Pernyataan Sikap KPO PRP Kota Sumbawa, Neoliberalisme Memeras dan Membunuh Buruh Migran!

Kamis, 30 Juni 2011

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 18 Juni 2011, Ruyati dihukum pancung oleh kerajaan Arab Saudi. Ruyati dihukum pancung karena melakukan pembelaan diri yang mengakibatkan majikannya meninggal dunia, hal tersebut terjadi karena Ruyati sering mendapat siksaan dari majikan. Namun setelah Ruyati dihukum pancung dan telah dieksekusi, kini muncul lagi “Ruyati” kedua, yaitu Sumartini TKI asal Sumbawa Besar yang difitnah dan dituduh menyihir anak majikannya yang menghilang dari rumah beberapa waktu lalu. Sumartini, TKI asal Desa Kukin, Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat telah bekerja di luar negeri sejak tahun 2007 dan kini ia divonis dengan hukuman pancung.

Keberangkatan Sumartini menjadi TKI ke Saudi Arabia melalui PT Duta Sapta Perkasa yang beralamat di Jalan Mawar II no 5, Desa Menala RT 01 RW 06, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat. Perempuan berusia 33 tahun ini dipenjara pada tahun 2009 dan divonis pada bulan April 2010, kemudian 1 Mei 2010 pihak KBRI mengajukan upaya banding tetapi ditolak. Pada 29 Mei 2011 pihak KBRI mengupayakan agar kasus Sumartini dapat dimaafkan oleh pihak kerajaan Arab Saudi, tetapi hingga saat ini belum ada jawaban.

Sementara itu, informasi Sumartini dipenjara dan divonis hukum pancung oleh kerajaan Arab Saudi, baru diketahui oleh pihak keluarga dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa pada Selasa, 28 Juni tahun 2011 (Koran Tempo, 03 Juni 2011) padahal Sumartini akan dieksekusi pada 03 Juli Mendatang. Tahun 2009, pihak keluarga mendapat surat dari Sumartini tentang keberadaannya di penjara, sehingga pihak keluarga dan pemerhati buruh migran dari Sumbawa langsung menghubungi Disnakertrans, dan beberapa waktu kemudian pihak Disnakertrans Sumbawa menyatakan kepada keluarga secara langsung bahwa Sumartini sudah menandatangani surat pengakuan atas kesalahannya.

Pengkuan Sumartini dalam surat tersebut, ia disiksa dan dipaksakan majikannya untuk mengakui kesalahannya, bahkan ia ditanam dalam pasir dengan kedalaman mencapai lehernya. Ia lalu dijebloskan ke penjara. Ternyata, hukuman yang dijatuhkan pada Sumartini hanya tuduhan yang bersifat fitnah belaka, dimana si majikan mencari-cari kesalahan Sumartini atas hilangnya anak mereka yang bernama Tisam, 17 tahun. Sumartini dituduh menyihir Tisam sehingga menghilang dari rumah! Luar biasanya, sekitar 10 hari kemudian Tisam kembali pulang ke rumah, akan tetapi Sumartini tetap menjalani proses hukum dan bahkan pada 03 Juli 2011, ia akan di eksekusi.

Realitas tersebut semakin memperlihatkan bahwa jaminan perlindungan buruh migran atau TKI terutama di Timur Tengah sama sekali tidak ada. Hal ini disebabkan rezim SBY-Boediono tidak tegas dan tidak mempunyai komitmen dalam perlindungan buruh migran. Rezim neoliberal SBY cenderung membela para pemilik modal, yaitu perusahaan pengirim TKI/PPTKIS yang menjadi bagian yang berkontribusi dalam melakukan kekerasan terhadap buruh migran. Pernyataan buruh migran sebagai “pahlawan devisa” merupakan strategi dan cara pemilik modal untuk semakin memeras buruh migran hingga benar-benar “dipahlawankan” (terbunuh atau dihukum pancung).

Perlindungan buruh migran Indonesia menjadi persoalan yang akut dan berlarut-larut merupakan kesengajaan dari rezim SBY-Boediono. Selain itu, upah buruh yang murah dan lapangan kerja yang tidak tersedia di Indonesia juga menyebabkan buruh migran semakin meningkat jumlahnya, salah satu contohnya di Kabupaten Sumbawa dimana sekitar 7000 orang yang menjadi buruh migran setiap bulannya dan hal inilah yang menjadi daya tarik para pemilik modal atau perusahaan pengirim tenaga kerja/PJTKI untuk menjalankan bisnisnya.

Atas penderitaan yang dialami oleh buruh migran, atau tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ada di beberapa negara, terutama Timur Tengah, kami dari KPO Perhimpunan Rakyat Pekerja Sumbawa menyatakan sikap :
  1. Mengutuk Keras Sikap adem ayem rezim SBY-Boediono yang tidak pernah berniat untuk melindungi para buruh migran di luar negeri, dan cenderung membiarkan kekerasan, termasuk hukuman pancung menimpa buruh migran Indonesia
  2. Menolak keberadaan perusahaan pengiriman jasa TKI (PJTKI), yang melakukan pemerasan terhadap buruh migran
  3. Menyerukan penghentian pengiriman TKI ke negara yang telah terbukti melakukan penyiksaan dan pelanggaran HAM terhadap TKI
  4. Mengutuk tindakan dan tuduhan/fitnah majikan Sumartini terhadap Sumartini, TKI asal Kabupaten Sumbawa
  5. Mendesak pemerintah segera mengambil tindakan tegas dan segala upaya demi pembebasan Sumartini dari hukuman pancung
  6. Menuntut Pemerintah agar segera memulangkan seluruh buruh migran dan menyelamatkan buruh migran yang sedang dihukum maupun terancam hukuman mati, dan segera membuat regulasi yang jelas tentang perlindungan buruh migran antara Indonesia dan negara penempatan buruh migran Indonesia.
Sumbawa Besar, 28 Juni 2011
A.n. Kolektif KPO Perhimpunan Rakyat Pekerja
Kota Sumbawa

SOFYAN KOPLUT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar