Jalan Belum Berujung bagi Pembangkangan di Malaysia

Senin, 25 Juli 2011

Meskipun telah terjadi sebuah gerakan massa cukup besar di Malaysia baru-baru ini, namun gerakan ini belum bisa dianggap mampu membawa perubahan di negara tersebut dalam waktu dekat. Pun, kenyataan bahwa gerakan tersebut digawangi oleh sekitar 60 LSM, membuatnya kurang memiliki potensi daya ledak lebih tinggi sebagaimana sejumlah revolusi di negara-negara Arab dan Afrika Utara. Apalagi ada kecenderungan pemanfaatan oleh kelompok partai oposisi demi ambisi memperoleh suara yang cukup tinggi dalam pemilihanraya tahun depan.

Demikian petikan utama diskusi yang diselenggarakan KPO Perhimpunan Rakyat Pekerja dan Konfederasi KASBI pada Selasa (19/7/11) di Sekretariat KASBI, Jl Cipinang Kebembem E/3, Pisangan, Jakarta Timur. Diskusi yang dihadiri 30-an peserta ini menghadirkan seorang aktivis Malaysia yang sayangnya berkeberatan namanya ditulis (untuk selanjutnya disebut ‘R’). Acara ini merupakan upaya kedua organisasi memahami konstelasi politik, terutama gerakan kiri di negara jiran Indonesia itu selepas demonstrasi besar belum lama ini di Kuala Lumpur.

Seperti diketahui, sekitar 50 ribu orang berdemonstrasi pada 9 Juli 2011 yang umum dikenal sebagai gerakan ‘Bersih 2.0’ (imbuhan ‘2.0’ menunjukkan aksi ini kelanjutan gerakan dan unjuk rasa ‘Bersih’ yang pernah digelar pada 10 November 2007). Peristiwa menghebohkan ini bisa dibilang luar biasa mengingat cap buruk dan represi rezim terhadap aktivitas massa di jalanan, situasi yang hanya bisa diperbandingkan pada masa orde baru Soeharto di Indonesia. Seribuan orang sempat ditahan aparat kepolisian dalam demonstrasi tersebut, seorang peserta aksi meninggal dan menyebabkan guncangan politik yang cukup dahsyat bagi pemerintahan Najib Razak.

Beberapa hari sebelumnya, sekitar 30 aktivis Parti Sosialis Malaysia (PSM) ditangkapi sebagai bagian dari black propaganda pemerintah Malaysia jelang aksi Bersih 2.0. Pemerintah mencoba menggunakan penangkapan aktivis PSM ini untuk juga menyerang Bersih dengan isu antikomunis. Hingga saat ini masih ada enam aktivis PSM yang belum dilepaskan menurut ordonansi darurat (EO) yang berlaku di negara itu dan mengancam para aktivis PSM tersebut tetap dibui hingga dua tahun lamanya tanpa pengadilan.

Toh, bagi R, gerakan Bersih 2.0 tak cukup memenuhi syarat sebagai batu pijakan mencapai derajat perubahan politik lebih tinggi di Malaysia. Menurutnya, gerakan ini hanyalah bagian dari ekspresi kemarahan kaum muda kelas menengah terhadap rezim Najib. Rakyat pekerja pada umumnya tak terlibat atau tak dilibatkan. Bersih 2.0 lebih fokus kepada isu hak-hak demokratis dan tidak ada perhatian langsung ke kondisi ekonomi dan sosial. “Kelompok pekerja pun tidak melihat gerakan ini sebagai prioritas mereka, walau banyak pula dari mereka yang mendukung,” kata lelaki muda ini.

Yang membuat R risau, Bersih 2.0 bisa dibilang sebagai agenda kelompok partai oposisi yang menamakan dirinya Pakatan yang berlawan terhadap koalisi partai yang berkuasa, Barisan Nasional pimpinan UMNO. Pengalaman ini merunut pada aksi Bersih sebelumnya pada 2007 lalu, dimana Pakatan berhasil memanfaatkan isu ini guna meraih sejumlah kursi dan bahkan memenangkannya di sejumlah negara bagian pada pemilihanraya. Jelas, sedikit-banyak Bersih 2.0 memiliki muatan yang tidak jauh berbeda.

Lebih lanjut, R menambahkan, kepemimpinan Bersih berada di tangan NGO, kelas menengah dan bahkan gerakan sayap kanan. Tak heran jika gerakan ini tidak akan melihat masalah di Malaysia sebagai masalah kelas dilihat dari karakter kepemimpinannya. “Bersih ini adalah spontanitas, tidak seperti 1998 (gerakan reformasi di Indonesia, red). Sehari selepas Bersih 9 Juli, mereka tidak akan melanjutkan aksinya lagi walau kita lihat Kerajaan selepas hal itu juga tidak akan mengubah apa pun mengenai pilihan raya,” tegas R.

Selain perihal Bersih 2.0, R juga sempat mendedah komposisi politik di tubuh pembangkang atau Pakatan. Barisan oposisi ini terdiri dari tiga partai utama, yakni Parti Keadilan Rakyat pimpinan Anwar Ibrahim, DAP, dan PAS (Parti Islam se-Malaysia). DAP merupakan partai ‘milik’ kelas menengah Cina, PAS jelas ke kelompok Muslim, sementara PKR didukung kelas menengah dan sedikit kelas pekerja. PSM secara umum tidak masuk dalam Pakatan.

“Pakatan ini prokapitalis. Kalau pakatan berlandaskan kepada kapitalisme, akankah ia menunaikan isu-isu rakyat?” ujar R menyiratkan suramnya masa depan gerakan Bersih yang disokong partai oposisi (jxm).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar