Diskusi Situasi Daerah di Sekretariat KPO-PRP Yogyakarta

Jumat, 15 Juli 2011

Untuk menundukkan musuh, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah memahami secara seksama siapa musuh kita, seperti apa bentuknya, bagaimana kecenderungan pola bergeraknya dan perubahan-perubahan apa yang terjadi kepada-nya disetiap ruang dan waktu, tempat dimana kita berada didalamnya” . Demikian kalimat pembuka dari diskusi situasi daerah Yogyakarta yang digelar di sekretariat KPO-PRP Yogyakarta, pada hari jumat 15/07/2011. Diskusi ini sendiri dihadiri oleh beberapa perwakilan organisasi gerakan di Yogyakarta, antara lain KPO-PRP, PRD, Kolektif Perempuan Pekerja, Konfederasi KASBI, Resista dan Individu.

Tujuan utama diskusi ini adalah upaya untuk menggali dan mendalami pengetahuan bersama akan situasi daerah di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebab selama ini para penggiat gerakan di Yogyakarta, cenderung gamang dan latah terhadap situasi daerahnya sendiri, tempat dimana mereka bergerarak didalamnya. Gerakan di Yogyakarta baik organisasi yang bersifat lokal maupun nasional, selama ini hanya mengunci isu perjuangan sebatas pada isu nasional saja, tanpa mampu membuat korelasi kuat dengan problem yang ada di daerahnya. Untuk itu, diperlukan suatu sharing terbuka diantara organisasi-organisasi gerakan di Yogyakarta.

Diskusi situasi daerah ini, dimulai dengan pembacaan peta teritorial Yogyakarta, yakni pengenalan dasar mengenai Yogyakarta berdasarkan ruang didalamnya. Yogyakarta memiliki 4 kabupaten dengan 1 kota, dimana berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 lalu, memiliki populasi sebesar 3.452.390 jiwa, dengan persentase jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.705.404 dan penduduk perempuan sebanyak 1.746.986. Namun demikian, angka kemiskinan di Yogyakarta terbilang masih relatif tinggi, yakni sekitar 560,88 ribu orang atau sekitar 16,08 persen dari total jumlah penduduk. Angka kemiskinan inipun masih menggunakan data versi rezim, dengan menggunakan tolak ukur pendapatan ambang batas kemiskinan sebesar Rp. 249 629. Jika kita menggunakan tolak ukur pendapatan versi Bank Dunia, yakni dibawah 2 Dollar perhari, maka bisa dipastikan, jumlah penduduk miskin di Yogyakarta akan lebih besar lagi dari data bersi rezim tersebut.

Namun pada sisi yang lain, justru angka pengangguran di Provinsi DI Yogyakarta dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hingga bulan Februari 2010, angka pengangguran di Yogyakarta meningkat hingga 3.300 orang dibandingkan tahun 2009. Hal ini semakin diperparah dengan angka Pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana Provinsi D.I. Yogyakarta hingga bulan Juni Tahun 2009 yang lalu, terhitung sebanyak 2.428 orang. Ini tentu saja merupakan data yang saling bertentangan dan menuntut banyak penyajian fakta-fakta secara luas dan meyakinkan.

Sementara analisis pergerakan modal yang dilakukan pada diskusi tersebut, meski hingga kini Yogyakarta masih dominan pada industri jasa dan pariwisata, namun terdapat kecenderungan grafik peningkatan aktivitas modal dibeberap titik. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki potensi di sektor ekstraktif atau pertambangan, tepatnya biji pasir besi. Potensi tersebut terletak di wilayah Kulon Progo. Biji pasir besi tersebut merupakan bahan baku utama pembuatan senjata, dan Yogyakarta (Indonesia) merupakan salah satu daerah selain Meksiko yang menyimpan potensi galian pasir besi tersebut. Proses eksplorasi dan eksploitasi biji pasir besi ini, merupaka investasi PT. Jogja Magasa Iron, yakni salah satu cabang atau Badan Usaha Tetap (BUT) dari Indo Mines Limited, Australia. Komposisi kepemilikan saham dalam eksplorasi dan eksploitasi tambang biji pasir besi, dengan luas 2,987 Hektar tersebut dimiliki 70% Indo Mines Limited, dan 30% dimiliki oleh PT Jogja Migasa Mining, Jakarta. Kontrak Karya pengelolaan tambang biji pasir besi ini sudah dilakukan bersama dengan Pemerintah Indonesia, dengan masa waktu 30 Tahun.

Pada dasawarsa pertama, Jogja Magasa Iron berjanji mengalokasikan 11,5% dari gross profit untuk community development . Dan pada 10 tahun berikutnya kontribusi akan ditingkatkan sampai 2%. PT Jogja Magasa Iron (JMI) menjanjikan investasi senilai US$ 1,7 miliar yang terdiri dari US$ 600 juta untuk investasi tambang dan US$ 1,1 miliar investasi infrastruktur. Pabrik pig iron ini juga yang pertama di Indonesia. Selain itu Jogja Magasa Iron juga akan menyumbangkan US$ 20 juta untuk penerimaan negara yang US$ 11,25 juta diantaranya adalah royalti untuk negara. Tambang biji pasir besi di Kulon Progo ini, salah satunya diproyeksikan sebagai suplayer kebutuhan produksi Industri Baja PT. Krakatau Steel. Bahkan pihak Indo Mines melalui PT. Jogja Migasa Iron, sudah siap melakukan kesepakatan Memory of Understanding (MoU) dengan menawarkan suplay 100.000 ton pertahun kepada pihak PT. Krakatau Steel.

Masuknya investasi modal untuk proyek penambangan biji pasir besi ini, tentu saja secara otomatis disertai dengan pembangunan infrastruktur besar-besaran. Dan di Kabupaten Kulonprogo sendiri, kini sudah mulai melalukan pengerjaan proyek pembangunan Bandara dan Pelabuhan. Disamping itu, jalur distribusi darat juga mulai dicanangkan dengan dimulainya proyek pembangunan jalan lingkar selatan. Selain situasi pergerakan modal di atas, dalam diskusi tersebut juga terungkap jika regulasi pemeritah daerah Yogyakarta, juga semakin anti rakyat, diantaranya dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Gelandangan dan Pengemis (Gepeng), serta sejumlah upaya penggusuran di daerah Sarkem, dalam upaya perluasan Stasiun Tugu, salah satu stasiun kereta api di Yogyakarta.

Pada bagian akhir diskusi, disepakati untuk tetap melakukan agenda diskusi situasi daerah yang diinisiasi oleh KPO-PRP tersebut, dengan memperluas jangkauan peserta diskusi, serta mempertajam analisis data dan informasi seputar daerah Yogyakarta. Hal tersebut dimaksudkan agar proses penggalian dan pemetaan serta pemahaman terhadap yogyakarta, dapat dilakaukan secara komprehensif (menyeluruh), tidak lagi secara parsial (sepotong-sepotong) saja sebagaimana situasi selama ini. Proses ini akan sangat berguna bagi kalangan gerakan di Yogyakarta, dalam menentukan strategi dan taktik serta pola gerakan kita kedepan, khususnya menyangkut prioritas isu maupun penentuan titik perluasan teritorial perjuangan (Cst).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar