Persatuan Gerakan Pemuda Melawan Neoliberalisme

Minggu, 30 Oktober 2011

Dalam buku Revolusi Pemuda, Ben Anderson melihat bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia pada permulaannya memang sebagian besar ditentukan oleh “kesadaran pemuda” (1988: 15). Artinya bahwa generasi mudalah yang meletakkan pondasi dari sebuah bangunan yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan kenyataan sejarah telah menunjukkan bahwa generasi muda sering hadir sebagai “pelopor” dan garda terdepan perubahan sosial-politik di negeri ini. Karena jika kita membuka kembali lembaran sejarah perjalanan Indonesia, peranan kaum muda sangat besar dalam pembentukan Indonesia. Momen-momen penting perjalanan Indonesia, seperti sumpah pemuda, tercipta dari kreasi kaum muda. Terbentuknya organisasi pergerakan yang merupakan embrio dari lahirnya pergerakan nasional dan gerakan awal kemerdekaan, seperti Syarekat Priyayi, Perhimpunan Indonesia, Boedi Oetomo, Syarekat Islam, PNI, PKI dan organisasi gerakan kemerdekaan lainnya terbentuk dari rajutan tangan kaum muda.

Modal keberanian dan intelektualitas yang dimiliki menjadi senjata bagi munculnya perlawanan terhadap rezim despotik. Sikap kritis dan sikap ‘ngeyel’ (pantang menyerah) dalam merespon setiap perubahan sosial merupakan karakter tersendiri dari generasi muda. Kepahlawanan dan peran-peran yang dimainkan merupakan kesadaran dari tangungjawab sebagai anak bangsa yang tidak menginginkan sebuah sistem yang menindas. Pemuda dengan semangat perlawanannya ingin selalu berada pada barisan terdepan dalam setiap perubahan, Dalam melihat persoaalan-persoalan sekitarnya, generasi ini cenderung menggunakan kepekaan intuisi dan empati yang sangat tajam, sehingga kilauan merah dari problematika bangsa dapat dilihatnya secara mendalam. Tidak salah kiranya jika saya memberi stempel pada generasi ini: Muda, Berani, Militan dan Progresif. Karena jiwa tersebut ada dan mengalir dalam darah generasi muda.

Namun, jika dilihat lagi dinamika generasi muda saat ini, ada sesuatu hal yang menarik untuk dijadikan bahan refleksi dan evaluasi. Di tengah krisis – krisis ekonomi, politik dan krisis jati diri – yang melanda bangsa Indonesia, generasi muda malah larut dalam pertikaian kepentingan yang sempit (berdasarkan ideologi, kesukuan, agama, kelompok), kekerasan antar mahasiswa (tawuran dan perkelahian), ikut arus kepentingan elit kekuasaan, gaya hidup hedonism, individualistik dan sebagainya. Watak dan budaya yang sering mengedepankan intelektualitas semakin terkikis. Budaya yang berkembang dan menjangkiti generasi ini adalah hedonisme yang cukup tinggi, konsumerisme dan semakin apatis terhadap realitas yang terjadi di masyarakat. Ibarat “macan yang sudah ompong dan tak bertaring lagi”. Sumpah Pemuda pada tahun 1928 sebagai simbol persatuan yang melahirkan janji dan sumpah untuk bersatu - berbangsa, berbahasa, bertanah air satu, Indonesia, tidak lagi “sakral” dengan adanya keinginan dari “komunitas lama” untuk mendirikan negara sendiri. Menurut Danial Dhakidae dalam pengantar buku Imagined Communities – di Indonesiakan menjadi Komunitas-Komuntas Terbayang – melihat bahwa the holy trinity, tritunggal suci – bangsa, bahasa, tanah air – kini berubah wajah dan semakin “garang” menjadi the unholy trinity yang saling mendepak satu sama lain (Danial Dhakidae 2001: Xiii)

Awan-suram semakin menyelimuti dinamika generasi muda dengan fenomena maraknya perkelahian, tawuran, terlibat dalan konflik kepentingan politik elit, saling hujat antar kelompok mahasiswa dan atau kelompok pemuda. Perbedaan yang muncul diselesaikan dengan cara otot bukan otak. Hal ini menunjukkan terjadinya degradasi moral, watak dan mental generasi muda. Kemunduran semangat persatuan, kolektifitas, intelektualitas dan daya juang generasi muda akan berbahaya pada kelanjutan pembangunan bangsa. Karena generasi muda menjadi tulang punggung kemajuan bangsa. Masa depan bangsa Indonesia tergantung dari kesadaran angkatan mudanya. Di tangan kaum muda, Indonesia dapat kembali bangkit. Masa depan Indonesia sepenuhnya tergantung pada kreatifitas dan keberanian anak muda (generasi muda). Generasi muda penuh dengan cita-cita yang idealis, tidak pernah menyerah untuk melawan penindasan, di kantong mereka tidak ada duit korupsi, tidak pernah menculik, tidak pernah menipu rakyat, mereka hanya punya kemauan baik untuk Tanah Air (Pramodya Ananta Toer, Tempo, 5 April 1999).

Persatuan Pemuda Melawan Neoliberalisme

Kesadaran untuk bersatu dan membebaskan diri dari belenggu penjajahan (neokolim) menjadi pondasi dasar semangat sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober !928. Sekat-sekat kesukuan, ideologi, bahasa, budaya, kepentingan kelompok dan sebagainya ditanggalkan demi terciptanya Indonesia merdeka. Pengakuan sebagai bangsa, tanah air dan bahasa satu; Indonesia, menjadi titik awal kebangkitan nasionalisme Indonesia.

Ruh sumpah pemuda bisa dijadikan titik awal untuk kembali menyatukan gerakan pemuda (dan juga gerakan mahasiswa). Semangat dan cita-cita Pemuda yang menggelora keseluruh pelosok nusantara pada tanggal 28 Oktober 1928 perlu disuarakan kembali. Perlu kiranya diselenggarakan lagi pertemuan (konsolidasi) semua elemen gerakan mahasiswa dan pemuda untuk memunculkan rumusan - semacam manifesto - terhadap permasalahan yang sedang dihadapi bangsa Indoensia. Bukan bermaksud untuk meromantisme keberhasilan dan ke-heroik-an dari Soempah Pemoeda yang berhasil menghimpun kekuatan pemuda seluruh nusantara. Tapi, pertemuan nasional pemuda dimaksudkan untuk mendiskusikan problem-problem yang sedang dihadapi oleh gerakan pemuda, persoalan bangsa Indonesia terutama bagaimana kemudian melawan sistem kapitalisme/neoliberalisme yang sedang mencengkram Indonesia. Selain itu juga, pertemuan tersebut diharapkan dapat meminimalisir konflik kekerasan diantara kelompok mahasiswa dan kepemudaan.

Dalam konsolidasi pemuda diharapkan, sekat-sekat ideologi, budaya, suku, kelompok, agama, dan sebagainya yang menjadi pemicu konflik selama ini antar sesama gerakan mahasiswa dan kelompok kepemudaan bisa ditanggalkan sehingga persatuan yang lebih kokrit dapat terwujud. Semua golongan ideologi, baik kelompok kiri, tengah, kiri-tengah, kanan (apapun spectrum ideologinya), organisasi kepemudaan, organisasi mahasiswa yang sifatnya kedaerahan, organisasi pemuda berbasiskan agama dan golongan, dapat berkumpul dan berdiskusi menyelesaikan persoalan bersama. Sehingga tidak muncul lagi kecurigaan, saling intrik, saling pukul, saling lempar batu, antar sesama pemuda dan mahasiswa. Bukankah lebih elegan menyelesaikan permasalahan dalam sebuah forum diskusi dari pada saling pukul dan lempar batu. Pemuda harus menyadari bahwa musuh utamanya saat ini adalah Neoliberalisme dan antek-anteknya yang sedang berkuasa di Indonesia. System Neoliberalisme lah yang kemudian melakukan penghancuran terhadap cita-cita perjuangan seperti yang amanatkan oleh pejuang-pejuang kemerdekaan. Neoliberalisme lah yang menyebabkan 7,41 % pengangguran dari 119,4 juta orang angkatan kerja. Neoliberalisme lah yang menyebabkan 1 juta lebih lulusan Perguruan Tinggi tidak bekerja. Apabila di lihat dari usianya, pengangguran-pengangguran tersebut merupakan usia peroduktif (jika dikategorikan, berada dalam golongan pemuda)

Memandang musuh bersama rakyat dan pemuda saat ini adalah Neoliberalisme maka tidak perlu ada ada konflik, perkelahian, bentrokan, tawuran antar kelompok/organisasi pemuda. Pemahaman bersama bahwa tugas kaum muda dulu dan kini melawan segala bentuk penindasan, korupsi, kezaliman dan ketidak adilan. Dulu, kaum muda melawan penjajahan. Kini, kaum muda pun harus melakukan perlawanan terhadap penjajah (dalam bentuk dan gaya baru yaitu Neoliberalisme termasuk bonekanya)

Mudah-mudahan dengan semangat Soempah Pemoeda, gerakan pemuda dapat menggeliat lagi sehingga jalanan dipenuhi oleh aksi-aksi kritis mereka. Untuk menutup tulisan ini, saya akan mengutip sumpah pemuda versi ’90-an yang telah digubah oleh aktivis pemuda pada tahun 1998 (sumpah yang sering diteriakan mahasiswa pada setiap demonstrasi): Kami pemuda dan pemudi Indonesia mengaku, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan; Kami pemuda dan pemudi Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan; Kami pemuda dan pemudi Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.

Akbar T. Arief
Anggota KPO - PRP Yogyakarta
(Tulisan ini sebagai refleksi 83 Tahun Sumpah Pemuda 1928-2011)

Referensi:
  • Anderson, Bedenict, Imagened Communities; Komunitas-Komunitas Terbayang,
  • INSIST & Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001,
  • Anderson, Bedenict, Revolusi Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa
  • Barat 1944-1946, Sinar Harapan, Jakarta, 1988
  • Tempo, 5 April 1999
  • http://finance.detik.com/read/2011/05/05/124514/1633086/4/jumlah-pengangguran-di-indonesia-tersisa-812-juta-orang
  • http://fokus.vivanews.com/news/read/218702-pengangguran-turun--belum-tentu-sejahtera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar