Pada Peringatan Hari Buruh Sedunia Tahun 2012
Pada
hari ini, tanggal 1 Mei 2012, bertepatan dengan peringatan hari buruh sedunia,
kami dari Sekretariat Bersama (Sekber) Buruh Jabodetabek, kembali turun ke jalan.
Agenda aksi ini kami laksanakan sebagai bentuk protes, sekaligus sebagai wujud
tanggung jawab kami dalam menyebarluaskan keyakinan bahwa mayoritas rakyat di
negeri tercinta ini masih hidup dalam kesengsaraan. Pemerintah boleh saja
berkata bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi, terjadi peningkatan klas menengah
dan lain sebagainya.
Namun
kenyataannya, kami menemui
fakta dan data yang menggambarkan situasi sebaliknya.
Terdapat
kurang lebih 12,5% penduduk yang berpenghasilan sekitar Rp. 233.740,- saja per
bulan dan hanya terdapat 1,5% penduduk yang berpenghasilan diatas Rp.
3.000.000,- per bulan.
Padahal
menurut hitungan kami, paling tidak untuk saat ini, tingkat upah minimal kaum
buruh harus berkisar di angka tersebut. Angka pengangguran terbuka di Indonesia
juga masih sangat tinggi, yaitu 7,7
juta orang dari 117,37 juta orang angkatan kerja di Indonesia, dimana 5,3
jutanya adalah usia muda (15-29 tahun).
Dari
jumlah orang yang bekerja pun (109,67 juta orang), sepertiganya (34,59 juta
orang) merupakan
orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu.
Angka-angka
diatas, dari tahun ke tahun tidak banyak mengalami kemajuan, bahkan sebaliknya,
kondisi kehidupan rakyat justru semakin terpuruk. Obat liberalisasi yang selalu
digembar-gemborkan dapat mensejahterakan rakyat ternyata tidak pernah terbukti.
Sejak abad ke-16, Indonesia adalah wilayah yang menjadi sasaran eksploitasi
bangsa Eropa, dimana kekayaan
alamnya dikeruk, tenaga kerjanya dihisap untuk kemajuan dan kemegahan “Barat”. Itulah mengapa, saat ini, “Barat” lebih memiliki syarat (kapital)
untuk membangun negaranya. Sementara Indonesia, sepeninggalan Barat tidak
memiliki industri apapun untuk mampu membangun kapitalnya. Padahal untuk dapat
membangun kapital, dibutuhkan produktivitas
nasional yang tinggi, dan karenanya
dibutuhkan industrialisasi. Di
Indonesia,
dari 100-an juta angkatan kerja, sekitar 99,5%-nya bekerja di sektor usaha
kecil dengan jumlah pekerja kurang dari 500 orang. Hal tersebut menggambarkan betapa
tidak produktifnya perekonomian yang dirancang pemerintah, dimana perekonomian skala kecil
tidaklah
mungkin dapat meningkatkan kapital dalam
mengejar ketertinggalannya.
Pemerintah
memang dapat berutang kelembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF,
World Bank atau ADB untuk mendapatkan kapital. Namun, bukan obat yang diterima
bangsa Indonesia dengan berutang kelembaga-lembaga tersebut, melainkan racun, dikarenakan lembaga-lembaga yang di
sponsori negara-negara imperialis tersebut tidak pernah benar-benar tulus membantu
mengatasi keterbelakangan ekonomi Indonesia,
melainkan
sebaliknya,
pinjaman-pinjaman yang mereka berikan memiliki maksud untuk mengeksploitasi sumber
daya Indonesia lebih
dalam lagi. Perekonomian Indonesia dipaksa untuk dibuka lebih lebar kepada
modal asing, kekayaan alamnya dipaksa untuk rela dikeruk habis, tenaga kerjanya
dipaksa untuk patuh kepada keinginan modal lewat sistem tenaga kerja yang fleksibel, murah dan “penurut”. Subsidi-subsidi untuk rakyat
sedikit demi sedikit harus dikurangi agar tidak menggangu keuangan negara dan
lain sebagainya.
Pendeknya,
bidang ekonomi harus bergerak sebebas bebasnya sesuai kemauan pasar, tidak
boleh ada pembatasan apapun.
Sementara
dalam bidang politik, negara harus lebih banyak berperan untuk menjamin
keamanan modal, rakyat harus diatur kebebasannya agar tidak mengganggu
keuntungan.
Sudah
sangat terang dimata kami, apa yang pemerintah kehendaki dari kami. Pemerintah hanya mau melayani
orang kaya dengan bantuan para “budak” seperti kami, sehingga semakin
sukseslah roda ekonomi untuk terus dapat bergerak dikalangan orang-orang
berduit, sementara
hidup kami semakin susah. Saat subsidi
BBM dicabut, kamilah yang paling menanggung akibatnya, sementara para orang
kaya, yang
sebelumnya mengeksploitasi kami, dengan mudah dapat membeli BBM tanpa subsidi. Biaya pendidikan
sampai universitas
sangat mahal
bagi kami, sehingga
anak-anak kami tidak mampu sekolah, sementara orang kaya, yang sebelumnya
mengeksploitasi kami, dengan mudah dapat membayar uang SPP-nya. Biaya rumah sakit mahal, sehingga kami tidak
mampu berobat, sementara para orang kaya, yang
sebelumnya mengeksploitasi kami, dengan mudah dapat membayar rumah sakit. Bahkan yang lebih menyakitkan,
fasilitas klinik, tenaga medis, obat-obatan dan lain sebagainya yang
diperuntukkan bagi
kepentingan rakyat tidak pernah diperhatikan, sehingga sangat sering kami
mendengar pasien miskin, terutama yang berada dipelosok, akhirnya meninggal
dunia karena ketiadaan tenaga medis, sementara para orang kaya, yang sebelumnya
mengeksploitasi kami, dengan mudah dapat berobat ke seluruh rumah sakit terbaik
dimanapun didunia.
Kami
juga dapat melihat, apa yang pemerintah produksi buat bangsa ini, barang-barang
yang tidak kami perlukan.
Kami
tidak memerlukan mobil-mobil sedan yang hanya memboroskan cadangan bahan bakar
diperut bumi, dan memacetkan jalan-jalan, yang kami butuhkan adalah
transportasi massal yang modern dan murah, agar kami tidak selalu bertaruh
nyawa ketika akan berangkat atau pulang bekerja karena harus menggunakan roda
dua atau bergelantungan di kereta atau bis yang tidak laik jalan. Ya, kami sudah
belajar dan mengetahuinya,
bahwa PDB negara ini hanya “digerakan” oleh sekolompok orang saja. Hal ini setidaknya ditunjukan dari indikator
komposisi kepemilikan rekening
masyarakat di industri perbankan nasional, dimana 50% dana pihak ketiga (DPK) perbankan hanya dimiliki tak sampai 1% pihak, dan sisanya yang 50% lagi dimiliki oleh 99% kelompok
masyarakat. Singkatnya
APBN yang berhasil diraih pemerintah dari PDB sebesar Rp 1.300 milyar yang
selama ini digunakan untuk membiayai pembangunan, yang katanya dibebani beban yang
sangat berat untuk mensubsidi rakyat, harus ditambah, karena selain rasio
tersebut masih terlalu kecil (hanya
20%) dibandingkan
dengan Amerika (35%) atau Perancis (56%), pemerintah juga harus
menciptakan kesejahteraan kami, agar terjadi pemerataan, dengan menaikkan pajak
dari para orang kaya.
Saat ini kami menyadari
bahwa perekonomian tidak boleh lagi disusun dalam skenario liberal yang mengabdi pada pasar dan
tunduk pada modal.
Perekonomian
seperti itu tidak akan sanggup membawa kesejahteraan kepada kami, tidak mampu
meningkatkan tenaga produktif kami,
dan tidak mampu membangun industri nasional yang kokoh. Perekonomian haruslah
direncanakan agar dapat semakin mengarah kepada kebaikan bagi mayoritas rakyat,
dan agar arah itu semakin benar, maka demokrasi bagi rakyat harus dibuka seluas-luasnya. Rakyat harus bersama-sama diberi
kesempatan untuk menentukan kemana arah ekonominya. Untuk itu, jangan bungkam mulut
rakyat dengan segala bentuk peraturan yang membatasi kebebasannya.
Inilah sikap kami, saat
ini kami menuntut selantang-lantangnya bahwa:
1.
Kami
menuntut jaminan kepastian atas status kerja, sistem kerja kontrak dan
outsorcing, akan memudahkan kami untuk di PHK,
semakin terhisap dan semakin mudah dirampas hak-haknya.
2.
Kami menolak politik upah murah, dan
menuntut dicabutnya Permenaker No.17/2005 tentang 46 Komponen KHL yang sudah tidak
lagi mampu menjawab kebutuhan hidup layak dalam arti sebenar-benarnya.
3.
Kami menolak pencabutan subsidi BBM, naiknya
harga BBM hanya akan menguntungkan perusahaan-perusahaan minyak asing,
sementara bagi kaum buruh dan keseluruhan rakyat bahwa kenaikan harga BBM hanya
akan membuat kehidupan rakyat semakin sengsara.
4.
Kami menolak dan akan melawan setiap
bentuk perampasan tanah rakyat oleh negara
dan korporasi, karena merampas tanah kaum tani berarti mendorong kaum tani
kejurang kematiannya.
5.
Kami menuntut pendidikan gratis, pendidikan nasional tidak boleh di liberalisasi,
pendidikan nasional adalah hak bagi suluruh rakyat untuk memajukan
tenaga produktif dan peradabannya dan dapat membebaskan dari ketertindasan kaum
pemilik modal. Maka pendidikan harus
gratis, ilmiah dan bervisi kerakyatan.
6.
Dalam soal demokratisasi, kami
menuntut pencabutan segala produk undang-undang anti demokrasi, yaitu UU
Intelijen, UU Penanganan Konflik
Sosial, dan undang-undang yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan, yaitu UU
Kamnas.
Selain itu, kami juga menyerukan kepada seluruh elemen
gerakan rakyat untuk menggelorakan persatuan gerakan demi perwujudan kekuatan
politik alternatif yang anti kapitalisme dan anti imperialisme.
SEKBER BURUH
JABODETABEK:
KASBI, SBTPI, FPBJ, SBIJ, PPBI, FSPOI, SPTBG,
Gesburi, FKI PT Topan, FSPMI Suzuki, SBMI,
Front Jak, KSBSI Jakarta, KSBSI Tangerang, AJI, SPKAJ, FP.OHT, SBM Gasbindo,
SP
JICT, IKAPPI, IBU, SMI, PEMBEBASAN, PMKRI, JMK, LMND, KMJ, KPOP, SEBUMI, FPPI,
Rakber, PI, Perempuan
Mahardhika, KPA, LBH Jakarta,
PPI, PPR, KPO-PRP.
Jakarta, 30 April 2012
Humas
Presidium Sekber Buruh:
1.
Ilhamsyah : 081219235552
2.
Sultoni : 087878725873 / merahdihati@ymail.com
3.
John : 081388462534 / jon_merdeka@yahoo.com
4.
Surya : 0815-743-043-91 / suryanta@gmail.com
5.
Adhi W : 081389651948
/ adinesia@yahoo.fr
LAWAN KAPITALISME DAN IMPERIALISME
BURUH BERKUASA, RAKYAT SEJAHTERA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar