Pernyataan Sikap Aksi 29 November di Kantor Utama PT Freeport, Mabes POLRI dan Istana Negara

Selasa, 29 November 2011

"Saya selalu bertanya kepada Tuhan, dalam pikiran dan doa-doa saya setiap hari. Mengapa Tuhan menciptakan gunung-gunung batu dan salju yang indah itu di daerah Amungme? Freeport, ABRI, Pemerintah, dan orang luar datang mengambilnya, sementara kami menderita. Ditekan, dibunuh tanpa alasan. Sungguh, saya benar-benar marah pada Tuhan, mengapa Dia menempatkan segala gunung indah dan barang tambang itu di sini."
(Tuwarek, Narkime, Tetua Suku Amungme, 1994)

Tanah Papua menyimpan segala macam kekayaan alam yang berlimpah ruah. Luasnya daratan yang dihiasi dengan pemandangan gunung-gunung yang menjulang tinggi dan lautan indah yang dihuni barbagai macam jenis ikan. Didalamnya tersimpan emas, minyak, tembaga, dll. Berbanding terbalik dengan alamnya yang kaya, penduduk dan rakyat Papua hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan  yang parah. Alam yang mereka tinggali tidak memberikan manfaat apapun bagi mereka.

Hari ini tepat 74 hari pemogokan ribuan buruh PT Freeport di Papua. Tujuan utamanya adalah menuntut kenaikan upah yang pada awalnya senilai US$ 43/jam lalu diturunkan menjadi US$ 7.5/jam. Tuntutan ini tidaklah terlalu berlebihan mengingat keuntungan PT Freeport yang luar biasa besarnya. Menurut penghitungan  Indonesian Resources Studies (IRESS) Cadangan mineral PT. Freeport Indonesia berdasarkan laporan tahunannya di tahun 2010, cadangan emas sebesar 55 juta ons, tembaga 56,6 pounds dan perak 180,8 juta ons di tambang Grasberg. Maka dengan harga mineral terutama emas yang terus naik, cadangan ini berpotensi menghasilkan USD 500 milyar atau sekitar Rp. 4000 triliun.

Sementara itu pihak manajemen PT. FI hanya mengusulkan kenaikan upah sebesar US$ 3,09/jam dari US$ 2,1/jam.  Sebagai perbandingan dari sekian perusahaan Freeport dalam Group Freeport Mc Moran yang ada di Afrika, Amerika Selatan dan Amerika Utara, gaji karyawannya mencapai  US$ 30 sampai US$ 230.

Freeport Indonesia merupakan penanaman modal asing pertama di Indonesia setelah merdeka. Menurut Kontrak Karya kedua antara pemerintah Indonesia dan PT Freeport yang berlaku sejak Desember 1991 sampai sekarang, kontribusi PT. Freeport Indonesia kepada pemerintah Republik Indonesia sebesar lebih dari 12 miliar dollar atau sebesar Rp 108 triliun per tahun.

Dalam PP No.45 Tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). royalti emas ditetapkan sebesar 3,75% dari harga jual kali tonnase. Namun ada pengecualian untuk PT Freeport McMorran. Perusahaan tambang asal AS yang beroperasi di Papua ini hanya dikenakan sebesar 1 persen dari harga jual kali tonnase. Sebagai perbandingan di negara-negara lain yang mempunyai tambang emas seperti Afrika Selatan, Namibia, dan Tanzania royalti emasnya mencapai 3-8 persen dari bruto (pendapatan kotor), bukan dari pendapatan bersih seperti yang terjadi di Indonesia.

Murahnya upah buruh PT. FI juga buruh di perusahaan lain adalah karena Permenker 17/2005 yang menjadi dasar penghitungan upah buruh di Indonesia. 46 komponen KHL yang ada dalam Permenker 17/2005 itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup riil buruh di Indonesia. Yang pada kenyataannya sebagian besar kaum buruh harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Itulah alasan utama buruh-buruh PT. Freeport menuntut kenaikan upah yang layak bagi hidupnya dan juga keluarganya.

Untuk itu kami menuntut
1.   Penuhi Tuntutan Upah Layak Pekerja Freeport, US $ 7,5 / jam dan Bayarkan Upahnya Selama Mogok Kerja.
2.      Berikan jaminan keamanan dan keselamatan selama pemogokan berlangsung.
3.      Cabut Permenker 17/2005 karena melegalkan politik upah murah di Indonesia.


Jakarta 29 November 2011

KASBI Jakarta, Partai Pembebasan Rakyat, KPOP, PPI, FSPOI Jakarta Timur, FBLP-PPBI Jakarta Utara, SBTPI, FPBJ Bekasi, KPO-PRP, SPTBG Tanah Abang, GESBURI Bekasi, PUK-PUK SP KEP Tangerang, FSBN Tangerang, SB 8 Tangerang, SP Farkes Tangerang, SBMI, SMI, PUK SPSI KEP PT Freeport Indonesia, SP Bank Swadesi, PBI

Oposisi Sosial di Masa Internet: “Militan” Depan Komputer dan Intelektual Publik

Sabtu, 26 November 2011

James Petras

Paper yang akan dibacakan pada “Symposium on Re-Publicness”
Disponsori oleh Chamber of Electrical Engineers
Ankara Turkey, 9-10 Desember 2011

Pendahuluan
Hubungan antara teknologi informasi (TI) dan secara khusus internet, dengan politik adalah isu utama yang dihadapi oleh gerakan sosial kontemporer. Seperti banyak kemajuan ilmu pengetahuan sebelumnya inovasi TI memiliki tujuan ganda: disatu sisi, dia telah mempercepat aliran global kapital, terutama kapital finansial dan memfasilitasi “globalisasi” imperialist. Disisi yang lain internet telah berfungsi untuk menyediakan sumber kritis alternative dari analisa dan juga komunikasi mudah untuk memobilisasi gerakan popular.
Industri TI telah menciptakan klas baru miliarder, dari Silicon Valley di California hingga Bangalore, India. Mereka telah memainkan peran penting dalam memperluas kolonialisme ekonomi melalui kontrol monopoli mereka dalam beragam bidang aliran informasi dan hiburan.
Untuk mengikuti ungkapan Marx “internet telah menjadi candu rakyat”. Muda dan tua, pengangguran dan pekerja menghabiskan waktu beberapa jam pasif menatap layar, pornografi, video games, konsumerisme online dan bahkan “berita” dengan kondisi terisolasi dari rakyat yang lain serta sesama buruh.
Dalam banyak kasus “melimpahnya” “berita” di internet telah membuat jenuh internet, memakan waktu dan energy serta mengalihkan para “pemirsa” dari refleksi dan aksi massa. Seperti juga berita yang terlalu sedikit dan bias dari media massa mendistorsi kesadaran popular, terlalu banyak pesan internet dapat melumpuhkan aksi rakyat.
Internet, sengaja atau tidak telah “mem-privat-kan” kehidupan politik. Banyak aktivis yang bisa saja potensial menjadi percaya bahwa mensirkulasikan pernyataan ke individu yang lainnya adalah tindakan politik, melupakan bahwa hanya aksi massa, termasuk konfrontasi dengan musuh-musuh mereka di ruang-ruang publik, di pusat kota dan dipedesaan, adalah basis perubahan politik.
TI dan Kapital Finansial
Mari kita mengingat bahwa dorongan awal untuk pertumbuhan “TI” datang dari tuntutan institusi keuangan besar, bank investasi dan pedagang spekulan yang menginginkan untuk dapat memindahkan miliaran dollar dan euro dengan satu sentuhan tangan dari satu negeri ke negeri yang lainnya, dari satu perusahaan ke yang lainnya, dari satu komoditi ke yang lainnya.
Teknologi internet adlaah kekuatan pendorong untuk pertumbuhan globalisasi untuk melayani kepentingan kapital finans. Dalam berbagai cara TI memainkan peran penting dalam mendorong dua krisis finansial global dalam dekade ini (2001-2002, 2008-2009). Gelembung saham TI tahun 2001 adalah hasil dari promosi spekulatif dari overvalue “perusahaan software” yang tidak lagi berhubungan dengan “ekonomi riil”. Keruntuhan finansial global tahun 2008-2009 hingga hari ini, diinduksi oleh komputerisasi paket penipuan finansial dan hipotik real estate yang kekurangan dana. “Kebajikan” internet, penyebaran informasi yang cepat dalam konteks spekulan kapitalisme ternyata menjadi faktor utama yang menyebabkan krisis kapitalis terburuk sejak Great Depression tahun 1930an.
Demokratisasi Internet
Internet menjadi dapat diakses oleh massa sebagai pasar perusahaan komersial dan kemudian menyebar ke penggunaan sosial dan politik lainnya. Paling penting internet telah menjadi alat untuk menginformasikan publik yang lebih besar atas eksploitasi dan penjarahan sebuah negeri oleh elit-elit dan bank multinasional. Internet mengekspose kebohongan yang mengiringi perang imperialis AS dan Uni Eropa di Timur Tengah dan Asia Selatan.
Internet telah menjadi medan pertarungan, sebuah bentuk baru perjuangan klas, terlibat dalam gerakan pembebasan nasional dan pro demokrasi. Gerakan dan pemimpin utama dari pejuang bersenjata di gunung-gunung Afganistan hingga aktivis pro demokrasi di Mesir, hingga gerakan mahasiswa di Chile erta termasuk gerakan perumahan rakyat miskin di Turki, mengandalkan internet untuk menginformasikan kepada dunia mengenai perjuangan, program mereka, represi Negara serta kemenangan-kemenangan rakyat. Internet menghubungkan perjuangan rakyat melewati perbatasan nasional – itu adalah senjata kunci untuk menciptakan internasionalisme baru untuk melawan globalisasi kapitalis dan perang imperialis.
Untuk menggunakan kata-kata Lenin, kita dapat berpendapat bahwa sosialisme abad 21 dapat dirangkum dengan persamaan: “soviet plus internet=sosialisme partisipatoris”.
Internet dan Politik Klas
Kita harus mengingat bahwa teknik informasi menggunakan komputer tidak “netral” – dampak politiknya tergantung pada penggunanya dan pengawas yang menentukan siapa dan kepentingan klas mana yang mereka layani. Lebih umum internet harus dikontekskan dalam hal masuknya dia ke ruang publik.
Internet telah memungkinkan mobilisasi ribuan buruh di Cina dan petani di India melawan eksploitasi pemilik modal dan pengembang real estate. Namun perang udara terkomputerisasi telah menjadi senjata pilihan NATO untuk membom dan menghancurkan Libya yang independen. Pesawat tanpa awak AS yang meluncurkan peluru kendali yang membunuh rakyat sipil di Pakistan, Yaman diarahkan oleh “kecerdasan” komputer. Menemukan lokasi gerilyawan Kolombia dan pemboman udara yang mematikan semua melalui komputer. Dengan kata lain Teknologi TI memiliki kegunaan ganda: untuk pembebasan atau kontra revolusi imperialis.
Neoliberalisme dan Ruang Publik
DIskusi mengenai “ruang publik” telah sering sekali diasumsikan bahwa “publik” bermakna intervensi Negara yang lebih besar atas nama kesejahteraan mayoritas; lebih besar regulasi kapitalisme dan meningkatkan perlindungan lingkungan hidup. Dengan kata lain penjinakan aktor “publik” adalah kontra terhadap eksploitasi kekuatan pasar swasta.
Dalam konteks pertumbuhan ideology dan kebijakan neoliberal, banyak penulis progresif berpendapat mengenai “menurunnya ruang publik”. Argumentasi ini melupakan fakta bahwa “ruang publik” telah meningkatkan perannya dalam masyarakat, ekonomi dan politik demi kapital, terutama kapital finans dan investor asing. “Ruang publik”, terutama sekali Negara lebih intrusif dalam masyarakat sipil sebagai kekuatan represif, terutama sekali seiring kebijakan neoliberal meningkatkan ketidakadilan. Karena intensifikasi dan semakin dalamnya krisis finansial, ruang publik (Negara) telah menjalankan peran besar dalam membail out bank-bank bankrut.
Karena defisit fiskal skala besar telah didorong oleh penggelapan pajak oleh klas pemilik modal, pengeluaran perang kolonial dan subsidi publik untuk perusahaan besar, ruang publik (Negara) memaksa program “penghematan” berbasiskan klas memotong belanja sosial dan menjelek-jelekan pekerja publik, pensiunan serta pekerja mandiri dan pekerja upahan.
Ruang publik dikurangi perannya dalam sektor produktif ekonomi. Namun sektor militer berkembang dengan ekspansi perang kolonial dan imperialis.
Isu dasar yang pokok dalam diskusi apapun mengenai ruang publik serta oposisi sosial bukanlah penurunan atau pertumbuhannya namun kepentingan klas yang mendefinisikan peran ruang publik. Dibawah neoliberalisme, ruang publik diarahkan oleh penggunaan kekayaan publik untuk mendanai bailout bank, militerisme dan memperluas intervensi polisi Negara. Ruang publik diarahkan oleh “oposisi sosial” (buruh, kaum tani, professional) akan memperbesar cakupan aktivitas ruang publik berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, pension, lungkungan hidup dan pekerjaan.
Konsep “ruang publik” memiliki dua wajah yang berkebalikan: satu menghadap kapital dan militer; yang lain oposisi buruh/ sosial. Peran internet juga menjadi subjek dari dualitas: disatu sisi internet memfasilitasi gerakan skala besar dari kapital dan intervensi militer imperialis dengan cepat; disisi yang lain internet menyediakan aliran cepat informasi untuk memobilisasi oposisi sosial. Pertanyaan mendasar adalah informasi jenis apa yang ditransmisikan ke aktor politik yang mana serta untuk kepentingan sosial apa?
Internet dan Oposisi Sosial: Ancaman Represi Negara
Untuk oposisi sosial internet terutama sekali adalah sebagai sumber vital informasi kritis alternatif untuk mendidikan dan memobilisasi “publik” – terutama diantara opini progresif – pemimpin, professional, anggota serikat buruh serta pemimpin tani, militant dan aktivis. Internet adalah alternatif atas media massa kapitalis dan propagandanya, sebuah sumber berita dan informasi yang meluaskan pernyataan dan menginformasikan aktivis atas tempat-tempat atau kejadian aksi publik. Karena peran progresif dari internet sebagai alat untuk oposisi sosial maka hal itu menjadi sasaran pengawasan oleh apparatus kepolisian Negara yang represif, sebagai contoh di AS lebih dari 800.000 fungsionaris dipekerjakan oleh agen kepolisian “Homeland Security” untuk memata-matai miliaran email, fax, telepon dari jutaan rakyat AS. Bagaimana efektifnya mengawasi berton-ton informasi setiap hari adalah pertanyaan lain. Namun fakta bahwa internet bukanlah sumber bebas dan aman informasi, debat dan diskusi. Faktanya seiring internet menjadi lebih efektif dalam memobilisasi gerakan sosial untuk melawan Negara imperialis dan kolonial, semakin besar kemungkinan intervensi polisi Negara dengan dalih “memerangi terorisme”.
Internet dan Perjuangan Kontemporer: Apakah Revolusioner?
Adalah penting untuk mengenali pentingnya internet dalam meledakan gerakan sosial tertentu dan juga merelatifkan pentingnya secara keseluruhan.
Internet telah memainkan peran penting dalam mempublikasikan serta memobilisasi “protes spontan” seperti ‘indignados’ (protes pribumi) yang kebanyakan adalah pemuda pengangguran tanpa afiliasi di Spanyol serta demonstran yang terlibat dalam “Occupy Wall Street” AS. Dalam kesempatan yang lain, sebagai contoh, mogok nasional di Itali, Portugal, Yunani dan dimanapun juga konfederai serikat buruh terorganisir memainkan peran utama dan internet memiliki dampak sekunder.
Di negeri yang sangat represif seperti Mesir, Tunisia dan Cina, internet memainkan peran utama dalam mempublikasikan aksi publik dan mengorganisir protes massa. Namun, internet  belum berujung pada revolusi yang berhasil – internet dapat memberikan informasi, menyediakan forum untuk debat dan memobilisasi namun internet tidak dapat memberikan kepemimpinan dan organisasi untuk menopang aksi politik apalagi strategi untuk merebut kekuasaan Negara. Ilusi yang digaungkan oleh beberapa guru internet, bahwa aksi yang terkomputerisasi menggantikan kebutuhan partai politik yang disiplin telah terbukti salah: internet dapat memfasilitasi gerakan namun hanya sebuah oposisi sosial terorganisir dapat menyediakan arah taktikal dan strategis yang dapat menopang gerakan melawan represi Negara dan menuju keberhasilan perjuangan.
Dengan kata lain, internet bukanlah sebuah “tujuan akhir pada dirinya sendiri” – postur membanggakan diri sendiri dari para ideology internet dalam menggembar-gemborkan masa informasi “revolusioner” baru mengabaikan fakta bahwa kekuatan NATO, Israel dan sekutu serta antek-antek mereka menggunakan internet untuk mengirim virus untuk mengganggu ekonomi, mensabotase program pertahanan serta mendorong pemberontakan ethno-religius. Israel mengirimkan virus yang merusak untuk menghambat program nuklir damai Iran; AS, Perancis dan Turki menghasut klien oposisi sosial di Libya dan Syria. Dengan kata lain, internet telah menjadi medan baru perjuangan klas dan anti imperialis. Internet adalah alat bukan tujuan. Internet adalah bagian dari ruang publik yang tujuan dan hasilnya ditentukan oleh struktur klas lebih besar dimana dia berada didalamnya.
Catatan Kesimpulan: “Militan Depan Komputer” dan Intelektual Publik
Oposisi sosial ditentukan dari aksi publik: adanya kolektivitas dalam pertemuan politik, individu berbicara di pertemuan publik, aktivis berdemonstrasi di lapangan publik, serikat buruh militant melawan pemilik modal, rakyat miskin menuntut perumahan dan layanan publik dari pejabat pemerintah…
Untuk memberikan orasi dalam rapat akbar, untuk memformulasikan ide-ide, program dan mengusulkan program serta strategi melalui aksi politik mendefinisikan peran intelektual publik. Untuk duduk didepan meja kantor, dalam isolasi luar biasa, mengirim lima pernyataan permenit mendefinisikan seorang “militant depan komputer”. Itu adalah sebentuk militansi-palsu yang mengisolasi kata-kata dari perbuatan. “Militansi” depan komputer adalah aksi dari kata-kata tanpa aksi, dari “aktivisme” ngawur, sebuah khayalan revolusi dalam pikiran. Pertukaran komunikasi internet menjadi tindakan politik ketika dia terlibat turun dalam gerakan sosial massa yang menantang kekuasaan. Dengan konsekwensi yang termasuk resiko bagi intelektual publik: dari serangan polisi di ruang-ruang publik serta pembalasan ekonomi dalam bidang privat. “Aktivis” depan komputer tidak mempertaruhkan apapun serta mendapat capaian sedikit sekali. Intelektual publik menghubungkan ketidakpuasan privat dari individu-individu dengan aktivisme sosial dari kolektivitas. Kritikus akademik datang ke tempat aksi, berorasi dan kembali ke kantor akademik mereka. Intelektual publik berbicara dan menopang komitmen pendidikan politik jangka panjang dengan oposisi sosial di ruang publik melalui internet dan dalam pengorganisiran tatap muka sehari-hari. (diterjemahkan bebas oleh Nestor dari http://petras.lahaine.org/?p=1880)

Gerakan Mahasiswa dan Neoliberalisme

Percuma saja ribuan lulusan yang dihasilkan perguruan tinggi, bila jutaan massa rakyat dibiarkan bodoh. Niscaya, lulusan – lulusan itu akan menjadi penindas baru bagi rakyatnya.
(Y.B Mangunwijaya/Romo Mangun)


Sejarah gerakan mahasiswa, sejatinya adalah sebuah gerakan yang dibentuk oleh mahasiswa yang menginginkan sebuah perubahan. Apakah perubahan itu? Bagaimana bentuk dan caranya? Itu akan sangat bervariasi dari masa ke masa. Namun demikian satu yang jelas bahwa gerakan mahasiswa bisa menjadi pemicu perubahan tidak terlepas dari mahasiswa yang mempunyai waktu yang lebih dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Selain itu juga memiliki akses lebih terhadap informasi. Kedua hal itu memungkinkan mereka dapat dengan relatif mudah memahami kondisi terkini dan mengkritisi setiap kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Namun dengan berkembangnya neoliberalisme dan privatisasi (atau komersialisasi) kampus membuat mahasiswa menjadi semakin pasif dalam mengkritisi permasalah yang ada baik didalam kampus maupun diluar kampus. Hal ini tidak terlepas dari kurikulum pendidikan yang semakin ketat, peraturan absensi yang memberatkan, hingga tidak adanya akses atau saluran bagi mahasiswa untuk mengkritisi berbagai kondisi kampus. Mahasiswa kini hanya mendapatkan materi-materi kuliah yang tidak dapat menjawab persoalan dalam kehidupan sehari-hari rakyat dan justru melanggengkan penindasan.

Dalam sitem kapitalisme,pemilik modal mendapatkan keuntungan dengan mengambil nilai lebih dari klas buruh.Sejatinya tanpa klas buruh maka roda produksi dan masyarakat pun tidak akan berjalan.Dengan metode perjuangan pula klas buruh dapat memberikan pukulan yang cukup besar kepada sistem kapitalisme,contohnya dengan pemogokan.Di dalam kampus terdapat kondisi yang berbeda,mahasiswa tidak secara langsung berhubungan dengan corak produksi kapitalisme.Demikian sejatinya mahasiswa tidak memiliki kepentingan mendasar untuk menghancurkan sistem kapitalisme.Pukulan sistem kapitalisme akan bersifat relatif,namun dapat menjadi pemicu.Dengan demikian baik perjuangan maupun kesadaran masyarakatlah syarat persatuan dengan klas buruh.

Perkembangan neolibralisme semakin membuat pendidikan tinggi menjadi sulit untuk diakses oleh rakyat.Institusi pendidikan telah menjadi ladang untuk mengakumulasikan modal,karena itu biaya pendidikan selalu meningkat.Sehingga semakin lama semakin sedikit bahkan tidak ada lagi anak-anak buruh,petani,ataupun rakyat lainnya yang mengenyam pendidikan tinggi.Maka semakin sedikit kedekatan mereka dengan klas buruh dan rakyat tertindas lainnya.  

Kondisi diatas merupakan sebuah kesalahan ketika mahasiswa disempitkan hanya pada isu-isu kampus dan mahasiswa.Karena mahasiswa tidak mampu merubah sistem ini sendir.Namun disisi lain juga tidak tepat ketika kemudian memaksakan agar gerakan mahasiswa hanya membawa isu-isu politik nasional tanpa kemudian melihat kondisi basis massa di kampus.Dimana mahasiswa sekedar menjadi alat dari elit-elit politik yang tersingkir dari kekuasaan untuk memukul elit politik yang berkuasa dengan isu penggulingan,reshuffle cabinet,dsb.

Organisasi mahasiswa tersebut pertama harus mempu membangun intelektual organik didalam organisasinya maupun kampus.Budaya intelektual organik merupakan bentuk perlawanan terhadap intelektual yang terbangun dalam institusi pendidikan borjuis.Dimana terjadi pemisahan antara intelektual dan kerja fisik,ilmu pengetahuan yang diajarkan didalam pendidikan tinggi tidak mampu menjawab persoalan rakyat dan tidak memajukan rakyat.Demikian tidak melibatkan civitas akademik dalam dunia pendidikan tinggi.

Untuk membangun budaya intelektual organik tersebut,maka hak-hak ekonomi,sosial dan politik mahasiswa harus direbut.Hak-hak tersebut banyak terangkum dalam program pendidikan gratis,ilmiah,demokratis dan berwatak keakyatan.Namun hal tersebut harus terus di kampanyekan,diperjuangkan dan dijelaskan hingga ke tingkat paling rendah dalam sistem pendidikan kita seperti akses demokratis mahasiwa untuk menentukan metode pengajaran di kelas-kelas.Demikian program tersebut harus diintegrasikan dengan perjuangan klas buruh dan rakyat tertindas lainnya.Hanya dengan begitu maka dapat terbangun gerakan mahasiwa yang tegas berperspektif membangun tatanan masyarakat baru yang egaliter dan sejahtera. 



Pita Suryani 
Anggota Resista-Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan

Seminar Reposisi Gerakan Mahasiswa Kontemporer

Jumat, 25 November 2011

Pada hari Jumat, 18 November 2011 diselenggarakan Seminar bertemakan “Reposisi Gerakan Mahasiswa Kontemporer” oleh Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan 2011 Universitas Gadjah Mada. Seminar tersebut menghadirkan pembicaraan yaitu: Mahendra Kusumawardhana (Ketua KPO PRP), Hendra Nainggolan (Aktivis Repertoar), Oce Madril (PUKAT UGM) serta Diasma Sandi Swandaru (Aktivis GMNI).
Seminar tersebut dibagi menjadi dua sesi, sesi pertama mengambil tema “Refleksi Sistem Politik Nasional terhadap Gerakan Mahasiswa”. Didalam sesi tersebut Mahendra menjelaskan bahwa tatanan ekonomi politik sekarang kita dapat melihat bahwa mahasiswa bukanlah sebuah klas. Mereka dapat dikatakan sebuah lapisan sosial yang berada dalam transisi menuju sebuah klas serta mereka tidak memiliki hubungan khusus dengan alat produksi. Oleh karena itu untuk membawa sebuah revolusi atau perubahan mendasar didalam sistem masyarakat, mahasiswa tidak bisa melakukannya secara sendiri. Dia harus mendasarkan dirinya pada menyokong perjuangan klas buruh, sebagai satu-satunya klas yang memiliki potensi revolusioner.
Disisi yang lain sistem pendidikan kapitalis selalu memberikan tekanan kepada mahasiswa. Dimana mahasiswa sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan sistem dan metode pendidikan yang ada. Demikian juga pembungkaman terhadap mahasiswa-mahasiswa kritis. Sementara jaminan masa depan juga tidak pasti dimana tiap tahun menunjukan peningkatan jumlah sarjana yang menganggur. Dan jika mendapatkan pekerjaan, jaminan terhadap masa depan yang layak tidak ada karena sistem labor market flexibility. Demikian juga akses terhadap pendidikan juga semakin lama semakin sempit akibat privatisasi dunia pendidikan.
Namun mahasiswa juga sedikit banyak diuntungkan dengan sistem pendidikan kapitalis. Mereka memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi yang memungkinkan mereka relatif mudah memahami dan menganalisa kondisi sekitar. Demikian juga konsentrasi sejumlah besar mahasiswa dalam universitas atau institusi pendidikan memungkinkan penyebaran secara massif ide-ide politik. Demikian maka mahasiswa dapat memiliki posisi sosial yang lebih kuat ketimbang jumlah mereka dan sering lebih cepat teradikalisasi ketimbang kelompok rakyat lainnya. Sehingga dapat menjadi pemicu dari kebangkitan revolusioner.
Sepanjang sejarah, sejumlah besar massa kaum intelektual berdampingan dengan gerakan demokrasi dan nasionalis melawan kolonialisme, kediktaktoran atau rejim fasis. Dukungan mereka terhadap gerakan revolusi sosial bersifat tidak kekal, bertentangan, dan terbatas. Bagian terbesar dari kaum intelektual Rusia beroposisi terhadap Revolusi Oktober, seperti para kaum intelektual Cina, Vietnam dan Kuba, seiring revolusi-revolusi tersebut berbelok ke arah kebijakan-kebijakan egaliter dan berkonfrontasi dengan serangan imperialis AS.
Kondisi diatas merupakan sebuah kesalahan ketika kemudian gerakan mahasiswa disempitkan hanya pada isu-isu kampus dan mahasiswa. Karena mahasiswa tidak bisa merubah sistem ini sendirian. Namun disisi yang lain juga tidak tepat ketika kemudian memaksakan agar gerakan mahasiswa menempatkan kampus hanya sebatas tempat untuk rekruitmen dan kemudian terjun ketengah-tengah buruh, petani, kaum miskin kota atau rakyat tertintas lainnya. Demikian maka membawa isu-isu yang tidak berhubungan dengan mahasiswa ataupun kampus. Karena ini berarti mencabut gerakan mahasiswa dari akar basis massanya sendiri.
Pembicara yang kedua yaitu Hendra Nainggolan, berbicara bahwa sistem politik sekarang adalah sistem Res Privata dimana yang terbangun adalah individualis. Dalam masa Orde Baru sistem tersebut tercermin dalam budaya diam yang ditekankan ke mahasiswa. Perubahan yang terjadi sekarang ternyata tidak banyak membawa perubahan dikalangan gerakan mahasiswa. Sementara itu yang harus dibangun adalah sistem politik Res Publika dimana kepemimpinan ditujukan untuk kepentingan publik dan terdapat kolektivitas untuk kepentingan serta kesejahteraan bersama.
Dalam sesi kedua diambil tema “Strategi Gerakan Mahasiswa Kotemporer”, Oce menjelaskan bahwa pemerintah sekarang belum mampu membersihkan korupsi, masalah kemiskinan masih meraja lela, dsb. Demokrasi seperti apa yang kita impikan? Begitu pertanyaan yang dia lontarkan. Gerakan mahasiswa memiliki ciri-ciri sebagai anti tesis dari pemerintah. Oleh karena itu tidak ada yang perlu dirubah secara signifikan dari gerakan mahasiswa sekarang. Gerakan mahasiswa hanya perlu mencari dan kembali ke jati dirinya. Hal itu dilakukan dengan refleksi gerakan mahasiswa agar benar-benar menjadi gerakan bukan mahasiswa yang bergerak.
Pembicara berikutnya, Sandi menjelaskan bahwa sejarah gerakan mahasiswa mengalami tiga tahap yaitu didukung oleh militer, didukung oleh pengusaha dan didukung oleh rakyat. Peran dari gerakan mahasiswa dapat diartikan sebagai kekuatan intelektual, moral, sosial dan politiknya. Kondisi bahwa sekarang gerakan mahasiswa terkotak-kota, isu yang disuarakan reaksioner, parsial dan sporadis karena ideologi dari organisasi mahasiswa tersebut dipahami secara tekstual bukan kontekstual. Demikian juga karena tawaran yang menggiurkan dari globalisasi juga melemahkan gerakan mahasiswa serta minimnya kegiatan-kegiatan sosial mahasiswa. Sekarang kecenderungan yang ada di mahasiswa adalah mahasiswa akademis, hedonis, pragmatis dan aktivis. Karena minimnya ideologi yang berkualitas dan kuantitas maka peran gerakan mahasiswa dibajak oleh LSM.
Sayangnya waktu diskusi sangat tidak memadahi sehingga banyak persoalan, pertanyaan serta tawaran yang belum terjawab. Beberapa yang muncul adalah argumentasi dari Oce yang meletakan fungsi gerakan mahasiswa hanya untuk membuat demokrasi yang sudah ada sekarang di Indonesia tidak menjadi buas. Ini adalah sebuah kesalahan besar seperti di awal sudah dijelaskan oleh Mahendra bahwa demokrasi saat ini adalah demokrasi bagi pemilik modal. Kebuasannya sudah kita lihat di Irak, Afganistan, Palestina dan Papua bahkan dalam demokrasi yang paling mumpuni seperti demokrasinya Amerika Serikat. Sementara itu Hendra tidak juga menjelaskan apa yang harus dilakukan mahasiswa dalam kerangka membentuk apa yang dia sebut sebagai Res Publica.
Sementara itu tawaran muncul dari Sandi dalam kerangka pembangunan gerakan mahasiswa. Dia menawarkan agar gerakan mahasiswa mengembalikan Pancasila dan semangat tujuan untuk menegakkan HAM serta supermasi hukum. Melakukan kajian ilmiah mendalam,membentuk kelompok-kelompok diskusi, membentuk jejaring gerakan mahasiswa, serta kembali ke rakyat untuk melakukan pendidikan politik, advokasi, penyadaran hak serta kewajiban. Tawaran yang sedikit banyak menyombongkan diri sebagai gerakan mahasiswa, seolah-olah rakyat tidak memiliki gerakan dan kesadarannya sendiri. Disisi yang lain Mahendra menawarkan gerakan mahasiswa harus membangun budaya intelektual organik, merebut hak-hak ekonomi, sosial dan politik mahasiswa serta mengintegrasikan dirinya dalam perjuangan klas buruh. Namun sayang tawaran-tawaran tersebut belum dielaborasi lebih lanjut dalam seminar karena keterbatasan waktu.(pita) 

KPO PRP Jakarta Menolak Banjir, Mendukung Perjuangan Warga Kampung Pulo Pondok Labu

Kamis, 24 November 2011

Telah sembilan bulan lamanya, warga kampung Pulo Kelurahan Pondok labu, Kec. Cilandak, Jakarta selatan, di genangi air. Hal ini disebabkan oleh pembangunan gorong-gorong/tanggul kali krukut untuk arena lapangan tembak oleh pihak marinir. Akibat dari proyek pembangunan sarana lapangan tembak yang tidak memiliki AMDAL ini, warga sulit untuk beraktifitas seperti bekerja, sekolah, dan sarana bermain anak-anak terganggu. Dalam rangka pembangunan gorong-gorong di kali krukut ini, pihak marinir juga tidak berkordinasi atau member itahu kepada pihak terkait seperti  RT, RW, Lurah, atau Camat. Bahkan pihak marinir tidak mengikuti prosedur AMDAL, seperti Proses penapisan (screening) wajib AMDAL, proses pengumuman dan konsultasi masyarakat, penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping), dll.

Warga secara khusus mengeluhkan lambatnya pembongkaran gorong-gorong yang disinyalir sebagai penyebab terjadinya banjir. "Yang dibongkar cuma tutup atasnya. Itu pun sisa bongkaran masih banyak yang dibiarkan di dalam kali, akibatnya, aliran kali tetap tersendat dan permukiman warga terus diluberi banjir”, begitu kata Sugiyono, salah satu warga yang rumahnya sampai hari ini masih tergenang.

Warga Kampung Pulo juga menyayangkan minimnya perhatian pemerintah dalam melakukan pengawasan atas pembongkaran gorong-gorong. Dengan turunnya hujan setiap hari, mereka mengkhawatirkan situasi permukiman mereka akan memburuk jika pihak terkait tak kunjung menunjukkan perhatian dalam penanggulangan “bencana buatan” tersebut.

Disamping itu, intansi-intansi pemerintahan, seperti  Dinas PU, Perairan, Dinas Sosil, Dinas Kesehatan, DPRD, Gubernur DKI, Kementerian Kordinator  Kesejahtraan Rakyat , yang meninjau lokasi  tidak bisa memberikan solusi bagi warga kampung pulo yang terkena banjir.

Bahkan Gubernur DKI Fauzi Bowo dan Menko kesra, Agung Laksono, pun tidak bisa berbuat apa-apa walau mereka tahu apa penyebab dari banjir yang selalu menggenangi pemukiman kampung pulo selama Sembilan bulan. Solusi jangka panjang yang dilontarkan oleh pihak gubernur dan menkokesra adalah pembuatan waduk disekitar pemukiman warga yang akan membebaskan lahan sebagian warga. Namun, terlepas dari solusi jangka panjang yang juga akan berdampak pada warga, pemerintah tidak memiliki suatu program darurat untuk menanggulangi warga kampung pulo selaku korban banjir yang sudah terkena berbagai macam penyakit dan terganggu aktivitasnya.

Warga meminta normalisasi kali krukut secepatnya, agar warga dapat beraktifitas seperti biasa tanpa genangan air yang membasahi pemukiman kampung pulo. Itulah yang sedang diperjuangkan warga yang pada hari senin lalu melakukan aksi perdananya dengan mendatangi komnas HAM.

Selain kemacetan lalulintas, BANJIR merupakan salah satu persoalan yang membebani rakyat di Jakarta. Banjir yang menjadi persoalan di Jakarta ini seolah-olah sudah menjadi pemakluman bagi para elit pemimpin di ibu kota ini, bahkan sudah menjadi kebiasaan atau musim baru selain dua musim yang di kenal yakni musim hujan dan musim kemarau. Kegagalan pemerintah dalam mengatasi banjir dari tahun ke tahun, menimbulkan pertanyaan, benarkah banjir tidak teratasi karena dibuat semata-mata oleh alam? Ataukah justru banjir di Jakarta merupakan buatan manusia sendiri lewat sistem pembangunan yang pro modal, yang pada akhirnya tak dapat ditanggulangi secara total oleh pemerintah yang pro modal itu sendiri? 

Setiap kasus banjir memang tak dapat begitu saja dipersamakan faktor-faktor peyebabnya. Namun jika kita berkaca pada kasus warga kampung pulo, pondok labu, kita mendapati bahwa banjir tidak serta merta datang berbulan-bulan sebelum adanya pembangunan gorong-gorong oleh Marinir atau pihak manapun yang berkepentingan. Jika dapat ditarik secara umum, maka persoalan kepentingan kelas terhadap tata ruang secara nyata ikut mempengaruhi lahirnya banjir di Jakarta yang lebih sering menimpa pemukiman rakyat kecil ketimbang perumahan-perumahan mewah.

Untuk itu KPO PRP Jakarta akan terus melakukan dukungan terhadap warga kampung pulo pondok labu, dan rakyat pekerja Jakarta pada umumnya yang menjadi korban banjir, dan akan melakukan desakan kepada pemerintahan propinsi Jakarta untuk melaksanakan program darurat bagi rakyat korban banjir. Selain itu KPO PRP Jakarta juga akan mengajak rakyat korban banjir dan bersama-sama dengan organisasi yang serius dalam menangani permasalahan banjir, untuk melahirkan sebuah skema perjuangan rakyat yang menyeluruh terhadap persoalan banjir.(Julius/kibar)

Dukungan dan Seruan Bagi Perjuangan Untuk Upah Layak

Bangun Persatuan dan Perjuangan
Kawan-kawan buruh yang sedang melawan…
Sistem perekonomian kapitalisme, yaitu sistem ekonomi yang hanya menguntungkan klas pemilik modal menjadi sangat nyata dalam momentum kenaikan upah ini. Para pemilik modal (pengusaha yang diwakil oleh APINDO) keras kepala menginginkan upah minimum buruh tetap murah. Bahkan, bila kita melihat sejarahnya, sejak awal konsep Upah Layak berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak pun sudah mereka tolak sejak tahun 2003.
Dari berita-berita di berbagai daerah, semua pengusaha kompak menginginkan upah buruh murah alias kenaikannya hanyalah penyesuaian semata dan bukan kenaikan untuk upah layak. Dari mulai di rapat-rapat dewan pengusahaan daerah (kota/kabupaten), hingga yang dihasilkan dewan pengupahan pun, dimana mayoritas hasilnya masihlah sangat kecil dan jauh dari kategori UPAH LAYAK. Bahkan walau sudah kecilpun mereka tolak, mengancam untuk mem-PTUN-kan jika gubernur memutuskan dan lain sebagainya. Dari momentum kenaikan upah minimum ini menyadarkan kita bahwa musuh kita, musuh klas buruh bukan saja pengusaha di tempat kerja (perusahaan) kita masing-masing, melainkan seluruh kelas pengusaha.
Tetapi sebenarnya, jika melihat dari apa yang terjadi dalam momen kenaikan upah minimum saat ini bukan saja para pemilik modal (pengusaha) yang tetap menginginkan upah buruh tetap murah, melainkan pemerintah pun punya keinginan yang sama dengan pengusaha, yaitu tetap menginginkan upah buruh tetap murah. Dengan berpura-pura “netral” atau pernyataan bahwa tindakan buruh bisa merugikan pembangunan maupun investasi. Dibalik kenetralan dan pernyataan pemerintah tersebut sebenarnya pemerintah sejalan pemilik modal (penguhasa) agar upah buruh tetap murah.

Ini dibuktikan diulur-ulurnya aturan upah layak berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yang seharusnya ditetapkan sejak 2003, baru dilakukan di tahun 2005 dengan keluarnya Permenaker 17 tahun 2005. Bahkan isi dari dari Permenaker tersebut, justru mempertahankan konsep upah buruh murah, dan bukan Upah Layak. Demikian penembakan terhadap kawan-kawan buruh di Batam dan Freeport yang menuntut upah layak menunjukan secara jelas keberpihakan pemerintah kepada pemilik modal.
Oleh karena itu, adalah tepat jika perlawanan klas buruh, sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam perlawanan di berbagai daerah sasarannya adalah juga pusat-pusat pemerintahan (walikota/bupati dan gubernur) selain aktivitas ekonomi: pemogokan, penutupan jalan dan akses vital, demonstrasi massal hingga pendudukan. Semua ini menyadarkan kita, musuh kita untuk mendapatkan upah layak bukan saja kelas pengusaha melainkan juga pemerintah, yang berkongkalikong dengan pengusaha untuk terus mempertahankan konsep upah buruh murah.
Kawan-kawan buruh dimanapun berada…
Pelajaran penting lain dari serangkaian perjuangan menuntut kenaikan upah minimum yang telah dilakukan dan yang masih terus dilakukan hingga hari ini di berbagai kota adalah bahwa perjuangan untuk kenaikan upah minimum yang layak pun (berapapun nilainya), hanya bisa diperjuangan oleh klas buruh sendiri, oleh PERSATUAN PERJUANGAN dan KEKUATAN KITA SENDIRI.
Selain itu, perjuangan untuk upah yang layak (sekali lagi berapa pun nilai yang dituntutnya), sangat ditentukan terutama melalui perjuangan massa. Baik itu melalui demonstrasi massa, pemogokan kawasan (bahkan hanya baru ancaman sekalipun), penutupan jalan, penggedoran pabrik-pabrik untuk membantu mengeluarkan buruh dari tempat kerjanya. Karena pada dasarnya tidak ada pengusaha dan bupati/walikota, gubernur bahkan hingga menteri dan presiden sekalipun yang rela memberikan upah yang layak bagi kita. Mereka hanya memberikan, karena mereka takut akan kekuatan klas kita klas buruh, takut akan persatuan kita, dan perjuangan bersama kita lewat: mogok, demonstrasi, blokir jalan, pendudukan kantor-kantor pemerintah. Inilah senjata dan kekuatan utama kita. Bahwa kitalah, klas buruhlah yang selama ini menggerakkan seluruh roda-roda perusahaan, dan bahkan roda-roda perekonomian negara.
Dalam momentum perjuangan untuk kenaikan upah minimum ini, kita juga menyadari ada sejumlah kelemahan yang terjadi di klas buruh. Kelemahan yang paling utama adalah masih kurangnya persatuan perjuangan kita. Sejumlah serikat masih bergerak sendiri; ada anggota-anggota dewan pengupahan yang justru bersepakat menghasilkan upah minimum yang sangat tidak layak, upah murah; anggota dewan pengupahan seperti hanya mewakili dirinya sendiri dibandingkan kepentingan seluruh buruh, perbedaan angka kenaikan upah minimum menyebabkan tidak bersatunya antar serikat dalam perjuangan ini, tidak ada komunikasi dan gerak bersama antar serikat, dan sejumlah pimpinan serikat yang tidak mau mengerahkan massanya untuk bersama-sama berjuang turun ke jalan, mogok, demonstrasi, dan sebagainya.
Semua kelemahan dalam persatuan perjuangan tidak bisa dibiarkan, karena hanya akan melemahkan kekuatan dan perjuangan kita. Di depan mata kita, jelas terdapat berbagai agenda perjuangan mendesak kita.
Pertama, Perjuangan untuk kenaikan upah minimum masih terus dilakukan sejumlah daerah. Semua kawan-kawan serikat, termasuk yang sudah menerima keputusan kenaikan upah minimum pun, harus mendukung perjuangan ini,  jangan sampai menghalang-halangi. Karena masih ada peluang bahwa keputusan yang sudah ditetapkan dapat meningkat, asalkan saja ada desakan massa yang besar untuk ini. Dan semua ini dilakukan untuk kepentingan klas buruh.
Kedua, perjuangan untuk mencabut Permen 17 tahun 2005. Jelas, perjuangan kita untuk upah layak hambatan ada di Permen yang sudah usang dari sisi waktu dan dari sisi konsep yang sama sekali tidak mencerminkan amanat upah minimum buruh menjadi upah layak.
Ketiga, gerakan solidaritas perjuangan harus terus kita lancarkan. Kawan-kawan buruh di Batam, Cimahi dan kota lain masih terus berjuang saat ini. Sementara itu kawan-kawan buruh Freeport, hingga hari ini sejak 2 bulan lebih masih terus melancarkan aksi mogok mereka. Gerakan solidaritas perjuangan harus menjadi agenda-agenda perjuangan kita. Termasuk di dalamnya, jika aksi-aksi menuntut kenaikan upah berdampak pada tindakan pengskorsingan atau PHK di perusahaan, harus dilakukan solidaritas perlawan bersama dari seluruh serikat.
Keempat, jelas tuntutan perjuangan untuk pencabutan sistem pekerja kontrak dan outsourcing juga harus kita lancarkan. Selain itu, perjuangan politik untuk kesejahteraan dan jaminan sosial haruslah tetap kita perjuangkan, dimana negara harus bertanggung atas kesejahteraan rakyatnya. UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sudah disahkan (walaupun ternyata masih banyak pasal-pasal yang belum tuntas), tidaklan memberikan jaminan kesejahteraan dan sosial bagi kita.  Dimana semuanya ini, sebenarnya menunjukkan bahwa perjuangan klas buruh, juga membutuhkan perjuangan politik.
Oleh karenanya, KPO-PRP, menyerukan :
  1. Mendukung dan terus terlibat dalam berbagai aksi-aksi menuntut kenaikan upah minimum yang masih dilakukan di berbagai kota. Bagi kawan-kawan buruh yang sudah menerima kenaikan upah minimum yang ada, agar juga tetap mendukung perjuangan ini.
  2. Mendukung Gerakan Bersama untuk Pencabutan Permenaker 17 tahun 2005.
  3. Menyerukan untuk memperkuat Gerakan Solidaritas Perjuangan Buruh. Solidaritas atas kawan-kawan Buruh Freeport, kawan-kawan buruh Batam, Cimahi dan seluruh daerah yang sedang berlawan saat ini.
  4. Perkuat Persatuan Perjuangan Klas Buruh dan Solidaritas lintas pabrik, lintas serikat, lintas aliansi/komite dan lintas daerah.
  5. Menyerukan untuk segera dibangunnya komunikasi, pertemuan, dan konsolidasi seluruh serikat buruh dan organisasi-organisasi yang mendukung perjuangan klas buruh, baik di level daerah hingga nasional.  
Pada akhirnya hanya berjalannya roda perekonomian dan bahkan bangsa ini tergantung dari kerja keras dan keringat klas buruh. Kerja keras dan keringat yang selama ini dicuri oleh klas pemilik modal dan pemerintah melalui kebijakan upah murah. Hanya ketika kekuatan politik berhasil direbut oleh klas buruh dengan perjuangan serta alat politik klas buruh itu sendiri maka kerja keras dan keringat klas buruh akan dapat digunakan untuk kesejahteraan klas buruh dan rakyat Indonesia.



Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Krisis Global Kapitalisme!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja! 


Jakarta, 24 November 2011

Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KPO - PRP)

Ketua Badan Pekerja Nasional
Mahendra Kusumawardhana

Sekretaris Badan Pekerja Nasional
Asep Salmin

Satukan dan Perbesar kekuatan, Lanjutan Aksi Massa-Aksi Massa Militan Menolak Upah Murah

KASBI Jakarta, Partai Pembebasan Rakyat, KPOP, PPI, FSPOI Jakarta Timur, FBLP-PPBI Jakarta Utara, SBTPI, FPBJ Bekasi, KPO-PRP, SPTBG Tanah Abang, GESBURI Bekasi, PUK-PUK SP KEP Tangerang, FSBN Tangerang, SB 8 Tangerang, SP Farkes Tangerang, SBMI, SMI, PUK SPSI KEP PT Freeport Indonesia, SP Bank Swadesi, PBI



Kemarin dan hari ini, puluhan ribu buruh di Batam dari berbagai serikat buruh—dan juga yang tidak berserikat—sekali lagi menunjukan kekuatan klas buruh sebagai penggerak utama Industri. Berbondong puluhan ribu buruh dari ratusan pabrik berbaris bersama, menghentikan produksi bersama. Ya, puluhan ribu buruh ini melakukan pemogokan massal dan kemudian bergerak menduduki Kantor Walikota Batam, untuk menuntut upah minimum, upah minimum yang bisa membuat mereka hidup sedikit lebih baik, yaitu upah untuk tahun 2012 senilai Rp 1,9 juta/bulan. Angka yang sebenarnya sangat kecil dibandingkan dengan keuntungan pengusaha yang diberikan oleh buruh melalui kerja mereka.

Dua bulan yang lalu, ribuan buruh PT Freport memulai pemogokan massalnya, dan banyak yang hampir tak percaya, bahwa ribuan buruh PT Freeport mogok untuk menuntut upah senilai $ 43/jam (atau sekitar Rp 430 ribu/jam), seolah-olah tuntutan ribuan buruh PT Frepport ini terlalu mengada-ngada. Tapi ternyata tidak, karena tuntutan upah senilai $ 43/jam masih terlalu kecil dibandingkan dengan keuntungan PT Freeport Indonesia. Memang, saat ini tuntutan upah tersebut telah diturunkan menjadi $ 7.5/jam—sangat jauh dibandingkan tuntutan awal—namun tetap saja, pengusaha tidak mau mengurangi keuntungannya dengan memenuhi tuntutan upah $ 7.5/jam ini.

Di Bekasi, ribuan buruh juga masih menuntut agar upah minimum kab bekasi menjadi Rp 2,7/bulan. Juga bukan upah yang tinggi, karena Rp 2,7 baru mencukupi kebutuhan hidup minimal sebagai manusia. Pun yang terjadi di Tangerang, ribuan buruh masih menuntut Rp 2,8 juta/bulan sebagai upah minimum. Karawang, Purwakarta, Cimahi, juga tak jauh berbeda, ribuan buruh terus berlawan menuntut upah minimum. Sekali lagi, baru menuntut upah minimum—bukan upah maksimum—

Wajar –juga menggembirakan, sebab buruh tidak lagi takut—bahwa di hampir semua kota-kota Industri, kaum buruh bergerak, dan bukan sekedar bergerak dalam arak-arakan massa, melainkan dengan pemogokan, dengan pembokiran jalan-jalan utama, dengan pendudukan kantor-kantor pemerintah, karena selama puluhan tahun, pengusaha dengan bantuan pemerintah terus menerus menurunkan upah riil buruh—walau tiap tahun, upah nominal naik, itupun setelah buruh harus berjuang keras—hingga batas yang sudah tidak bisa ditoleransi lagi, hingga akhirnya dibulan-bulan inilah pemberontakan kaum buruh Indonesia meletup, seiring dengan pemberontakan kaum buruh dan rakyat miskin di berbagai penjuru dunia lainnya—di Amerika, Eropa, Timur Tengah(Asia Barat)—

Tentu saja, kaum buruh Indonesia sekarang mulai sadar, bahwa aturan tentang upah yang terdapat di UU 13/2003 di Permen 1/1999, permenker 17/2005 dan segala mekanisme penetapan upah (dari mulai survey, rapat dewan pengupahan dan penetapannya oleh Gubernur) tidak lain hanyalah selubung untuk memastikan keuntungan pengusaha selalu bertambah sementara upah semakin kecil. Itulah sebabnya sekalipun masih bergerak sendiri-sendiri di tiap-tiap kota atau propinsi, tuntutan pencabutan aturan pengupahan inipun bergema termasuk tuntutan pembubaran dewan pengupahan di beberapa kota.

Sebagian buruh yang bergerak inipun semakin sadar, bahwa perjuangan upah yang terpisah-pisah tiap kota/propinsi, ternyata jauh lebih sulit untuk memenangkan tuntutan upah yang lebih baik bagi seluruh buruh Indonesia—jika ada kemenangan, maka kemenangan itu hanya di satu atau dua kota—itupun harus habis-habisan dengan kemenangan yang sedikit--sementara ratusan kota lainnya, jutaan buruh harus menerima upah yang sangat kecil—sehingga atas dasar kesadaran inilah, berbagai serikat buruh yang ada di wilayah Jabotabek (dengan dukungan berbagai elemen pergerakan rakyat lainnya) mengadakan pertemuan bersama untuk mendorong perjuangan upah ini menjadi perjuangan bersama seluruh buruh (dan rakyat) secara nasional, paling tidak dengan merencanakan aksi-aksi serentak pada hari yang bersamaan dikombinasikan dengan aksi terpusat di jantung kekuasaan, yakni Jakarta, yang akan dimulai pada tanggal 29 November 2011 nanti.

Kawan-kawan buruh dari Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kota/Kab Tangerang, bersama dengan kawan-kawan buruh dari Bekasi, bersama dengan buruh-buruh dari Jakarta, bahkan dengan kawan-kawan dari Papua (perwakilan buruh PT Freeport yang masih mogok hingga sekarang), akan menuntut :
  1. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia, harus segera memenuhi tuntutan upah buruh PT Freeport Indonesia senilai $ 7.5/jam tanpa syarat.
  2. Menuntut Pemerintah (melalui aparat kekerasan Negara) menghentikan segala cara-cara kekerasan terhadap aksi-aksi buruh, baik di Freeport, di Batam maupun di tempat-tempat lainnya dan segera melakukan pengusutan terhadap pelaku penembakan (hingga mati) buruh di PT Freeport dan pengusutan penembakan hingga luka-luka buruh di Kota Batam.
  3. Pemerintah untuk segera mencabut Permenaker 17/2005 sebagai salah satu dasar perhitungan upah buruh Indonesia.
  4. Menolak ketetetapan upah murah; Cimahi: Rp 1.209.444, Kota bekasi : Rp 1.422.252, Batam : Rp 1,260 juta, Sidoarjo : 1,252 juta, Mojokerto: Rp 875.000, Jakarta : Rp 1.529.150, Kab Bekasi : Rp 1.491.866, Kota Tangerang : Rp 1,381 juta, Yogya :Rp 873 ribu, Kota Semarang : Rp 961.323, Kota Surabaya : Rp 1,257 juta, Kota Bandung : Rp 1.271.625 dan kota-kota lainnya di Indonesia.
  5. Pemerintah untuk menetapkan upah minimum 2012 harus berdasarkan kebutuhan hidup yang real—paling tidak sesuai dengan apa yang dituntut oleh buruh.
Namun kami menyadari bahwa, semua tuntutan diatas, tidak bisa didapat jika kaum buruh tidak memperbesar kekuatan dan desakannya, oleh karena itu, persiapan-persiapan untuk melakukan aksi-aksi pemogokan kawasan, aksi-aksi blokir jalan tol, aksi-aksi pendudukan kantor-kantor pemerintah harus mulai disiapkan dengan lebih baik dari sekarang (dengan mengabungkan semua kekuatan buruh tidak perduli apapun serikatnya), dan pada saatnya, secara serentak di seluruh Indonesia, kaum buruh akan melakukan aksi bersama, aksi militant untuk hidup yang lebih baik, tidak lagi sebagai perjuangan buruh di kota Bekasi, buruh di Tangareng, buruh di Batam, buruh di Freeport, buruh di Cimahi, tetapi sebagai perjuangan buruh Indonesia untuk upah layak bagi seluruh buruh Indonesia.


Jakarta,24 November 2011

Kontak Person :
Tangerang (Sasmita; 0813 1013 4084), Jakarta (Sultoni; 021 9604 1547. Dian; 0818 0409 5097), Bekasi (Helmi: 0813 1841 2151)