Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan Menolak RUU PT

Senin, 09 April 2012

- Resista Yogyakarta,
- Front Mahasiswa Demokratik (FMD) Makassar,
- Sentra Gerakan Progresif (SERGAP) Polewali Mandar,
- Gerakan Perjuangan Mahasiswa Majene (GPMM) Majene,
- Barisan Pemuda Progresif (BPP) Mataram,
 - Barisan Pemuda dan Mahasiswa Progresif (BPMP) Sumbawa.
- Konsentrasi Mahasiswa Progresif (Koma Progresif) Samarinda,

Salam Juang! 
Demokrasi di Negara ini hanya dimaknai ketika menjelang Pemilu. Segala rancangan Undang – Undang yang telah dikeluarkan dan disah kan oleh pemerintah khususnya sektor pendidikan sama sekali tidak menjawab persoalan demi persoalan yang ada.

Maret 2012, DPR-RI kembali melakukan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT) setelah Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) di-Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010, karena dinilai cacat cela dalam penilaian payung hukum disektor pendidikan. Namun, pasca pembatalan UU BHP tersebut, agen-agen privatisasi dan pemerintah kembali lagi mengencarkan serangan liberalisasinya melalui sektor pendidikan, yang intinya adalah sama perihalnya seperti UU BHP yang telah dibatalkan, hanya saja kali ini berbeda dalam kemasan redaksional kata perkata yang dipergunakan oleh mereka.

Liberalisasi disektor pendidikan telah tampak sedari penandatanganan General Agreement on Trades in Services oleh negara-negara anggota WTO (World Trade Organization). Dalam kesepakatan tersebut, ada sekitar dua belas sektor jasa yang sepakat untuk diliberalisasikan, salah satunya yaitu sektor pendidikan. Liberalisasi itu yang kemudian mendorong arus globalisasi yang dimana kerja sama dengan pihak asing dalam konteks pengembangan dunia pendidikan, akan tetapi masyarakat Indonesia merasakan sebaliknya yaitu bahwa pendidikan menjadi ajang komoditas (barang dagang) yang berakibat mahalnya biaya pendidikan dikarenakan negara hari ini membawanya kedalam kerumunan Pasar.

Konsep lain yang dilahirkan oleh RUU PT yang ada juga tertuang dalam pasal 77, 80, 90 yang inti dari pasal tersebut adalah negara hari ini melepaskan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pendidikan dan hanya ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Padahal disatu sisi, seperti yang dikatakan pada pasal 31 Ayat (2), yang menyatakan "Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Kemudian ditegaskan lagi pada : Ayat (4), bahwa "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional". Tentunya dengan lahirnya konsep RUU PT tersebut akan melahirkan kontradiktif dengan UU’45 yang ingin mencerdaskan setiap anak bangsa. Ditambah lagi kemudian pasal 114 ayat 1 dan 2 yang mengatakan : “perguruan tinggi negara lain dapat menyelenggarakan pendidikan di Indonesia dan prosesnya dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi Indonesia dan mengangkat Dosen serta tenaga kependidikan dari warga negara Indonesia”.  Dengan masukya perguruan tinggi dan kurikulum asing tanpa adanya “penyaringan”, maka kedepannya budaya-budaya yang ada di Indonesia akan semakin lemah dan juga perbedaan kurikulum yang semakin menimbulkan persaingan ketat antar Pelajar. Jika hari ini kurikulum pendidikan belum berbicara kepentingan rakyat, maka ditambah persaingan kurikulum dari asing akan menyebabkan kepentingan yang jauh dari akar rumputnya (rakyat).

Dalam pasal per pasal yang tertuang dalam RUU PT juga sering ditemukan bahwa “segala keterangan dan kelanjutan diatur oleh peraturan Mentri”. Ini membuktikan bahwa segala sesuatunya diatur oleh kepentingan otoriter semata, bukan berdasarkan ruang demokratik yang ada ditiap-tiap kampus. Normalisasi Kehidupan kampus/badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) adalah salah satu bukti penutupan ruang demokratis dan politik Mahasiswa pada tahun-tahun silam hingga kini. Dapat terlihat dari Sistem Kredit Semester (SKS), Absensi 75%, Drop Out dan Skorsing sepihak, dan kebijakan – kebijakan lainnya yang dikeluarkan oleh pejabat kampus. Organisasi – organisasi Mahasiswa yang bersifat massif melakukan perlawanan terhadap kebijakan pejabat kampus, kini diberantas total bahkan dengan mudahnya di keluarkan dari dalam kampus (Drop Out), Skorsing, bahkan refresifitas akademik maupun fisik.

Artinya, pola-pola lama yang seharusnya telah usang kini mampu dibangkitkan lagi oleh pemerintah melalui bentuk liberalisasi gaya barunya disektor pendidikan, hanya saja sistem sesat yang digunakan oleh mereka tetap saja dapat kita ketahui bersama.

Maka kami dari Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (JGMK) menyatakan sikap :
  1. Secara tegas menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT)
  2. Cabut segala regulasi yang meliberalkan sektor pendidikan
  3. Hapus sistem Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi kampus (NKK/BKK)
  4. Pendidikan Gratis Sepenuhnya, Ilmiah, Demokratis dan Bervisi Kerakyatan.


Hanya dengan kekuatan melalui persatuan maka sistem yang diciptakan oleh Kapitalisme beserta kaki tangannya dapat dihancurkan dengan terus berjuang hingga kemenanganpun tiba.

                                                              Belajar, Berorganisasi, dan Berjuang!


Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (JGMK)
Yogyakarta, 10 Maret 2012


Ketua Badan Pekerja Nasional JGMK

Daniel Pay Halim

Sekertaris Badan Pekerja Nasional JGMK

Nalendro Yoyok Priambodo


Email: mahasiswakerakyatanj@yahoo.com
CP: +62 857 2925 2134, +62 852 5080 0567

Tidak ada komentar:

Posting Komentar