindakan tegas dari pemerintah.

Kedua, sebelum dan bersamaan dengan perlawanan buruh yang besar telah terjadi penolakan terhadap penetapan upah minimum kota/kabupaten maupun provinsi. Namun penolakan dan tuntutan yang berhasil dipenuhi hanya didaerah-daerah dimana terjadi mobilisasi massa buruh besar dan melakukan aksi-aksi yang radikal dengan pemblokiran jalan, mogok kawasan, pendudukan serta melumpuhkan kawasan atau kota. Ketika muncul aksi-aksi radikal, pemerintah, pengusaha dan para elite politik sudah menunjukkan ketakutannya terhadap kekuatan buruh lewat beberapa pernyataan ataupun tindakan yang mereka lakukan.

Hal tersebut karena dalam proses aksi-aksi radikal tersebut maka akan muncul kesadaran klas buruh terhadap kepentingannya serta kekuatannya sebagai klas buruh. Buruh yang sudah terpaksa terbiasa ditindas oleh jam kerja dan beban kerja yang berat dalam perjuangannya menyadari bahwa kekuataannya terletak pada persatuan dengan klas buruh lainnya. Bahwa dengan aksi-aksi radikal maka mereka yang sebelumnya dipaksa tunduk dihadapan para pemilik modal sekarang bisa berjalan tegak memperjuangkan hak-haknya. Demikian terbukalah kesadaran bahwa sejatinya seluruh pembangunan yang ada adalah hasil jerih payah dan keringat klas buruh. Bahwa tanpa kerja klas buruh maka tidak akan ada kesejahteraan dan pembangunan. Itulah juga yang membuat kenapa para pemilik modal dan pemerintah begitu ketakutan dengan aksi-aksi radikal klas buruh.

Demikian maka point “3) Untuk menjaga suasana yang tetap kondusif dalam hubungan industrial dan menjaga iklim investasi dan daya saing industri Indonesia, maka serikat pekerja sepakat bahwa kejadian ini yang pertama dan terakhir. Seberat apapun pembahasan yang ada haruslah tetap mengacu kepada dialog dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Apabila terjadi hal-hal yang melanggar hukum akan dilakukan tindakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.” dalam kesepakatan yang diambil oleh pemerintah, pengusaha dengan beberapa serikat buruh sejatinya telah mengikat tangan klas buruh dan merampas klas buruh dari alat perjuangannya yang paling efektif yaitu aksi-aksi radikal.

Ketiga, Bahwa kesadaran basis masa menjadi sangat penting karena kesadaran massa sama dengan peluru yang siap ditembakan dan meletus kapan saja. Ketika itu terjadi sekalipun pimpinan serikat tidak akan mampu membendung kesadaran tersebut. Basis massa sudah semakin paham dan belajar melalui perjuangan-perjuangan klas, ketertindasan dan tidak berpihaknya hukum kepada klas pekerja yang menjadi mesiu-mesiu yang kemudian terakumulasi menjadi satu kekuatan yang maha dahsyat. Menjadi penting bahwa pimpinan-pimpinan klas pekerja harus tanggap dan cepat dalam merespon atas kondisi-kondisi tertentu pada basis massa karena bilamana pimpinan-pimpinan tidak tanggap akan kondisi-kondisi tersebut maka dalam waktu dekat mereka akan ditinggalkan oleh basis massanya sendiri. Maka kemudian pimpinan-pimpinan sudah harus mulai memikirkan bagaimana kondisi yang sudah hangat ini bisa dijadikan satu momentum perjuangan bersama kedepannya dengan semakin memperluas persatuan-persatuan yang lebih besar dan tidak menjadi perjuangan yang terkotak-kotak atau malah menjadi sektarian. Sebenarnya dengan aksi di Bekasi kemarin basis masa sudah menunjukan keinginan dan kesadaran pentingnya persatuan yang lebih luas dengan ditunjukannya persatuan yang solid pada aksi kemarin tanpa melihat bendera dan darimana unsur-unsur serikat yang hadir melainkan melihat satu kepentingan bersama atas nilai tutntutan yang disuarakan.

Terakhir, dalam tatanan kapitalisme sejatinya hasil kerja buruh selalu dicuri oleh para pemilik modal. Dengan logika sederhana bahwa seseorang bisa memiliki emas satu gunung tapi tanpa ada buruh yang mengerjakannya maka emas tersebut tidak akan ada gunanya. Sehingga hasil kerja buruh entah itu di pabrik, plant, toko dan tempat lainnya sejatinya adalah milik dari klas buruh. Pengusaha atau orang yang mengatakan memiliki segala sesuatunya tidaklah menghasilkan apapun. Namun mereka masih terus dapat mencuri hasil kerja klas buruh karena mereka dilindungi oleh kekuasaan politik, hukum dan aparat Negara.

Sekarang ketika telah terjadi kesepakatan terhadap upah di Bekasi, para pemilik modal dan pemerintah telah menyiapkan cara lain untuk mencuri hasil kerja klas buruh dan rakyat tertindas lainnya. Demikian maka point “4)    Akan dilakukan pembahasan terhadap peraturan pemerintah No.8 tahun 1981 tentang perlindungan upah dan peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.17 tahun 2005 tentang tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak dengan melakukan fact finding dan benchmark tentang pemberlakuan upah minimum yang berlangsung selama ini terkait dengan keputusan pemberi kerja melaksanakan upah minimum.” Tidak lebih dari janji yang tidak akan pernah dipenuhi. Saat ini seratusan perusahaan telah menyatakan tidak mampu memenuhi upah yang telah disepakati, sistem kerja kontrak dan outsourcing terus meraja lela, sementara itu biaya pendidikan dan kesehatan terus saja mahal, kekayaan alam diobral murah kepada para pemilik modal, aset-aset rakyat terus saja diprivatisasi, demikian pemerintah telah bersiap-siap untuk mencabut menaikan harga BBM dan listrik dengan mencabut subsidinya. Ketika itu terjadi maka tidak akan ada artinya upah yang telah kita perjuangan susah payah untuk naik.

Perjuangan untuk menaikan upah ataupun perjuangan atas hak-hak normatif buruh tetap harus dilakukan agar klas buruh tidak menjadi mainan para pemilik modal dan terus menerus dimiskinkan. Pun demikian jika klas buruh dan rakyat tertindas ingin ada perubahan nasib, keadilan serta kesejahteraan yang berkelanjutan maka klas buruh harus melancarkan perjuangan politik untuk merebut kekuasaan dari tangan para pemilik modal. Hanya jika seluruh alat produksi, sistem ekonomi dan politik berada dibawah kekuasaan klas buruh dan rakyat tertindas maka pencurian hasil kerja klas buruh oleh para pemilik modal dan elit politik korup dapat dihentikan. Hanya dengan kekuasaan politik tersebutlah klas buruh dan rakyat tertindas dapat menggunakan seluruh kekayaan alam dan hasil kerja keras rakyat untuk kesejahteraan rakyat itu sendiri.

Untuk melakukan perjuangan yang demikian hebatnya; membebaskan bukan saja klas buruh tapi juga rakyat tertindas secara keseluruhan, demikian juga membangun tatanan masyarakat baru yang adil dan sejahtera dibutuhkan organisasi politik klas buruh yang terdiri dari kader-kader klas buruh dan rakyat yang terdidik secara ideologi, politik dan organisasi dalam perjuangan sehari-hari klas buruh dan rakyat tertindas. Kader-kader tersebutlah yang akan menjadi tulang punggung bagi perjuangan dan pembangunan tatanan masyarakat baru. (sulthoni/kibar/nestor/maman)

1 komentar:

Zaen Udin mengatakan...

Zay
bayarlah keringat buruh/pekerja sebelum keringatnya kering...itu artinya setiap pegusaha hrslah menganggap bruh itu sbg Aset perusahaan bukan sbg sapi perahaan.setuju kaum buruh harus kompas dan tetap solidaritas yg tinggi...dan pengurus kaum buruh harus bisa memegang amanah ..jgn mencari keuntungan dan uang dapur di dlm mengurus kaum buruh..karena pengurusnya pada cari keuntungan dan numpang makan utk anak istrinya di balik mengatas namakan memperjuangan kaum buruh...tetapi malah memeras kaum buruh itu sendiri....kami mendukung perjuangan kaum Buruh yang tertindas di negeri sendiri...salam Solidaritas

Posting Komentar