Konferensi Pers Solidaritas Anti Kekerasan Aparat Keamanan (SORAK)

Sabtu, 07 April 2012

(LBH MAKASSAR, FOSIS UMI, BEM FAK. EKONOMI UNHAS, UKPM UNHAS, FRONT MAHASISWA DEMOKRATIK (FMD)-JGMK, GABUNGAN AKTIVIS LINTAS KAMPUS (GALAK SULSEL), PEMBEBASAN, KOMUNAL, KONTINUM, ANTITESA)

Tentang
“POLA PENGAMANAN APARAT KEPOLISIAN DALAM PENGAMANAN AKSI DEMONSTRASI MAHASISWA PENOLAKAN RENCANA KENAIKAN BBM”


Bahwa salah satu wujud dari negara hukum adalah adanya penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia bagi warga negaranya. Dalam teori kenegaraan, negara merupakan representasi dari kedaulatan rakyat. Rakyat sebagai pemilik sah negara. Sementara pemerintah diberi tugas oleh rakyat yang berdaulat untuk menjamin serta memastikan terciptanya kesejahteraan bagi kesemestaan rakyat sebagaimana tujuan pembentukan negara. Oleh karena itu rakyat mempunyai hak untuk menentang dan menolak segala kebijakan pemerintah yang dianggap menyimpang dari tujuan pembentukan negara tersebut. Termasuk ketika seluruh elemen rakyat Indonesia menolak serta menentang rencana pemerintah SBY untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.

Seluruh elemen masyarakat di seluruh Indonesia tak terkecuali di Kota Makassar, menyatakan dan melakukan penolakan terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Namun aparat keamanan justru meresponnya secara berlebihan dan show force dengan melakukan aksi kekerasan terhadap para peserta aksi unjuk rasa. Kerananya Kami menganggap terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama dari kami sebagai eleman masyarakat sipil dan mahasiswa terhadap pola kekerasan aparat dalam penanganan aksi penolakan kenaikan harga BBM di Sulselbar yakni :

1. Tergambar adanya pola pembiaran, yang terdiri dari beberapa modus, yaitu :
Aparat keamanan terlalu lambat untuk melakukan pengamanan secara persuasif terhadap massa aksi, bahkan cenderung membiarkan aksi berlangsung semakin ricuh, baru direpresif. Seperti dalam aksi tanggal 21 Maret 2012 di Pintu I Unhas dan aksi tanggal 29 Maret 2012 di depan kampus Unismuh.

Dalam beberapa aksi, aparat keamanan justru membiarkan kehadiran sekelompok orang berpakaian sipil menyerang massa mahasiswa, bahkan membiarkan mereka melakukan pengrusakan terhadap harta benda milik sepeerti sepda motor milik demonstran seperti di depan kampus Unismuh. Dan kuat dugaan massa sipil yang dibenturkan dengan peserta aksi, kemungkinan sengaja dimobilisasi oleh aparat keamanan sendiri untuk membelokkan isu aksi, seperti yang terjadi di Kota Palopo.

2. Tergambar adanya pola “hantam rata”
Upaya aparat keamanan dalam menangani unjuk rasa bila terjadi kericuhan, dengan tidak melakukan usaha maksimal melakukan penangkapan terhadap oknum-oknum provokator, tetapi melakukan penangkapan terhadap semua massa aksi yang memungkinkan ditangkap saat kejadian.
Aparat tidak hanya sekedar melakukan penangkapan tetapi juga penganiayaan terhadap mereka yang ditangkap, meski mereka bukanlah penyebab kericuhan.

Dalam beberapa aksi, seperti di depan kampus Unismuh, aparat tidak hanya menangkap peserta aksi, tapi juga warga sekitar yang hanya menonton aksi. Bahkan bisa dipastikan, sebagian besar mahasiswa dan warga yang ditangkap dan ditahan selama aksi menolak kenaikan harga BBM mengalami kekerasan fisik & psikis.

Selain melakukan penangkapan dan kekerasan fisik terhadap mereka yang ditangkap, aparat juga melakukan pengrusakan terhadap barang milik mahasiswa dan warga sekitar lokasi aksi, seperti sepeda motor, fasilitas kampus, dan bahkan rumah dan tempat usaha warga. Dalam aksi di gubernuran, salah seorang peserta aksi yang ditangkap, malah kehilangan telepon selulernya karena diambil aparat keamanan saat yang bersangkutan ditangkap dan dianiaya.

Beberapa mahasiswa yang tertangkap justru tidak ikut aksi, seperti 2 mahasiswa Unhas yaitu M. Yasir dan Nuhady, serta seorang lagi bernama Winie, hanya menonton saat aksi di pintu I Unhas tanggal 21 Maret 2012. Selain itu, pasca aksi itu, 3 orang pengamen jalanan juga ditangkap dan terkesan ada pemaksaan dari penyidik agar mereka mengaku sebagai pelaku pembakaran mobil milik perusahaan coca cola dalam aksi tersebut.

3. Aparat keamanan cenderung reaksioner terhadap aksi pengunjuk rasa
Seperti yang terjadi di beberapa daerah, misalnya di Kab Polman, dimana polisi melakukan kekerasan dan penganiayaan terhadap Korlap aksi, saat peserta aksi mencoba mencari anggota DPRD Polman untuk diajak berdialog menolak rencana kenaikan harga BBM. Untuk kasus di Polman terkesan aparat kepolisian tidak profesional dalam menangani aksi, dan diperkirakan, pemukulan terhadap beberapa peserta aksi yang berasal dari kampus Unasman Polman, juga dilatarbelakangi oleh bentrokan antara mahasiswa Unasman dan aparat keamanan dalam eksekusi di kampus Unasman Januari 2011 yang menyebabkan salah seorang anggota kepolisian Polres Polman menjadi terdakwa di pengadilan saat ini karena diduga pelaku penembakan yang menyebabkan dosen Unasman meninggal dunia.

Pembubaran aksi di depan kantor gubernur Sulsel 27 Maret 2012 juga menunjukkan sikap reaksioner bahkan arogansi aparat keamanan, dimana aksi dibubarkan paksa dan beberapa orang ditangkap serta dianiaya, hanya saat adanya satu lemparan batu dari arah pengunjuk rasa dari oknum yang belum jelas. Sementara saat itu, masih berlangsung negosiasi antara perwakilan massa aksi dengan humas gubernuran.

Untuk itu kami dengan ini menyatakan sikap bersama:
1.      Mengecam tindakan kekerasan aparat keamanan dalam menangani aksi unjuk rasa mahasiswa dalam menolak kenaikan harga BBM;
2.      Mengecam tindakan aparat keamanan yang melakukan pengrusakan terhadap sepeda motor mahasiswa, rumah dan tempat usaha warga dalam  menangani aksi unjuk rasa mahasiswa;
3.      Mengecam aparat keamanan yang melakukan pembiaran terhadap kehadiran sekelompok orang berpakaian sipil yang menyerang massa mahasiswa;
4.      Mengecam penangkapan aparat keamanan terhadap semua massa aksi dengan tidak melakukan usaha maksimal melakukan penangkapan terhadap oknum-oknum provokator, tetapi melakukan penangkapan terhadap semua massa aksi yang memungkinkan untuk ditangkap pada saat aksi unjuk rasa berlangsung;
5.      Mendesak aparat keamanan dalam hal ini aparat kepolisian untuk melepaskan para mahasiswa yang telah ditangkap secara sewenang-wenang, sesegera mungkin;
6.      Atas berbagai dugaan pelanggaran Prosedur pengamanan tersebut, akan segera kami laporkan ke Komnas HAM.

Makassar, 4 April 2012

Demikian Pernyataan Sikap Bersama kami, atas perhatian semua pihak dihaturkan ucapan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar