Front Rakyat Anti Tambang Yogyakarta Bersolidaritas Untuk Bima

Kamis, 29 Desember 2011

Tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap rakyat semakin kecam. Belum hilang dalam ingatan masyarakat Indonesia bagaimana polisi menembak rakyat di Papua, Lampung, Sumatera Selatan, dan di daerah lainnya. Kini, rakyat Bima, Nusa Tenggara Barat yang menjadi korban kekejaman aparat. Senjata yang dibeli dari uang rakyat di pakai untuk menembak dan membunuh rakyat sendiri. Jargon polisi “Siap melayani dan melindungi masyarakat” hanya menjadi pepesan kosong.

Rentetan kekerasan dan kekejaman yang dilakukan polisi dan tentara memberikan gambaran yang semakin jelas kepada rakyat Indonesia bahwa sejati mereka tidak mengabdi kepada kepentingan rakyat. Rezim Neolib SBY-Boediono  sebagai representasi dan alat kepentingan kapitalisme akan menggunakan alat kekerasan Negara untuk melindungi berjalannya modal. Peristiwa yang terjadi di Bima merupakan salah satu contoh bagaimana Negara dalam hal ini pemerintah daerah melakukan “perselingkuhan” dengan kapitalisme. Kekayaan alam yang seharusnya milik rakyat dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat telah dirampas oleh korporasi internasional. Melalui regulasi pemerintah daerah Bima yaitu melalui SK. Bupati Bima Nomor 188/45/357/004/2010 yang memberikan izin eksplorasi tambang emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu. Surat Keputusan tersebut memberikan izin kepada PT. Sumber Mineral Nusantara dan PT. Indo Mineral Cipta Persada untuk melakukan penambangan.

Masyarakat Bima yang menggantungkan hidupnya dari tanah, tentunya akan melakukan perlawanan ketika sumber kehidupannya dirampas. Selama beberapa hari, rakyat Bima melakukan perlawanan terhdap kebijakan pemerintah daerah. Tuntutan mereka adalah pencabutan SK Bupati yang memberikan izin pertambangan. Namun, tuntutan rakyat Bima disambut oleh pemerintah daerah dengan peluru dan popor senjata aparat kepolisian. Sedikitnya 2 orang meninggal dunia diterjang timah panas polisi dan puluhan orang terluka. Pembantaian yang dilakukan oleh polisi terhadap rakyat Bima dan daerah lainnya di nusantara semakin menegaskan bahwa  aparat kepolisian dan tentara tidak menjadi pelindung rrakyat  tetapi menghamba dan melindungi kepentingan pemodal (kapitalisme).

Kekejaman aparat di Bima mendapat protes dan kutukan dari rakyat hampir di seluruh daerah di Indonesia termasuk yang ada di Yogyakarta. Puluhan organisasi gerakan dan organisasi kedaerahan bersatu dan melakukan aksi solidaritas terhadap represifitas polisi. Dengan menggunakan payung “FRONT RAKYAT ANTI TAMBANG” sebagai nama aliansi persatuan, ratusan massa memblokir jalan Mangkubumi hingga Malioboro. Aksi dimulai di perempatan Tugu Yogyakarta dan berakhir di perempatan Kantor Pos, Malioboro.

Dalam orasi politiknya, perwakilan dari Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO PRP) menyatakan bahwa Rezim Neolib SBY-Boedino gagal melindungi kepentingan rakyat dan hanya menjadi kaki tangan pemodal. “Lagi-lagi, rezim mempertontonkan kekejamannya terhadap rakyat. Sudah puluhan bahkan ratusan rakyat meninggal akibat kekejaman aparat kepolisian dan tentara, mulai dari rakyat Papua, Kebumen, Alastelogo, Lampung, Palembang, Takalar dan di beberapa daerah lainnya. Dan yang terakhir adalah rakyat di Bima. Kejadian di Bima semakin menjadi bukti bagi kita rezim SBY-Boedino termasuk pemerintah daerah hanya menjadi “anjing penjaga modal. Di bawah bendera Neoliberalisme, sejatinya Negara akan terus melakukan tindakan kekerasan kepada rakyat demi kelancaran modal dan penghisapan. Tidak ada kata damai dalam kapitalisme karena yang penting bagi mereka adalah akumulasi modal. Kapitalisme akan terus melakukan kekerasan dan pembantaian terhadap rakyat yang menolak berjalannya modal. Oleh karena itu, rakyat harus menyolidkan dirinya dalam organisasi-organisasi yang progresif. Saat ini rakyat sudah melakukan perlawanan dimana-mana. Perlawanan tersebut harus dipimpin dan disatukan oleh organisasi politik yang maju dibawah pondasi klas pekerja agar tidak menjadi gerombolan yang tak terpimpin dan terorganisir”.

Di perempatan Kantor Pos, massa aksi melakukan teaterikal yang menggambarkan kekejaman yang dilakukan oleh aparat. Di bawah komando dan instruksi SBY, aparat melakukan tindakan represif terhadap rakyat. Namun, tindakan aparat mendapat perlawanan dari rakyat. Bersama-sama, rakyat bersatu bangkit melawan dan menjatuhkan kediktatoran rezin Neolib SBY-Boedino.

Aksi massa ditutup dengan pembakaran foto SBY-Boediono, Kapolri, Kapolda NTB, Bupati dan Kapolres Bima. Organisasi yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang diantaranya: KPO PRP, KEPMA BIMA YOGYAKARTA, Asrama NTB, SMI, Pembebasan, Perempuan Mahardhika, RESISTA, FAM-J, PMII, IMM, HMI MPO, HMI DIPO, FKMK, SAMAN, LMN, PPI, IKPM Dompu, IKPMD-I, FMN, IMPSY, SABUK, LMND, PRD, IKPM Kepri, IKS, SEKBER, HMPSB, LPN, AJI Damai. (Rewako)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar