Deklarasi Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja

Rabu, 08 Juni 2011

Salam Rakyat Pekerja,

Uraian isi dari deklarasi ini kami buat, bukan sebagai upaya pembelaan diri atas apa yang telah kami lakukan. Sekali lagi, bukan. Uraian ini adalah sebuah uraian sikap dan tanggung jawab atas tindakan yang kami lakukan agar kawan-kawan semua tahu, apa yang menjadi landasan pokok sehingga kami mengambil jalan ini. Kami bukanlah sekelompok avonturir politik yang gemar dengan tindakan-tindakan heroik, dengan menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi. Namun akibat ruang praktek sentralisme demokratik dalam organisasi yang semakin tertutup serta tindakan arogan dari para pimpinan organisasi, membuat kami harus mengambil posisi dan jalan kami sendiri. Jalan yang tidak sekedar lahir dari buah imajinasi pikiran kami, namun lahir dan berkembang dari praktek keseharian kami selama menjadi bagian dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP).

Para Pimpinan Organisasi melalui Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP-PRP) telah melakukan proses seni menjalankan organisasi yang tidak lagi berlandaskan prinsip-prinsip politik kelas, sebagaimana tujuan awal kelahiran PRP. Seni dalam menjalan organisasi telah diselewengkan dengan menunjukkan inkonsistensi, dimana Prinsip-prinsip Sentralisme Demokratik telah dibungkam oleh formalisme pengambilan kebijakan dalam tubuh organisasi, dan pada saat yang bersamaan telah membuat kecenderungan munculnya benih oportunisme dan otoritarian dalam tubuh organisasi, yang secara serampangan telah mempertontonkan cara pengambilan keputusan yang sama sekali tidak mencerminkan praktik sebuah organisasi politik kelas yang berlandaskan sosialisme ilmiah.

Terbongkarnya pengorganisiran klik yang dipimpin oleh Ketua Nasional dan Sekjen PRP (dokumen chatting, sms-sms ilegal, dan kesaksian kader-kader di Jakarta, Karawang, Surabaya, Bandung) guna melakukan penyingkiran kader-kader PRP secara ilegal, termasuk didalamnya dokumen notulensi yang dipandang PRP sebagai notulensi pengelompokkan tertutup, serta penyelesaian perbedaan pandangan atas isu penting (termasuk soal pembangunan partai kelas) pada awalnya telah disepakati oleh KP PRP sendiri akan diselesaikan dalam forum demokratik yaitu forum Dewan Nasional (DN). Demikian pula penyelesaian yang diusulkan oleh beberapa individu dan komite.

Tetapi di tengah-tengah rencana pertemuan DN tersebut, terbongkar pertemuan ilegal Parung 24-25 Maret 2011 yang dimotori oleh KP-PRP, dimana menghasilkan permufakatan jahat untuk memecah belah organisasi buruh nasional. Terbongkarnya tindakan ilegal ini justru mendorong tindakan brutal oleh KP-PRP. Kesepakatan untuk menyelesaikan seluruh debat dan konflik di forum DN malah dianulir, dan menggantinya dengan melakukan pembersihan atas sejumlah kader organisasi. Sepuluh kader PRP dipecat karena dianggap melakukan pengelompokkan tertutup. Protes dan perlawanan atas keputusan pemecatan ini pun muncul dalam Deklarasi Oposisi yang ditandatangani oleh 42 kader PRP dari delapan kota/kabupaten. Tetapi, respon sah yang dijamin konstitusi PRP ini lagi-lagi dijawab dengan tangan besi: pemecatan salah satu pendukung aktif oposisi dan skorsing 1 tahun terhadap sejumlah kader PRP (termasuk di antaranya Sekretaris Dewan Nasional – padahal Sekretaris DN-lah yang berhak menyelenggarakan DN). Tindakan brutal ini pun telah mendapat protes oleh anggota KP-PRP lainnya, yaitu Bendahara Nasional dan Ketua Departemen Pengembangan Organisasi KP-PRP. Protes dilakukan dengan melakukan pengunduran diri dari jabatannya di KP-PRP.

Tindakan pemecatan dan skorsing atas Sekretaris Dewan Nasional memupus habis harapan akan terjadinya penyelesaian demokratis atas seluruh perbedaan pandangan yang teramat penting (termasuk isu pembangunan partai), dalam forum Dewan Nasional.

Setelah melakukan pembersihan kader, diselenggarakanlah Sidang Dewan Nasional II. “Sidang Dewan Nasional II” tersebut nyatanya tidak quorum karena dihadiri tidak lebih dari (lima) 5 Komite Kota/Kabupaten, pun komite-komite tersebut tidak semua dihadiri oleh perwakilan resminya sesuai konstitusi. Selain itu, muncul dua komite baru yang dibentuk dengan tergesa-gesa sekedar untuk memenuhi syarat-syarat kuantitas semata, yaitu PRP Komite Kota Depok dan Jakarta Pusat yang pembentukannya tidak mengundang anggota-anggota PRP di Jakarta Pusat yang mengikuti Deklarasi Oposisi. Bahkan, kota yang secara tegas mendukung Deklarasi Oposisi tidak diundang dalam “Sidang” tersebut. Demikian pula, pengorganisiran perpecahan terhadap Ormas Buruh Nasional terus dilakukan oleh KP-PRP dan para pendukungnya.

Perpecahan organisasi seharusnya bisa dihindari jika saja forum demokrasi lewat pertemuan Dewan Nasional PRP untuk menyelesaikan berbagai persoalan, perdebatan dan konflik yang terjadi, sebagaimana awalnya disepakati dalam rapat KP-PRP, dijalankan. Tetapi yang terjadi sebaliknya, perbedaan pandangan yang muncul terhadap sejumlah isu penting yang seharusnya dianggap sebagai jalan untuk memajukan PRP, malah dianggap sebagai gangguan organisasi. Seluruh usaha-usaha untuk membangun sebuah perdebatan yang demokratis, ditutup oleh pimpinan PRP (KP-PRP).

Berbagai tindakan brutal dan arogan tersebut telah menyadarkan mayoritas kader-kader PRP, bahwa kepemimpinan PRP oleh KP-PRP harus segera dihentikan untuk mencegah kehancuran dan penyelewengan organisasi lebih jauh. Sebab hal tersebut secara nyata telah memberikan dampak buruk terhadap proses pembangunan organisasi politik sebagai alat perjuangan sejati bagi kaum buruh.

Melalui Seruan Pembentukan Komite Penyelamat Organisasi dan Pendemisioneran KP PRP oleh Sekretaris Dewan Nasional – setelah proses panjang perjuangan internal di PRP – 84 anggota-anggota PRP dari 14 kota di seluruh Indonesia memutuskan bahwa dibutuhkan dengan segera tindakan penyelamatan organisasi dalam bentuk Pendemisioneran Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP-PRP) periode 2009-2012 dan pembentukan Komite Penyelamat Organisasi PRP (KPO-PRP).

Sesuai Surat Keputusan Sekretaris Dewan Nasional PRP No: 01/SK/Sek DN-PRP/i/V/11, Komite Penyelamat Organisasi akan menjalan kerja-kerja organisasi ke depan, dengan tugas dan tanggung jawab :
  1. Mengambil alih seluruh kerja-kerja Komite Pusat
  2. Memperbaiki kerusakan dalam bidang Ideologi, Politik dan Organisasi yang telah ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan oportunis dan otoritarian dari Komite Pusat
  3. Meletakkan pondasi dasar pembangunan Partai Kelas Buruh dalam bidang Ideologi, Politik dan Organisasi.
  4. Komite Penyelamat Organisasi akan bekerja dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, untuk kemudian menyelenggarakan Kongres Luar Biasa Perhimpunan Rakyat Pekerja.
Pembentukan KPO sebagai puncak persoalan tak bisa dilepaskan bagaimana pembangunan Ideologi, Politik dan Organisasi di tubuh PRP. Di dalam ABC Unifikasi PRP sudah ditegaskan bahwa persatuan yang dibangun bukanlah sembarang persatuan. Yang pertama dan terutama adalah bagaimana menegaskan prinsip-prinsip perjuangan kita. Jika tidak demikian, kita akan menjadi satu wadah yang tidak jelas landasannya. Ketidakjelasan ini niscaya akan menghasilkan perjuangan internal yang terlalu tajam. Energi organisasi akan dihabiskan dengan bertarung di dalam tanpa dapat menghasilkan perbesaran perlawanan terhadap kapitalisme. Maka kita perlu menarik satu garis demarkasi, satu tapal batas. Jika orang sepakat untuk masuk ke dalam batasan yang telah kita gariskan, baru kita akan sama-sama bicara, berdebat dan berdiskusi. Jika tidak, silakan berada di luar lingkaran.

Dalam bidang Ideologi, KP-PRP dengan sengaja mengelak amanat Konstitusi dan Kongres PRP untuk mulai mempersenjatai kader-kadernya dengan teori sosialisme. Alasan ketakutan akan menjadi dogmatisme, dan menggantinya dengan menggali dari pengalaman-pengalaman perjuangan semata adalah penolakan terhadap satu pokok dasar pembangunan organisasi sosialis, khususnya dalam perjuangan di bidang teori.

Kritik terhadap hal tersebut telah lama muncul di internal PRP. Alih-alih kritik dan pendapat yang berbeda dengan KP-PRP didialektikakan untuk kemajuan organisasi, nyatanya malah dihalang-halangi. Demikian pula program terbitan internal yang dimandatkan oleh Kongres II PRP sebagai sarana untuk penguatan organisasi, peningkatan kualitas kader dan pemahaman ideologi, justru tidak dilaksanakan oleh KP PRP.

Dalam bidang Politik, Komite Pusat PRP telah melakukan kesalahan fatal dengan mengabaikan pembangunan Partai Kelas Pekerja. Sedari pembentukannya di Solo tahun 2004, PRP sudah didesain sebagai organisasi politik kelas yang akan bertransformasi sebagai partai kelas pekerja melalui program unifikasi kiri. Hal ini diperkuat dengan hasil Kongres II PRP dan hasil Sidang Dewan Nasional I Tahun 2010, yang menugaskan KP-PRP untuk mempersiapkan pembangunan Partai Politik Kelas. Pengabaian tersebut diketahui dilegalkan melalui melalui Sidang Dewan Nasional II yang tidak kuorum pada awal Mei lalu, setelah melalui proses penyingkiran dan penghalang-halangan terhadap kader-kader PRP sendiri.

Selain itu, muncul kesepakatan strategis yang tidak pernah diinformasikan ke internal PRP dan bahkan belum pernah melalui kesepakatan organisasional apapun. Hal ini tercermin dalam rencana pembentukan partai pemilu yang menghasilkan Komite Persiapan Pembentukan Pergerakan Rakyat (KP3R). KP3R adalah sebuah komite yang awalnya didukung oleh lembaga funding FES (Friedrich Efert Stiftung) yang memang memiliki kepentingan untuk memunculkan partai bergaris sosial demokrat di Indonesia, sebagaimana juga inisiatif FES di sejumlah negara lain di Asia. Walaupun pertemuan ini terjadi berkat bantuan FES, aktivis yang hadir tentu saja memahami bahwa kehadiran mereka haruslah membawa kemajuan bagi gerakan di Indonesia.

Pertemuan yang digagas pertama kali di Lembang dan berlanjut di Hotel Bumi Wiyata, Depok, ini pada awalnya bersepakat untuk membentuk sebuah partai yang dipersiapkan untuk ikut serta dalam pemilu 2014 (sebelum keluarnya UU Partai Politik).

Jelas kesepakatan soal pembentukan partai politik dan keikutsertaan pemilu 2014 adalah sebuah ide yang harus secara serius didiskusikan oleh seluruh gerakan, termasuk di PRP. Namun sayangnya, soal KP3R justru dijadikan tindakan ilegal di internal di PRP, dimana hanya KP-PRP lah yang mengetahui. Bahwa, soal-soal KP3R masih bersifat tertutup, dan kehadiran para pimpinan organisasi yang menggagas KP3R bersifat personal, karena soal-soal internal di organisasi masing-masing yang belum pernah mendiskusikan hal ini, tentunya dapat dipahami. Tetapi seharusnya tidak berlaku bagi PRP. PRP adalah sebuah organisasi politik, yang dalam kongres menghasilkan amanat kepada KP-PRP untuk membangun sebuah partai kelas.

Tindakan menutup soal KP3R di seluruh anggota PRP (kecuali di KP-PRP), jelas tidak dapat dibenarkan. Justru dengan membuka KP3R akan menghasilkan sebuah pembahasan yang penting untuk didiskusikan dan diperdebatkan. Ketika ada anggota yang menanyakan soal KP3R di milis internal PRP, justru dijawab oleh KP-PRP dengan nada interogasi, “Tahu dari mana? Tolong ceritakan siapa yang memberitahu?” Padahal sudah banyak organisasi bahkan yang tidak ikut dalam pertemuan tersebut pun mengetahui hal ini.

Hal lainnya, pembangunan front sebagai satu strategi untuk dapat memobilisasi massa lebih besar, sehingga tercipta situasi perjuangan yang semakin memudahkan diterimanya propaganda perjuangan untuk mengganti sistem kapitalisme dengan sistem sosialisme. Oleh karenanya pembangunan front berbasis massa adalah yang utama.

Dalam pembangunan front yang dinamakan Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI), KP-PRP mengabaikan kelas buruh dan kaum tani sebagai kekuatan utama dalam revolusi seperti yang menjadi konsep awal FORI. Dengan sendirinya, FORI yang didesain sebagai front nasional gagal memobilisasi massa, dan celakanya, KP-PRP yang sebenarnya menjadi motor utama di FORI justru membawa FORI tidak sebagaimana mestinya.

Ketika kampanye penolakan kedatangan Obama di beberapa negara di Asia dan Australia membahana, tidak ada dorongan KP PRP terhadap FORI Nasional untuk berani menyatakan penolakan secara tegas terhadap kedatangan Obama sebagai representasi kekuatan Imperialis. Termasuk pula kesimpulan strategi perjuangan, lewat jalan damai dan demokratis (pemilu), adalah sebuah kesimpulan yang terlalu tergesa-gesa, yang langsung kandas diterpa UU Partai Politik.

Di tingkatan internasional; front, persatuan ataupun kerjasama yang dibangun oleh KP PRP semakin lama semakin terjun dalam kerangka moderat ketimbang membangun blok anti-imperialis dan kapitalis seperti yang diamanatkan dalam Kongres dan Rapat Kerja Nasional PRP.

Kecarutmarutan PRP di bidang politik semakin nyata dalam proses pembangunan apa yang disebut sebagai BPI (Barisan Perempuan Indonesia). Dalam Kongres II PRP memang telah diamanatkan pembangunan politik dan organisasi massa perempuan. Namun, pembentukan BPI hanyalah polesan (dengan hanya tampil pada satu momentum setiap tahun), agar seakan-akan KP-PRP telah sedang membangun ormas perjuangan perempuan.

Dalam bidang Organisasi, Komite Pusat telah menginjak-injak Sentralisme Demokrasi dan menghilangkan kolektivitas dalam organisasi. Mereduksi makna Sendem sebagai kepatuhan semata atas keputusan pimpinan (walau salah dan tidak demokratis sekalipun). Dengan pemahaman yang keblinger bak organisasi militer: “menolak keputusan KP-PRP = mengganggu kesatuan tindakan, oleh karenanya = harus diberi sanksi. Tiga kali menolak, tiga kali sangsi = pecat.” KP-PRP tidak menyadari Sentralisme sama pentingnya dengan demokrasi. Kedisiplinan/kepatuhan buta atas keputusan KP-PRP (walau melanggar sendem sekalipun), telah mengebiri unsur penting dari kesadaran kader atas kebijakan yang dijalankan. Kebijakan-kebijakan penting dan strategis seringkali diambil tidak melalui pendiskusian mendalam terlebih dahulu.

Diinjak-injaknya Sentralisme Demokrasi dilakukan dalam bentuk pengorganisiran klik dalam rangka penyingkiran kader-kader PRP secara ilegal, tindakan otoriter dalam bentuk skorsing dan pemecatan secara subjektif, hingga tindakan yang merugikan organisasi berupa upaya pecah belah organisasi massa buruh nasional, adalah beberapa diantaranya yang menyakini kami, bahwa KP-PRP tidaklah lagi berfungsi sebagai pimpinan organisasi PRP yang mencerminkan sebuah organisasi politik kelas yang berlandaskan asas serta tujuan sosialisme sejati.

Klik bukanlah metode yang dibenarkan dalam sebuah organisasi, karena ia hanya menimbulkan konflik yang tidak sehat dan bahkan merusak bangunan organisasi. Klik yang dilakukan oleh Ketua Nasional dan Sekjen PRP (yang berlangsung lebih dari 1 tahun), telah mengakibatkan keributan, konflik internal yang tidak sehat di tubuh PRP. Klik ini pun akhirnya terbongkar, dan bahkan telah “diakui” oleh Ketua Nasional dan Sekjen PRP bahwa memang mereka melakukan tindakan-tindakan ilegal tersebut (yang tidak diketahui bahkan kolektif pimpinan KP-PRP, dan kader-kader di ormas buruh nasional). Sejumlah bukti berupa “dokumen chatting”, “SMS-SMS“ ilegal Sekjend, terbongkarnya pertemuan-pertemuan ilegal yang diorganisir oleh Ketua Nasional dan Sekjend PRP di sejumlah daerah (Jakarta, Karawang, Surabaya, Bandung), dan pengakuan/kesaksian sejumlah kader PRP di daerah tersebut yang pernah diajak ikut serta dalam KLIK jahat ini. Seharusnya bila Ketua Nasional dan Sekjend merasa ada tindakan atau pelanggaran yang dilakukan oleh kader-kader organisasi, berani mengungkapkannya secara terbuka baik dalam rapat-rapat resmi organisasi, milis organisasi, ataupun membawanya dalam forum yang lebih tinggi seperti Dewan Nasional.

Dalam hal keanggotaan; anggota atau calon anggota yang dinilai tidak sejalan dengan Komite Pusat akan dihalang-halangi hak-haknya. Demikian pula aspek-aspek kaderisasi (pendidikan) justru diabaikan dalam proses keanggotaan, beberapa komite-komite kota diabaikan begitu saja karena dilihat tidak menguntungkan bagi kekuatan klik mereka.

KP-PRP juga telah berupaya memecah belah Ormas Buruh Nasional dan sebagai akibatnya memecah gerakan buruh. Kongres demokratis Ormas Buruh Nasional yang telah menghasilkan kepengurusan baru, ternyata tidak memuaskan bagi segelintir kader PRP. Sayangnya segelintir kader PRP yang dimaksud justru sebagiannya adalah para pimpinan nasional PRP (KP-PRP). Konspirasi jahat untuk memecah belah ormas buruh pun dilakukan dengan menggelar pertemuan ilegal di Parung 24-25 Maret 2011. Lagi-lagi pertemuan konspirasi yang diorganisir ilegal ini (termasuk ilegal di KP-PRP, karena tidak semua anggota KP-PRP diajak) juga terbongkar. Dari KP-PRP hadir Ketua Nasional, Wakil Ketua Nasional, Sekjen, mantan Sekretaris Fraksi Buruh, anggota Dept. Pendidikan, anggota Dept. Pengembangan Organisasi, Bendahara Nasional.

Pada awalnya, sejumlah alasan dikemukakan oleh mereka yang hadir, bahwa pertemuan ini adalah pertemuan KSN (Komite Solidaritas Nasional), namun ada pula yang mengaku bahwa pertemuan tersebut adalah pertemuan sebuah Serikat Buruh. Akhirnya, karena sudah tidak bisa mengelak lagi, pernyataan resmi pun dikeluarkan, bahwa itu (pertemuan di Parung) memang pertemuan pimpinan 6 anggota Serikat Buruh (semuanya anggota PRP) yang bersepakat untuk menghimpun konfederasi baru dan keluar dari organisasi buruh nasional. KP-PRP melalui Sekjen membenarkan kehadiran pimpinan PRP dan secara resmi menyetujui langkah pecah belah ormas buruh nasional. Inilah tindakan pengecut lainnya yang dilakukan mayoritas pimpinan KP-PRP.

Hasil dari permufakatan jahat dan ilegal ini adalah bahwa KP-PRP bersama anggota PRP di 6 serikat buruh anggota ormas buruh nasional, akan mengorganisir perpecahan di ormas nasional. Selanjutnya menjadikan Komite Solidaritas Nasional (KSN) sebagai konfederasi buruh baru.

Bagi kami, tindakan pecah belah terhadap ormas buruh nasional, bukan saja pengkhianatan terhadap anggota PRP secara keseluruhan, tetapi merugikan bagi perkembangan gerakan buruh. Jelas ormas buruh nasional, yang hendak mereka pecah, bersama serikat buruh lainnya, adalah salah satu kekuatan gerakan buruh saat ini. Tindakan pecah belah ini setidaknya akan semakin memperlemah kekuatan gerakan buruh secara keseluruhan. Untungnya, permufakatan jahat mereka ini justru mendapat perlawanan dari anggota-anggota serikat buruhnya sendiri, walaupun di beberapa tempat usaha pecah belah terus dilakukan hingga saat ini.

Kesepakatan untuk menjadikan KSN sebagai konfederasi buruh baru, juga harus dianggap sebagai usaha pecah belah gerakan buruh. Sebagaimana kawan-kawan serikat buruh, khususnya di Jakarta, memahami bahwa KSN, adalah sebuah forum lintas serikat yang berfungsi terutama sebagai gerakan solidaritas (khususnya perlawanan terhadap union busting), sebagaimana hasil Raker KSN di Parung. Di dalamnya banyak serikat-serikat buruh yang telah memiliki afiliasinya sendiri, seperti Sekar Indosiar yang merupakan afiliasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Mendorong KSN menjadi serikat buruh, sama artinya memulai pertikaian dengan induk dari serikat-serikat buruh yang anggotanya tergabung dalam KSN. Jelas model semacam ini harus ditinggalkan, karena hanya menghasilkan keributan dan pelemahan persatuan gerakan buruh.

Demikian pendeklarasian Komite Penyelamat Organisasi-Perhimpunan Rakyat Pekerja. Pendemisioneran pimpinan PRP saat ini (KP-PRP) dan langkah-langkah penyelamatan organisasi PRP, kami anggap sebagai jalan satu-satunya untuk menyelamatkan keblinger-nya KP-PRP dan membahayakan bagi perkembangan masa depan PRP, sekaligus memalukan dan menjijikkan sebagai organisasi yang memperjuangkan sosialisme di Indonesia.

Pemosisian diri sebagai sebuah organisasi politik terhadap langkah keliru yang diambil adalah salah satu cara yang penting dan terpercaya untuk mengukur kesungguhan organisasi tersebut dan bagaimana ia dalam praktik menunaikan kewajiban-kewajiban terhadap klasnya dan rakyat pekerja. Terus terang mengakui kesalahan, menyelidiki sebab-sebabnya, menganalisa keadaan yang telah ditimbulkan, dan dengan teliti mendiskusikan cara-cara untuk memperbaikinya, itulah tanda suatu organisasi yang serius; itulah cara ia harus menunjukkan kewajiban-kewajibannya, itulah cara ia harus mendidik dan melatih klas, dan kemudian massa.

Jakarta, 7 Juni 2011

Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja
( KPO - PRP )
Alamat : Jl. Kawi-kawi Sawah no. 18, Johar Baru, Jakarta Pusat 10560.
Email : kpo.prp@rakyatpekerja.org. Website: www.rakyatpekerja.org

Sekretaris Presidium Nasional
Arsih Suharsih

Ketua Badan Pekerja Nasional
Mahendra Kusumawardhana

Sekretaris Badan Pekerja Nasional
Asep Salmin

KPO-PRP Kota/Kabupaten:
  1. KPO PRP Medan
  2. KPO PRP Lampung
  3. KPO PRP Jakarta
  4. KPO PRP Bekasi
  5. KPO PRP Tangerang
  6. KPO PRP Karawang
  7. KPO PRP Cimahi
  8. KPO PRP Indramayu
  9. KPO PRP Solo
  10. KPO PRP Yogyakarta
  11. KPO PRP Gresik
  12. KPO PRP Samarinda
  13. KPO PRP Kutai Timur
  14. KPO PRP Sumbawa

14 komentar:

sahat anthoni mengatakan...

pecah lagi dan mengecil sep

sutad mengatakan...

bubar gerak

KPO-PRP mengatakan...

Jauh lebih baik kecil namun memiliki kualitas yang jauh lebih baik. Perpecahan adalah konsekuensi dan syarat penting dari persatuan, dengan demikian kita akan lebih mampu memisahkah diri dari kecenderungan yang membahayakan kesadaran Kelas Pekerja.

KPO-PRP mengatakan...

Terimakasih banyak atas komentarnya, meski tidak secara jelas memberikan kritik ataupun masukan bagi kami. Baik dan buruk masukan Anda, bagi kami sama baiknya untuk dijadikan pelajaran berharga bagi kami kedepan.

Endang Saprudin mengatakan...

Aku Ozy dari Karawang ....... Maju teruuss selamat bekerja buat KPO - PRP, bersihkan dan hapus lalu tegak berdiri demi rakyat pekerja.

KPO-PRP mengatakan...

Trims bung Ozy, mari kita rapatkan barisan bersama. Salam hangat buat kawan2 di Karawang. Dan jayalah Rakyat Pekerja.....

Rakyat Kecil mengatakan...

pecah lagi pecah lagi!!! tidak ada persatuannya gerakan kiri kita ini... eropa sudah mulai membara lalu dimana Indonesia??!!!! hahh!!! bangun rakyat Kiri Indonesia bangun bersatuu!! NO MORE PEACE, KILL THE RICH SAVE THE POOR!!!!

JOSHUA GINTING mengatakan...

Bung, jangan mentang mentang sosialis lalu bela masalah pengungsi Aceh di TNGL, mereka itu skenario politik Aceh untuk merdeka dimana Sayed Zaenal ( LSM Lembah tari ) dijadikan artis mereka sebagai kaki tangan mc Grifith dari uni eropa. Belajar dulu masalahnya baru bicara, katanya udah paham MDH ? he..he..he..

no name mengatakan...

membangun partai pekerja ??? ... masuk parlemen ??? di indonesia ??? keknya ini bukan pertama kali dech ...

Sofyan mengatakan...

Belum juga menjadi besar sudah pecah lagi. Kapan seribu bunga mekar di taman?

Verlymontung mengatakan...

ORANISASI NGOMONG DOANK,,,, TIDAK PUNYA SIKAP.. JIKA MEMANG TIDAK SEPAKAT DENGAN KEPUTUSAN KP-PRP.. YA , BUAT ORGANISASI BARU SAJA....

Dtumar mengatakan...

APA LAGI INI????

JOO_SKIN mengatakan...

KL SMUA CUMA BISA KOMENT APA ARTINYA MULUT DAN HATI TENAGA DAN PIKIRAN KALIAN PUNYA ......
HARUSNYA KALIAN MNJADI SALAH SATU DARI GARIS PERJUANGAN RAKYAT

Ngadiroen mengatakan...

kenapa padang tidak ada, apa yang terjadi dengan padang?

Posting Komentar