Bebaskan Tahanan Politik , Hapuskan UU Lese Majeste dan Demokrasi Untuk Rakyat Thailand

Senin, 27 Juni 2011

Pada tanggal 19 Mei 2010, Rejim Abhisit Vejjajiva yang berkuasa di Thailand menggunakan tank dan tentara untuk membubarkan protes dari “Kaus Merah” yang telah berlangsung selama berbulan-bulan. Tuntutan mereka sederhana: Kembalikan Demokrasi ke Rakyat Thailand. Setelah pembubaran demonstrasi Kaus Merah di Bangkok pada Mei dengan kekerasan, represi tetap berlanjut di Bangkok dan meluas ke berbagai daerah di Thailand. Lebih dari 90 orang dibunuh, ribuan terluka dan sekitar 417 aktivis pejuang demokrasi ditahan dan dipenjarakan oleh Rejim Abhisit. Namun perlawanan rakyat Thailand dengan Kaos Merah-nya tidak berhenti begitu saja.

Di tengah pemenjaraan dan pembunuhan terjadi berkali-kali demonstrasi besar-besaran dari Kaos Merah. Terhitung sejak bulan September 2010 hampir setiap bulan terjadi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan hingga puluhan ribu rakyat Kaos Merah. Terakhir mereka melakukan demonstrasi besar-besaran pada bulan April 2011 untuk memperingati 1 tahun represi yang dilakukan oleh Rejim Abhisit Vejjajiva. Perlawanan yang terus menerus dan konsisten memperjuangkan kepentingan rakyat dari Kaos Merah adalah sesuatu yang harus dijadikan contoh oleh rakyat di Indonesia dalam memperjuangkan nasibnya melawan kekuasaan elite.

Kekuatan dari elite yang berkuasa di Thailand tidak bisa dilepaskan dari alat kekerasan negara yang ditambah dengan ideologi monarki. Salah satu bagian dari alat kekerasan negara tersebut adalah UU yang disebut UU Lese Majeste, dimana segala tindakan yang dilihat merongrong kekuasaan monarki dapat dipenjarakan minimal 3 (tiga) tahun. Hal ini diperkuat represi militer sebagai alat pemukul bagi setiap perlawanan rakyat. Lese Majeste menyerang kebebasan berbicara, kebebasan akademik, kebebasan pers dan kebebasan berekspresi rakyat Thailand. Salah satu aktivis pejuang demokrasi yang berulang kali ditangkap adalah Somyot Pruksakasemsuk yang pertama kali ditangkap pada tanggal 24 Mei 2010 dan kemudian dilepaskan pada 12 Juni 2010.

Sekarang, Somyot kembali ditangkap oleh Rejim Abhisit dan menghadapi ancaman 15 tahun penjara. “Da Torpedo” (Daranee Chancheangsilapakun) dipenjara selama 18 tahun dengan kondisi penjara yang buruk. “Red Eagle” (Tantawut Taweewarodomkul) dipenjara selama 13 tahun karena mengelola website UDD AS. Chiranuch Premchaipron, pengelola web koran independen bernama Prachatai menghadapi kemungkinan dipenjara 50 tahun karena tidak menghapus posting orang lain di web-nya. Seorang mahasiswa menghadapi kemungkinan dipenjara hanya karena tidak berdiri saat lagu kebesaran raja dinyanyikan. Sejak kudeta militer tahun 2006 telah terjadi peningkatan 2.000 persen dalam penggunaan UU Lese Majeste.

Ideologi Monarki membangun kepercayaan di antara rakyat bahwa raja adalah perwakilan Tuhan yang harus dicintai dan ditakuti pada saat yang bersamaan. Kekuasaan raja dan kepercayaan yang dipasok terus menerus tersebut berfungsi untuk melegitimasi kekuasaan monarki dan juga penindasan dengan militer terhadap siapapun yang melawannya. Berulang kali Raja Thailand membenarkan kudeta militer dan penindasan militer terhadap rakyat seperti yang terakhir terjadi pada Mei 2010.

Oleh karena itu Komite Penyelamat Organisasi-Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO - PRP), menyerukan :
  1. Pembebasan seluruh tahanan politik di Thailand
  2. Penghapusan undang-undang Lese Majeste
  3. Persatuan rakyat Thailand untuk mengembalikan demokrasi ke tangan rakyat Thailand
Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Krisis Global Kapitalisme!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!

Badan Pekerja Nasional
Komite Penyelamat Organisasi - Perhimpunan Rakyat Pekerja
( KPO - PRP )

Jakarta, 27 Juni 2011

Ketua,
Mahendra Kusumawardhana


Sekretaris Jenderal,
Asep Salmin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar