Pernyataan Sikap Menyambut Hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2012

Kamis, 08 Maret 2012

Bangun Persatuan Gerakan Perempuan
Lawan Kapitalisme dan Patriaki


Peringatan hari perempuan saat ini, bertepatan dengan rencana pemerintah untuk menaikkan BBM dan Tarif dasar Listrik. Sehingga adalah tepat bahwa dalam momentum hari perempuan, juga menyatakan sikap untuk melawan rencana pemerintah untuk menaikkan kenaikan BBM dan TDL. Ibu-ibu rumah tangga di kampung-kampung pinggir kota dan di desa-desa sangat paham dan merasakan betul dampak dari kenaikan harga BBM ini. Bagaimana ibu-ibu ini mengatur uang dari penghasilan yang didapatkan yang memang sudah tidak cukup kini harus ditekan lagi mengatasi kenaikan harga kebutuhan pokok dan transportasi akibat kenaikan harga BBM dan TDL jika jadi dinaikkan oleh pemerintah.

Rencana kenaikan BBM dan TDL oleh pemerintahan SBY-Boediono saat ini, adalah bagian dari kebijakan ekonomi kapitalisme neoliberal yang dijalankannya. Kapitalisme neoliberal yang dijalankan pemerintah saat ini adalah sebuah sistem ekonomi dunia yang bukan saja jahat secara ekonomi karena tidak mampu menciptakan kesejahteraan dan keadilan untuk orang banyak, tetapi juga jahat bagi kemanusiaan. Kejahatan kemanusiaan sistem ekonomi kapitalisme justru paling nyata dirasakan oleh kaum perempuan dan para pekerja perempuan.

Pengangguran dan ketidakmampuan pemerintah Indonesia saat ini menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi warganya, menyebabkan jutaan warganya, -mayoritasnya adalah perempuan muda- berangkat ke luar negeri menjadi buruh migran, mayoritanya menjadi pembantu rumah tangga. Namun, bukan saja tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak, pemerintah pun tidak mampu melindungi warga negaranya, melindungi buruh migran, yang mayoritas perempuan ini terhadap berbagai tindak kekerasan yang dialaminya di luar negeri: upah tidak dibayar, tidak ada batasan jam kerja, pemerkosaan, penyiksaan hingga pembunuhan.

Kekerasan terhadap perempuan akibat kebijakan ekonomi kapitalisme neoliberal yang dijalankan oleh penguasa negeri ini, juga berbarengan dengan ketidakadilan gender yang masih terjadi di tempat kerja dan di dalam masyarakat. Di banyak perusahaan padat karya seperti tekstil dan garmen banyak perempuan yang memang sengaja ditempatkan pada pekerjaan-pekerjaan tertentu dan diupah secara borongan dimana mereka dipaksa kerja mengejar target yang sama sekali tidak manusiawi.

Dibanyak kampung di sekitar area industri, juga banyak perusahaan-perusahaan yang memborongkan pekerjaan kepada para ibu rumah tangga dengan nilai yang jauh lebih kecil dibandingkan bila dikerjakan di dalam perusahannya dan pastinya penghasilannya dibawah upah minimum.

Pemerintah pro kapitalisme, SBY-Boediono, juga tidak pernah bertanggungjawab terhadap perawatan, tumbuh kembang anak. Tanggung jawab ini hanya diserahkan pada setiap keluarga masing-masing, dimana kita tahu perempuan lah yang mengambil peranan. Tidak ada tempat-tempat penitipan anak yang gratis yang bisa memudahkan para buruh perempuan agar tetap bisa melakukan aktivitas kerjanya. Tempat-tempat penitipan anak yang ada saat ini, berada jauh dari tempat tinggal, bahkan di gedung-gedung tinggi daerah elit, dengan biaya jutaan rupiah yang hanya bisa dinikmati oleh mereka kelas atas. Sementara bagi para pekerja perempuan kelas bawah, karena harus bekerja terpaksa harus rela dipisahkan oleh anaknya, dengan menitipkan anak kesayangannya kepada keluarganya di kampung, atau sebagiannya menitipkan kepada tetangganya. Kapitalisme dan budaya patriarki yang dijalankan oleh pemerintah telah memisahkan para ibu-ibu pekerja perempuan dengan anaknya. Dan pastinya dengan melihat besarnya angka kematian ibu dan anak, pastinya pemerintahan yang ada saat ini dan juga termasuk parlemen nampaknya memang tidak pernah mempedulikan hal ini.

Kapitalisme, bukan saja jahat secara ekonomi karena tidak mampu menyejahterahkan dan membangun keadilan tetapi juga membangun budaya merusak bagi kemanusiaan. Persaingan bebas antar individu untuk menumpuk kekayaan dibarengi dengan budaya konsumsi dan pen-Tuhanan kekayaan/harta telah membangun budaya yang merusak bagi masyarakat: kekerasan antar sesama, ketidakpedulian pada yang lemah dan miskin, korupsi, bermewah-mewahan, budaya konsumtif, dan tiadanya penghormatan yang tinggi kepada kaum perempuan.

Dibawah nilai-nilai budaya kapitalisme dan warisan budaya patriarki yang dipertahankan, kaum perempuan di Indonesia terus dilecehkan. Perempuan terus dianggap sebagai mahluk yang pantas untuk digoda, dilecehkan secara fisik dan sexual, cara berpakaian, bahkan layak untuk diperkosa. Bahkan saat perempuan mengalami pemerkosaan pun, justru kaum perempuan yang menjadi korban pemerkosaan inilah yang disalahkan: akibat “berpakaian seksi, minim”, “jalan sendirian”, “keluar malam hari” dan lain sebagainya. Kapitalisme dan Patriarki telah menghasilkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan saja di tempat kerja, di tempat umum/publik, bahkan di rumah tangga sekalipun hingga kini masih sering terjadi kekerasan terhadap kaum perempuan.

Persoalan budaya patriarki harus diakui masih menjadi budaya dominan di masyarakat bahkan juga tumbuh di berbagai organisasi-organisasi demokratik dan organisasi perjuangan saat ini. Oleh karenanya, menghadapi hal ini, tugas untuk menghancurkan budaya patriarki dan mengkampanyekan, memberi penyadaran dan mempraktekkan budaya yang berkeadilan gender, justru harus dipikul terutama oleh kaum perempuan itu sendiri. Tugas ini bisa dilakukan dengan cara membangun organisasi dan gerakan perempuan yang massif dan bukan sekedar mempertahankan suatu kelompok kecil aktivis, sekedar eksis atau membangun gerakan model NGO yang melayani kebutuhan program dari funding semata.

Sebuah organisasi perempuan semacam ini mungkin saja bisa mulai dibangun dengan membangun persatuan dari berbagai kelompok perempuan yang ada saat ini dengan perempuan-perempuan pekerja yang ada di serikat-serikat buruh, kumpulan ibu-ibu kampung, dan pekerja lainnya serta seluruh perempuan di organisasi demokratik lainnya. Kampanye ke serikat-serikat buruh (dan organisasi demokratik lainnya) agar memungkinkan anggotanya (bahkan mendorong aktif anggotanya) menjadi anggota organisasi perempuan bisa dijadikan pekerjaan awal untuk membangun organisasi perempuan yang berasal dari persatuan yang terbangun. Sehingga berikutnya, perspektif keadilan gender juga bisa berjalan di serikat-serikat buruh dan seluruh organisasi perjuangan lainnya dimana anggotanya sekaligus menjadi anggota organisasi perempuan.

Dengan ini, gerakan perempuan pastinya akan bersama gerakan buruh, bersama organisasi politik anti kapitalisme, dan bersama gerakan rakyat lainnya untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem ekonomi yang lebih adil untuk mayoritas rakyat banyak, dan tentu lebih berkeadilan gender yang bagi kami, sistem tersebut adalah SOSIALISME.



Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Krisis Global Kapitalisme!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!

Komite Penyelamat Organisasi
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KPO - PRP)
Jakarta, 8 Maret 2012



Ketua Badan Pekerja Nasional





Mahendra Kusumawardhana
Sekretaris Badan Pekerja Nasional





Asep Salmin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar