Dok FB Andreas Iswinarto |
Sekretariat Bersama Buruh (sementara) Kantor LBH Jakarta, JL.
Diponegoro No. 74 Jakarta Pusat
I.
Radikalisasi Perlawanan Massa lah
yang menggagalkan rencana kenaikan harga BBM
Rencana pemerintah untuk menaikkan
harga BBM telah den gan sukses berhasil digagalkan oleh gerakan massa yang
melakukan perlawanan dengan segenap kemampuan yang ada pada dirinya: mobilisasi
ratusan hingga ribuan massa, blokir jalan, blokir bandara, blokir tol, sweeping kawasan, bakar
ban, bakar pos polisi, jebol pagar DPR, perang batu dan molotov vs gas air
mata, bentrok dengan polisi dan lain sebagainya.
Penolakan kenaikan harga BBM yang
juga sudah dikumandangkan sejak hari Perempuan 8 maret 2012, semakin membesar
seiring dengan rencana pemerintah yang kabarnya akan menetapkan kenaikan harga
BBM pada tanggal 1 April 2012.
Pembesaran massa dan radikalisasi
perlawanan semakin membesar seiring dengan semakin mendekatnya rencana kenaikan
harga BBM di tanggal 1 April dan mulai dibahasnya rencana kenaikan harga BBM
ini di DPR. Setelah aksi buruh di depan istana
21 maret, pembesaran perlawanan dan radikalisasi perlawanan dimulai di Medan, 26
Maret 2012, dimana walaupun Bandara Polonia telah dipasang pagar kawat
berduri pun, tetap berhasil dijebol dan
massa pun berhasil memblokade bandara dan akses menuju ke bandara.
Berkembangnya isu dan kampanye bahwa
27 Maret 2012 akan terjadi aksi besar-besar berhasil mendorong berbagai elemen
masyarakat terutama mahasiswa dan buruh, untuk melakukan aksinya pada hari
tersebut. Walaupun secara jumlah mungkin tidaklah terlalu besar (ratusan dan di
sejumlah tempat mencapai ribuan), tetapi aksi perlawanan terjadi dimana-mana,
dan massa menunjukkan perlawanan terbaiknya, sehebat-hebatnya yang ia miliki. Sekber
Buruh sendiri pada tanggal 27 Maret turun
melakukan aksi pelabuhan Tanjung Priok.
Berikutnya 28-30 maret, perlawanan
massa dan radikalisasi massa semakin menghebat, dan memberikan “sinyal/pesan”
yang jelas dan tegas kepada siapapun, dan terutama kepada partai politik di
parlemen dan juga kepada pemerintah tentunya, bahwa jika pemerintah dan
parlemen (DPR) tetap memutuskan menaikkan kenaikan harga BBM, maka perlawanan
yang lebih hebat lagi bisa saja terjadi. “Sinyal/pesan” yang tegas inilah yang kemudian ditangkap oleh Golkar,
dimana pada tanggal 29 Maret dalam jumpa pers DPP partai Golkar secara resmi juga
memberikan sinyalemen penolakan kenaikan harga BBM dan diperkuat oleh
pernyataan Ketua Umumnya yang menyatakan bahwa tidka perlu ada kenaikan harga
BBM.
Aksi perlawanan bukan lagi hanya
dilakukan oleh mahasiswa dan buruh melainkan banyak elemen masyarakat luas juga
mulai terlibat dalam aksi menentang kenaikan harga BBM. Para supir pun di
sejumlah tempat mulai menyatakan sikapnya. Inilah yang kemudian kita saksikan
pada aksi tanggal 30 Maret 2012 di depan gedung DPR-RI, dimana bukan saja massa
mahasiswa, ataupun buruh dari KSPI, KSPSI atau SEKBER BURUH, melainkan banyak
kelompok dan elemen masyarakat lain dan individu bergabung dalam barisan massa
menolak kenaikan BBM ini di depan gedung DPR RI. Sejumlah kawan-kawan Sekber
Buruh Bekasi sejak pagi hingga petang juga berhasil mengeluarkan ribuan buruh
dari pabrik-pabrik walau sebagian besarnya tidak ikut datang ke DPR.
Bagi kami, pelibatan massa luas dari berbagai elemen dan kelompok
masyarakat bersatu, berkumpul bersama dalam
barisan perlawanan adalah sebuah keberhasilan. Soal selanjutnya, bagaimana
memimpin massa ini adalah soal yang lain, lebih menyangkut hal-hal teknis di
lapangan.
II.
“Kemenangan” sudah bisa diperkirakan
saat PKS dan Golkar menunjukkan indikasi menolak rencana kenaikan harga BBM. Partai-partai
politik di DPR ingin mengambil keuntungan dari perjuangan massa di luar
parlemen.
Melihat pembesaran opini dan aksi
kongret perlawanan penggagalan rencana kenaikan BBM terus semakin membesar dan
semakin berani (radikal) nampaknya tidak dapat dicegah, setelah para pimpinan PKS memberikan sinyal
menolak rencana kenaikan BBM, Golkar pun
akhirnya berbalik arah dan berdiri dalam barisan partai yang “tidak setuju” dengan
rencana kenaikan pemerintah. Jelas
dengan sikap Golkar “menolak kenaikan BBM” maka secara hitung-hitungan jumlah
suara di parlemen, kelompok partai yang menolak rencana kenaikan BBM (PDI
Perjuangan, Gerindra, Hanura, PKS dan Golkar) jumlahnya lebih besar dari pada partai pro
kenaikan harga BBM (Demokrat, PPP, PAN, dan PKB). [1]
Jelas bagi kami, baik partai-partai
yang sejak awal menyatakan diri menolak rencana kenaikan BBM (PDI Perjuangan,
Gerindra dan Hanura) dan juga yang belakangan (PKS dan Golkar) sejatinya
bukanlah partai yang memang berjuang untuk kepentingan rakyat. Kita tahu bahwa
PDI Perjuangan, saat berkuasa juga menaikan harga BBM, bahkan di bulan Januari
2012 pun, Megawati justru “menyerukan” kenaikan harga BBM. Apalagi partai
Gerindra dan Hanura yang merupakan partai warisan Orde Baru, dimana para
pimpinannya justru bertanggungjawab atas
penderitaan rakyat selama masa orde baru dan akibatnya hingga saat ini. Begitu
pula halnya dengan PKS, yang Golkar yang baru di titik akhir
baru berani menyatakan sikap “menolak” rencana kenaikan harga BBM oleh
pemerintah.
Bagi kami, sikap parpol yang
menolak rencana kenaikan harga BBM sejatinya, bukanlah partai yang berjuang
untuk kepentingan rakyat melainkan untuk kepentingan mereka sendiri. Dalam sikap
penolakan terhadap kenaikan harga BBM, jika saja mereka memang serius, tentu
dengan massa simpatisan yang mereka miliki dan dana yang sangat besar,
kemampuan mereka untuk memobilisasi massa dalam jumlah besar pastilah mampu
mereka lakukan. PDI Perjuangan pastinya jika saja mereka serius menolak
tentunya bisa memobilisasi puluhan hingga ratusan ribu orang, tetapi
kenyataannya hanya sedikit massa yang dimobilisasi, di beberapa tempat juga
dilakukan secara spontan oleh gerakan massa dari bawah. Begitu pula dengan
partai-partai yang lain. PKS juga demikian, apalagi Golkar.
Selain itu sikap yang ditunjukkan
partai-partai politik di parlemen selama ini dalam berbagai
perundangan-perundangan yang dihasilkannya menunjukkan bahwa mereka pro kepada sistem ekonomi neoliberal yang
semakin menyengsarakan rakyat banyak, menunjukkan bahwa merekja tidak pernah bepihak pada kepentingan rakyat.
Oleh karenanya dalam momentum
penggagalan kenaikan BBM ini menjadi penting agar keberhasilan penggagalan
kenaikan harga BBM tidak bisa diklaim bahwa keberhasilan ini dihasilkan oleh
mereka (setidaknya
image yang berkembang di masyarakat secara luas). Bagi kami ini adalah penting agar massa tidak kembali terilusi oleh
parpol-parpol di DPR, terutama pada momentum pemilu 2014 nanti. Sebaliknya, rakyat harus terus diyakinkan, dikuatkan bahwa nasib mereka,
kesejahteraan, masa depan mereka tidak bisa diserahkan kepada pemerintah maupun
seluruh parpol yang duduk di DPR saat ini. Rakyat harus membangun kekuatan
politiknya sendiri berhadapan dengan pemerintahan neoliberal dan partai-partai
yang duduk di DPR saat ini. Membangun kekuatan politik dengan dua tujuan untuk
berkuasa dan menolak sistem ekonomi kapitalisme neoliberal dan membangun sistem
ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak.
Perlawanan massa sekuat-kuatnya,
adalah salah satu jalan untuk mencegah klaim ini. Dan bagi kami, salah satunya,
adalah dengan cara memberikan sikap dan pesan yang tegas, dan bukan sekedar
“duduk-duduk diam menunggu hasil keputusan di parlemen”. Penjebolan pagar
pembatas jalan antara
jalan depan DPR dengan jalan Tol, pemblokiran tol di
depan DPR, hingga penjebolan pagar dan pintu gerbang DPR, bersama tekanan
ribuan massa, jauh lebih tepat dibanding dengan sekedar “duduk diam, sekedar berorasi dan menunggu hasil keputusan di parlemen”, walaupun ada
“embel-embel” akan bergerak lebih radikal jika
yang menang di DPR adalah yang bersepakat kenaikan BBM.
Penjebolan pagar pembatas tol juga
tepat, baik untuk pertimbangan keamanan massa saat direpresi, agar tempat aksi menjadi lebih luas, ataupun untuk
kepentingan blokir tol dan agar massa/rakyat luas bisa
bergabung dalam barisan massa.
Selain itu, penolakan atas atas intervensi
anggota parpol dalam barisan massa, merupakan bagian dari usaha untuk mencegah
ilusi massa terhadap partai politik yang saat ini sedang memperbaiki citranya
agar berkesan berpihak kepada kepentingan rakyat.
Kritik Sekber Buruh terhadap “Pimpinan FSPMI/Garda Metal”
1.
Penarikan massa untuk mundur sesaat
setelah Rieke DP disorakin diminta turun, dan tanpa koordinasi dengan barisan massa lainnya yang awalnya
telah bersepakat untuk aksi bersama di lapangan.
2.
Melakukan kekerasan (intimidasi dan
pemukulan) terhadap sesama buruh dan peserta aksi saat mulai terjadi represi
(penembakan gas air mata).
Bahkan, menurut laporan dari sejumlah kawan Sekber Buruh, tindakan ini
memang diinstruksikan, disetting, direncanakan jauh sebelum terjadinya represi.
Artinya, tindakan kekerasan terhadap buruh/massa aksi, memang direncakan. Jelas
tindakan ini sangat memalukan, dan melukai solidaritas dan usaha-usaha persatuan
yang berkali-kali dan kami “mohonkan” kepada kawan-kawan FSPMI. Pastinya banyak
kawan-kawan anggota Garda Metal, yang mempertanyakan tindakan memalukan ini.
Kami yakin, sejatinya banyak anggota Garda Metal yang memandang bahwa
seharusnya mereka justru melindungi kawan-kawan buruh/massa aksi yang saat itu
berusaha dibubarkan oleh tembakan gas air mata. Bahkan kalaupun harus
berhadap-hadapan, kalau harus melawan, maka musuhnya bukan kawan-kawan
buruh/massa aksi yang saat itu mundur, melainkan melawan tindakan aparat
kepolisian.
3. Soal ajakan persatuan oleh Sekber Buruh yang “tidak direspon serius”
Secara jujur, kami Sekber Buruh sangat senang melihat perkembangan gerakan
buruh secara umum. Dimana saat ini gerakan solidaritas mulai dapat dibangun,
radikalisasi perlawanan juga mulai terjadi dalam perlawanan kaum buruh,
setidaknya dalam dua momentum terakhir (upah dan BBM), dan terakhir adalah
tuntutan buruh yang juga mulai membawa isu-isu rakyat kebanyakan
(sosial/publik) yang bukan spesifik buruh, misalnya dalam isu BBM lalu. Salah
satu yang kami sasar adalah kawan-kawan FSPMI terutama di Bekasi, (walau di
tempat lain justru mengecewakan misalnya kasus FSPMI Tangerang yang justru menjadi salah satu pihak yang menandatangini upah
minimum yang rendah dan tidak bergabung dalam barisan persatuan menolak upah
murah).
Usaha untuk membangun persatuan (baik secara konsep maupun
dalam bentuk perjuangan kongkret) yang selalu kami dorong seringkali tidak
sesuai dengan harapan kami. Salah satunya adalah momentum perlawanan kenaikan
BBM ini. Ajakan kami untuk bertemu dan mendiskusikan strategi perlawanan
bersama, seringkali dipandang “sebelah mata”. Jawaban yang kami terima baik
pada aksi tanggal 21 Maret, maupun pada tanggal 30 Maret, adalah “ketemu dan
koordinasi di lapangan saja”.
Bagi kami sikap inilah yang kemudian pada akhirnya
menimbulkan perbedaan sikap di lapangan pada saat aksi tanggal 30 Maret, yang
lebih jauh justru menghasilkan benturan (tepatnya intimidasi dan kekerasan yang
dilakukan oleh Garda Metal terhadap kawan-kawan buruh/peserta aksi).
Bagi kami persatuan sesama kaum buruh adalah sangat penting.
Kami tidak memandang berapa besar jumlah massa yang dimiliki oleh masing-masing
serikat. Karena bagi kami, kalaupun bersatu seluruh serikat buruh yang ada di
Indonesia, jumlahnya masihlah sangat kecil dibandingkan keseluruhan rakyat.
Perjuangan untuk membangun kekuatan politik yang lebih besar dan membangun
sistem ekonomi yang lebih baik membutuhkan kekuatan yang jauh lebih besar.
Tetapi setidaknya, jika terbangun persatuan seluruh serikat buruh, setidaknya
jalan ini menjadi lebih terbuka dan bisa mengajak/mempelopori sektor-sektor
lainnya untuk bersama-sama
membangun kekuatan politik yang sanggup mewujudkan cita-cita
untuk mengangkat Buruh/Rakyat ke tampuk kekuasaan sejati dan menciptakan Indonesia yang adil dan makmur untuk rakyat kebanyakan.
Bagi kami, persatuan ini harus dibangun secara independen dan
justru menghindari intervensi dari partai politik di DPR saat ini yang semuanya
sejatinya pro pada kapitalisme neoliberal. Persatuan yang dibangun bahkan
seharusnya dibangun
berdasar landasan kesamaan dalam menolak
kapitalisme neoliberal yang saat ini sudah terbukti gagal mensejahterahkan rakyat Indonesia dan rakyat dunia.
Demikianlah Kertas Posisi, Evaluasi dan
Kritik terbuka kami.
Salam juang, solidaritas selalu...
[1]
Total suara di DPR 560 suara. Suara
kelompok partai di DPR yang menolak kenaikan
BBM: PDI Perjuangan, Hanura,
dan Gerindra berjumlah 137
suara, kalau ditambah PKS jumlahnya menjadi 194 suara. Tetapi kalau ditambah
Gokar jumlahnya menjadi 300 suara. Artinya lebih besar dibandingkan suara
kelompok partai pro kenaikan BBM.
1 komentar:
Bahkan, menurut laporan dari sejumlah kawan Sekber Buruh, tindakan ini memang diinstruksikan, disetting, direncanakan jauh sebelum terjadinya represi. Artinya, tindakan kekerasan terhadap buruh/massa aksi, memang direncakan. ---> Apa benar begitu..?
Posting Komentar