Koalisi Rakyat NTB; Penuhi Hak Dasar Rakyat Dari Kekayaan Sumber Daya Alam

Minggu, 09 Oktober 2011

Pada bulan September tiap tahunnya diperingati sebagai hari tani Nasional, dimana hari tani Nasional adalah merupakan harinya kaum tani dan rakyat Indonesia yang diatur dalam Kepres no 169 tahun 1963, selain itu juga HTN merupakan bentuk penghormatan terhadap perjuangan kaum tani indoneesia yang tidak kenal lelah dalam merebut hak-haknya sebagai petani khususnya dalam kepemilikan alat produksi berupa tanah.

Akan tetapi setelah puluhan tahun momentum hari tani (HTN), kesejahteraan bagi puluhan juta petani tidaklah terwujud sebagaimana yang menjadi harapan besar bagi petani Indonesia saat ini, padahal dalam undang-undang pokok agrarian No. 5 tahun 1960 (UUPA no. 5 tahun 1960) memiliki semangat untuk menghancurkan monopoli atas sumber agraria dan menghancurkan hubungan produksi kolonialisme dan feodalisme yang menempatkan tanah sebagai alat produksi yang berniali social sehingga tidak boleh dimonopoli atau dikuasai oleh segelintir kepentingan.

Selain itu juga UUPA sekaligus memberikan kepastian hukum atas dualisme hukum yang berlaku di Indonesia dalam pengaturan penguasaan sumber –sumber agraria, yakni hukum kolonialisme belanda dan hukum adat. dilain sisi undang-undang no 2 tahun 1960 menjadi salasatu undang-undang yang cukup populis dan berpihak pada kaum tani Indonesia, dimana undang-undang ini mengatur tentang pokok-pokok bagi hasil yang adil dalam hubungan produksi pertanian.

Krisis Global (krisis Imfrialisme) seperti krisis financial, pangan dan energy telah memaksa negeri jajahan dan setengah jajahan seperti indonesia untuk terlepas dari krisis yang dialami. Tentu saja dengan sekuat tenaga pemerintah Indonesia dibawah pimpinan SBY-BUDIONO mengeluarkan berbagai kebijakan yang berpihak pada imfrialisme dibawah pimpinan AS yang syarat dengan perampasan semua sumber agraria.

Kebijakan ini berlaku diseluruh nusantara tanpa terkecuali, di NTB sendiri dari luas wilayah NTB, sector Pertambangan, perkebunan dan pariwisata menguasai lahan mencapai: pertambangan; 63 perusahaan tambang menguasai lahan sekitar 566.797 – 1000.000 Ha. Jenis izin yang diberikan pemerintah antara lain: Kontrak Karya, Kuasai Pertambangan Eksploerasi (KP), izin Kuasa Pertambangan Eksplorasi (IUP), Surat izin Eksploerasi Pertambangan (SIEP), Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum. Pariwisata: 12 perusahaan Pariwisata yang ada di NTB berada diatas/menguasai lahan seluas 16.279,30 Ha. Perkebunan: Dua Perushaan Perkebunan di NTB antara lain: PT. Kosambi Victoria dengan toatal penguasaan lahan sebanyak.99 Ha.dan PT.Agrindo Nusantara sebanyak 650 Ha. Tepatnya di Sembalun Lombok Timur.
Angka Penguasaan lahan tersebut, tentu bukanlah angka yang kecil dibandingkan dengan 1 orang petani NTB yang hanya menguasai lahan rata2 30 Are, sehingga suka tidak suka penguasaan lahan secara besar-besaran, merupakan akar persioalan yang dampaknya begitu besar sampai merongrong setiap sector penghidupan rakyat.

Dampak pertama yang dimaksud adalah lahan pertanian terus menerus semakin sempit. Artinya jika lahan terus menyempit, maka menyempitlah lahan yang bisa di garap oleh petani dan hal ini sudah pasti berdampak pada kurangnya hasil pertanian yang juga akan berdampak pada semakin berkurangnya hasil produksi yang bisa didistribusikan atau dijual oleh petani. Padahal di satu sisi kaum tani memerlukankan kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang lain.

Dampak selanjutnya adalah semakin banyak petani penggarap di NTB yang berubah status menjadi buruh tani, buruh migran atau bentuk yang lain, karena tidak memiliki lahan. Di satu sisi kebutuhan hidup terus meningkat namun disisi lain lahan yang digarap petani semakin sempit. Hal ini berakibat pada hasil produksi pertanian yang rendah karena tidak sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan dan cendrung harga hasil produksi terus menurun, sehingga imbasnya mau tidak mau petani menjual tanahnya dan pada akhirnya menggadaikan tenaga untuk menjadi tenaga kerja serabutan. Kalo di analisa dengan cermat sesungguhnya penguasaan lahan ini juga merupakan muara lahirnya kemiskinan di NTB.

Pada tahun 2010, berdasarkan data Disnakertrans NTB, jumlah Penduduk miskin di NTB diperkirakan sebanyak 1.009.352 atau 21,55% dari jumlah total penduduk NTB. Jika monopoli ini terus dilakukan maka mutlak hukumnya angka kemiskinan akan terus meningkat.

Celakanya berdasarkan data yang ada saat ini saja, NTB merupakan urutan ke-6 secara nasional sebagai provinsi penyandang gelar penduduk miskin. Sementara pada saat ini PT. Newmont Nusa Tenggara adalah salah satu Perusahaan raksasa milik imperialis AS yang menyerap tenaga kerja sekitar 8.000 termasuk buruh sub kontrak. Namun jumlah ini tentu masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah rakyat miskin dan penduduk NTB, dan dengan hasil produksi dan luas lahan yang dikuasai petani sendiri.

Disatu sisi Pemerintah Propinsi NTB, selalu mengkampanyekan keberadaan tambang akan membawa kesejahteraan rakyat salah satunya akan menampungn tenaga kerja seluas-luasnya untuk rakyat, namun faktanya pada tahun 2009 jumlah pencari kerja yang terdaftar di Provinsi NTB sebanyak 37.028 orang, dan yang sudah ditempatkan atau yang mendapatkan pekerjaan sebanyak 24.550 atau 66,30 persen Dari kenyataan tersebut keberadaan perusahaan-perusahaan besar yang melakukan monopoli tanah sesungguhnya tidak pernah membawa perubahan yang signipikan terhadap penghidupan rakyat. Sehingga wajar terjadi banyak gejolak perlawanan rakyat dimana-mana.

Sebut saja misalnya perlawanan rakyat di Sekotong menolak Tambang, perlawanan rakyat di KSB menuntut lapangan pekerjaan dan tanggung jawab PT.NNT terhadap kesejahteraan rakyat KSB, perlawanan rakyat di bima (Sumbawa (dodorinti, lambu, paradu) yang menolak pertambangan, begitupun di pringgabaya LOTIM ataupun di tempat-tempat yang lain di daerah NTB. Celakanya sampai saat ini tuntutan rakyat tidak pernah sedikitpun menyurutkan langkah Newmont untuk terus melakukan penghisapannya terhadap rakyat NTB.

Dari beberapa persoalan diatas, bisa kita simpulkan bahwa keberadaan industry Pariwisata, Pertambangan dan Perkebunan telah banyak memonopoli sumberdaya alam di NTB. Dan dalam hal ini, Tuan Guru Bajang. Zaenul Majdi lebih mementingkan kepentingan investasi dari pada kepentingan petani dan masyarakat NTB pada umumnya. Selain juga pembiaran tindakan kekerasan yang dilakukan aparatur pemerintah baik yang dilakukan oleh TNI/POLRI yang marak terjadi dibeberapa daerah di NTB, seperti penangkapan, penembakan dan intimidasi untuk menyelesaikan kasus-kasus konplik Agraria di NTB.

Maka untuk itu KOALISI RAKYAT NTB menuntut :
  1. Lapangan pekerjaan dan upah yang layak bagi pekerja.
  2. Laksanakan land reform
  3. Hentikan segala bentuk tindakan kekerasan terhadap kaum tani.
  4. Lindungi kepentingan Produksi kaum tani . tolak libralisasi komoditi pertanian, tolak imfor beras, gula kedelai,dan seluruh produk pertanian kaum tani Indonesia, sediakan pupuk murah.
  5. Pendidikan gratis bagi pelajar dan mahasiswa.
  6. Tolak rencana undang-undang Perguruan Tinggi (RUU PT).
  7. Kesehaatan gratis untuk buruh,kaum tani dan kaum miskin kota.
  8. Mengecam seluruh bentuk refresifitas terhadap kaum tani.
  9. Tolak pembahasan RUU pengadaan tanah untuk pembangunan.
  10. Tolak PHK, naikan upah dan berikan kebebasan berserikat bag klas buruh.
  11. Hentikan kekerasan, diskriminasi dan perluas emansipasi dilapangan ekonomi,politik dan kebudayaan bagi kaum perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar