Industrialisasi Transportasi Tanpa Kontrol Rakyat, Harus Ditolak!

Selasa, 22 November 2011

Pada Senin, 21 November 2011 lalu, Kota Bandar Lampung berbeda dari hari biasanya. Lalu-lalang angkutan kota (angkot) yang biasanya terlihat di setiap sudut kota mengantarkan penumpang nyaris lumpuh. Yang terlihat justru konvoi ratusan ankot berbagai trayek dari terminal Rajabasa menuju kantor Walikota Bandar Lampung. Sejak pukul 9 pagi, Forum Komunikasi Angkot Bandar Lampung (FKABL) bersama KPO PRP Bandar Lampung melakukan mogok dan melakukan aksinya ke Kantor Walikota Bandar Lampung.

Menurut Zulyanto, kordinator umum aksi yang sekaligus Ketua FKABL, para pengemudi angkot telah melakukan konsolidasi kepada pengemudi angkot ankot selama seminggu untuk pemogokan tersebut. Menurutnya 60% angkot di Bandar Lampung terlibat dalam pemogokan yang didukung juga oleh para kernet, dan calo terminal.

Aksi mogok ini merupakan reaksi dari rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung mengoperasikan Bus Rapid Transit (BRT). Pengemudi angkot merasa BRT merupakan ancaman baru bagi angkot dan banyak pengemudi angkot yang mengeluh sepi penumpang sejak BRT diujicobakan.

Kebijakan pengoperasian BRT ternyata diikuti dengan kebijakan penghapusan trayek angkot di jalur BRT dan pengalihan trayek angkot ke pinggiran Kota Bandar Lampung. Lebih parahnya lagi, kebijakan ujicoba BRT selama 4 hari sebelumnya, ternyata dilakukan tanpa komunikasi maupun dialog dengan para pengemudi angkot. Merasa dirugikan, para pengemudi angkot yang tergabung dalam FKABL memutuskan untuk mogok dan menolak keberadaan BRT.

Setidaknya, ada 250 angkot yang ditambah dengan kernet, dan calo terminal yang terlibat dalam pemogokan tersebut. Awalnya, mereka berkumpul diterminal Rajabasa sejak pukul 8 pagi untuk menyebar selebaran dan mengumpulkan para pengemudi angkot. Setelah terkumpul 500-an orang massa beserta kendaraannya berkonvoi dari terminal Rajabasa menuju kantor Walikota Bandar Lampung.

Konvoi kendaraan yang panjangnya mencapai 1 Km ini singgah dan berkumpul sementara waktu di lapangan Saburai (dahulu dikenal dengan lapangan merah) untuk mengkonsolidasi dan melatih diri menuju Walikota. Massa yang berkumpul terus menerus meneriakkan tuntutan mereka “Tolak BRT!” “Tolak Pengalihan Trayek!”. Sempat terjadi perdebatan diantara massa apakah perjalanan ke kantor walikota dilakukan dengan berjalan kaki ataukah membawa serta angkot yang mereka kendarai. Sebelum perdebatan berlarut-larut, Rifky Indrawan, yang juga berperan sebagai kordinator lapangan, menenangkan massa dan memberikan opsi-opsi rasional, yang akhirnya diputuskan oleh massa untuk membawa serta mobil angkotnya masing-masing.

Sebelum bergerak, salah satu perwakilan KPO PRP, Mika Darmawan, diminta untuk memberikan orasinya untuk menyemangati dan memberi pandangan-pandangan kepada massa. Dalam orasinya tersebut, Mika menjelaskan, bahwa supir yang tiap harinya sudah lelah dengan penghasilan yang tidak menentu adalah juga bagian dari buruh, yang kini ingin diperangi lagi oleh pemerintah atas nama undang-undang. Selanjutnya juga dikatakan Mika, “bahwa industrialisasi disektor transportasi seperti halnya BRT, tidaklah salah, selama itu menjamin 4 hal mendasar, yaitu: penyediaan lapangan pekerjaan yang layak bagi para supir, kenek dan calo; ongkos transportasi yang murah bagi rakyat; pelayanan transportasi yang berkualitas untuk menunjang kegiatan rakyat; dan pembentukan Dewan Transportasi yang berisi dari unsur-unsur rakyat. Itulah setidak-tidaknya kontrol rakyat terhadap industrialisasi. Itulah syarat agar industrialisasi transportasi dapat berguna bagi rakyat. Namun jika 4 hal itu tidak dijamin oleh pemerintah, maka kebijakan tersebut haruslah ditolak secara bersama-sama, karena hanya berfungsi menguntungkan pemodal dan memiskinkan rakyat!

Rifky kembali melatih yel-yel perjuangan kepada massa, sebelum akhirnya pada pukul 10, massa kembali ke mobil masing-masing dan melanjutkan perjalanan menuju kantor walikota. Dalam perjalanannya, massa supir tidak henti-hentinya mengajak supir angkot yang masih beroperasi di area “pasar tengah” untuk mengikuti mogok. Sesaat sebelum sampai di kantor walikota, bergabung lagi 50-an angkot beserta supir yang berasal dari area “teluk”. Mobil angkot yang telah mencapai 200-an ini kemudian diparkir 100 meter dari kantor walikota karena dirasa tidak cukup ruang untuk memarkirnya didepan kantor walikota. Lalu massa berjalan dengan gegap gempita sambil meneriakkan yel-yel “Supir angkot bersatu, Tolak BRT!”.

Sesampainya didepan kantor walikota, tepat pukul 10.20, terlihat ratusan aparat memasang berikader dengan mobil water canon yang juga terlihat berada didalam kantor walikota dengan posisi persis menghadap massa. Beberapa massa yang hampir tidak terkendali ingin segera menerobos pengawalan ratusan aparat yang sudah memakai tameng. Namun kordinator lapangan kembali sigap untuk menjaga barisan massa agar tetap satu komando dan tidak terpecah.

Dibawah komando Rifky setiap perwakilan supir dari masing-masing area dan juga organisasi-organisasi yang bersolidaritas diberi kesempatan untuk berorasi dan menyampaikan keluh-kesahnya. Disaat yang sama, tim delegasi yang telah ditunjuk sebelumnya, termasuk kordinator aksi, masuk untuk menemui walikota. Orasi bergantian membuat dinamika aksi menjadi semarak ditambah bumbu-bumbu canda khas supir. Solidaritas dari organisasi-organisasi rakyat pun berdatangan. Beberapa diantara organisasi yang ikut bersolidaritas adalah Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Lampung, Gabungan Petani Lampung (GPL), dan Pemuda Muhamadiyah.

Perwakilan Gabungan Petani Lampung (GPL) menjelaskan dalam orasinya bahwa BRT adalah hasil dari kongkalikong DPRD, Walikota, dan pengusaha angkutan tanpa melibatkan unsur rakyat. Sedangkan perwakilan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) menekankan orasinya perihal kebijakan-kebijakan pemda yang selalu saja membawa dampak pada pengangguran dan kemiskinan. Alfian, yang mewakili KPO PRP Bandar Lampung dalam kesempatan orasinya menegaskan tentang pentingnya supir untuk membangun persatuan dengan kekuatan rakyat lain. Selain itu Alfian juga meminta kepada massa supir untuk memperkuat organisasi yang merupakan senjata bagi rakyat dalam memperjuangkan kesejahteraannya, terlebih dalam perjuangan yang tidak sekedar menolak kehadiran BRT, tapi juga tuntutan-tuntutan lain yang akan memengaruhi supir dalam periode kedepan. 

Pukul 11.50 aksi dihentikan sejenak untuk menghormati adzan dan memberi kesempatan kepada massa yang ingin melaksanakan sholat. Sebagian besar massa berpencar untuk makan, sholat, atau sekedar menghampiri mobil mereka masing-masing. Dalam jeda aksi ini, sempat terjadi sedikit kekisruhan, dimana massa yang melihat mobil BRT yang sedang melintas, langsung melemparinya dengan batu. Ini mengakibatkan kaca bagian samping bis pecah, dan bis pun langsung diamankan oleh aparat.

Aksi kembali dibuka pada 12.30. Korlap kembali mengumpulkan massa yang terpencar. Namun sayangnya perangkat aksi tidak cukup mampu mengumpulkan ratusan massa yang tersebar. Dalam kondisi belum sempat mengumpulkan massa secara solid, tim delegasi pun keluar. Kordinator aksi yang ikut menjadi delegasi langsung menyampaikan kepada massa point-point hasil dari dialog dengan walikota. Point utama yang disetujui walikota adalah bahwa tidak akan terjadi pengalihan trayek angkutan. Walau demikian tidak ada komitmen yang jelas dan tegas tentang tanggung jawab pemerintah lebih lanjut terhadap dampak pengoperasian BRT.

Pukul 13.10 aksi diselesaikan. Massa kembali ke mobil masing-masing dan bersepakat untuk melakukan evaluasi di terminal Rajabasa. Dalam evaluasi aksi, didapati beberapa kelemahan terkait keterpencaran dan kekisruhan yang sempat terjadi. Salah satunya disebabkan tidak adanya kordinator supir dari beberapa area sehingga tidak adanya kepemimpinan dalam merapatkan barisan. Dalam hal hasil dialog dengan walikota, sebagian supir sudah merasa puas, namun sebagian lagi belum merasa puas terkait masalah yang masih mengatung seperti perpanjangan trayek angkot, dan dampak-dampak lainnya yang masih rentan menimpa para supir. Ini menunjukkan masih belum solidnya pemahaman para supir tentang perjuangan selanjutnya.

Evaluasi diakhiri dengan rekomendasi untuk membuat pengumuman dan selebaran tentang hasil dialog. Para kordinator supir pun sepakat untuk memperkuat organisasi untuk langkah-langkah kedepannya.(apank

Tidak ada komentar:

Posting Komentar